Part 23

4.3K 461 51
                                    

Langkah Shaka tergesa-gesa menyusuri koridor sekolah. Ia tidak peduli saat menjadi pusat perhatian semua orang. Tujuannya sekarang hanya cepat ke parkiran dan bergegas ke rumah sakit.

"Kak Shaka," panggil Lili saat melihat Shaka berlari ke arahnya. Senyuman gadis itu merekah, beranggapan jika Shaka akan berhenti dan menegurnya seperti biasa.

Namun semuanya sirna, saat Shaka melewatinya begitu saja. Lili berusaha untuk tersenyum dan berjalan ke kelasnya.

Arseno melihat Shaka dengan heran, entah urusan apa yang membuat cowok itu sampai buru-buru seperti itu.

"Btw, Kok gue gak liat Naomi ya?" gumam Arseno. Dengan segera cowok itu menuju kelas Naomi, menanyakan keberadaan Naomi.

Walaupun Naomi memang jarang terlihat di sekolah, tapi Arseno masih bisa melihatnya walaupun sekilas. Namun, dari pagi sampai menjelang istirahat ia tidak melihat keberadaan gadis cantik penuh misteri itu.

"Naomi gak masuk?" tanya Arseno, pada seorang gadis yang ia yakini sebagai murid baru dan gadis yang duduk sebangku dengan Naomi.

Tentu, Arseno bisa tahu semua yang berhubungan dengan Naomi jika itu di sekolah.

"Gak masuk sekolah, gak ada keterangan juga." Noora mengerucutkan bibirnya. "Seharusnya gue punya nomor dia, kalau gitu 'kan gue bisa tau dia lagi di mana, lagi apa, dan kenapa gak masuk."

Arseno menatap aneh Noora. "Lo gak seakrab itu sama dia, sampe harus dapat nomornya," ujar Arseno datar.

Noora melototi Arseno, tanda tak suka dengan kalimat cowok itu. "Gue temannya Naomi ya," ujar Noora. "Bahkan gue paling berharga bagi dia, di banding lo!" Noora menjulurkan lidahnya mengejek Arseno dan berlalu begitu saja, meninggalkan Arseno yang menghela napas gusar.

Naomi itu membingungkan, suka tak masuk sekolah tanpa ada keterangan.

**

Naomi telah sadar. Keadaannya sudah mendingan di banding kemarin. Sekarang gadis itu tengah di bantu duduk oleh Kaisar agar bersandar, sembari menunggu Amara membeli makanan.

Yeah, Kaisar dan Amara datang menjenguk kesayangan mereka itu. Jika bukan mereka siapa lagi?

Keluarga Mahatama? Bahkan batang hidung mereka tidak terlihat. Seolah-olah keadaan Naomi pun sudah tidak berarti. Padahal jika di pikir, Naomi bisa berakhir di sini karena orang tuanya sendiri.

Dasar tidak punya hati. Bahkan kata orang tua terlalu suci untuk di sematkan pada Argi dan Andin.

Kaisar sejenak menggeram marah. Pistol kesayangannya seakan-akan meronta ingin menembakkan peluru di otak dua manusia biadab itu. Hanya saja, Naomi terlalu malaikat, sehingga menentang mereka——Kaisar, Amara dan Erebos —— untuk membantai semua sumber rasa sakit Quuen Erebos itu.

"Kayaknya hidup tanpa perasaan lebih baik, di banding punya perasaan tapi di siksa perlahan-lahan," gumam Kaisar.

Pria dewasa itu mengusap pipi Naomi. Gadis itu memakai pakaian pasien rumah sakit. Bekas luka yang benar-benar kentara menghiasi kulit seputih susu miliknya.

Dengan pelan Kaisar mengangkatnya, mengecup lembut bekas luka Naomi. Naomi terkekeh geli. Kecupan itu sebagai tanda jika Kaisar benar-benar menyayanginya sebagai adik.

Brak!

"Qu-quuen?"

Naomi dan Kaisar lantas menoleh ke arah pintu masuk. Tatapan Kaisar langsung menajam, seolah ia telah mendapatkan mangsanya dan siap untuk ia terkam. Di sana, ada Shaka yang kaget melihat Naomi bersama laki-laki lain.

"Ngapain lo ke sini?" sinis Kaisar.

Shaka menampilkan wajah datarnya. Ia menghampiri keduanya dan menyentak tangan Kaisar dari tangan Naomi. "Gak usah pegang-pegang cewek gue!"  tekan Shaka.

Shakaraja (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang