Jika dihitung-hitung dan dibandingkan dengan anak Los Gucci lainnya, Levi-lah yang paling lama menjalin pertemanan dengan Yesha. Itu artinya, Levi adalah orang pertama yang mengenal Yesha.
Bisa diingat, saat Yesha masih berumur 4 tahun —yang artinya Levi juga mempunyai umur yang sama— bertemu dengan Levi secara tidak sengaja akibat insiden kecelakaan kecil yang melibatkan sebuah sepeda beroda 4 dan anak perempuan kecil berkuncir dua yang tidak lain adalah Yesha sendiri.
Mungkin karena faktor usia yang lebih tua dari lainnya, Levi bisa mendadak berpikiran dewasa dan memberi petuah-petuah bijak layaknya seorang motivator. Namun, kadang suatu saat Levi bisa menjadi kekanakan menghadapi masalahnya sendiri dengan main kabur-kaburan yang akhirnya menggegerkan member Los Gucci.
Para sahabatnya memaklumi itu, karena masa SMA adalah masa-masa puber. Jadi, setidaknya mereka dituntut untuk mencari jati diri mereka sendiri karena hanya merekalah yang tau bagaimana diri mereka. Bukan orangtua mereka apalagi orang lain.
Cerita pertemuan antara Levi dan Yesha itu berlangsung di taman komplek perumahan mereka saat sore hari. Sebenarnya taman itu adalah penghubung antara 1 komplek perumahan dengan komplek perumahan lainnya.
Maksudnya, Yesha dan Levi itu tinggal di suatu daerah, daerahnya itu punya beberapa komplek perumahan yang jaraknya saling berdekatan. Selain itu, komplek itu punya nama-nama yang berbeda juga pemilik yang berbeda.
Karena daerah Jakarta pada umumnya mempunyai cuaca yang panas, akhirnya para warga perumahan itu sepakat untuk membuat sebuah taman yang akhirnya menjadi satu-satunya taman. Juga selain itu, taman itu bisa berfungsi menjadi penghubung dan mendekatkan silaturahmi para warganya.
Walaupun taman itu iseng dibangun hanya untuk sekedar menyejukkan udara, sekarang malah hampir beralih fungsi menjadi kebun binatang karena beberapa tahun lalu, taman ini sempat menerima donasi beberapa jenis binatang.
Mungkin tepatnya adalah sekitar 7 tahun lalu. Jika di lirik dari latar belakang, hal itu bukan lagi disebut donasi, melainkan sumbangan para warga komplek ini sendiri. Hewan-hewan itu antara lain rusa, kijang, kancil, ayam mutiara, merak, dan cendrawasih.
Dari berbagai nama hewan yang disebutkan, burung cendrawasih-lah yang mempunyai jumlah paling banyak di antara lainnya. Jumlahnya hampir menyamai kalkulasi antara jumlah rusa, kijang, kancil, ayam mutiara, dan merak.
Tidak berselang lama dari fenomena donasi dadakan yang berkedok pamer harta antar warga itu, 1 tahun kemudian dibangun patung burung cendrawasih tepat berada ditengah-tengah taman —yang akhirnya malah menjadi maskot— juga peralihan nama keseluruhan komplek bertransformasi menjadi Perumahan Cendrawasih.
Selain terbuat dari batu, jambul pada burung cendrawasih itu terbuat dari emas —hasil sumbangan berkedok pamer harta para warga— yang akhirnya menjadikan patung itu saingan tugu yang diagungkan di ibukota.
Tapi, sekaya apapun warga Perumahan Cendrawasih, mereka tidak akan gila dengan membuat seluruh badan patung dari emas. Mereka bukan takut dengan adanya pencuri, maling atau sejenisnya. Mereka malah lebih takut kalau saat hujan si maskot akan kesamber gledek yang akhirnya mengakibatkan patung itu gosong.
Seperti taman-taman lain pada umumnya, setiap sore selalu ramai dengan pengunjung dari segala usia. Mulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lansia memenuhi taman itu sampai mirip lautan manusia.
Sama halnya dengan Yesha sore ini, setelah tadi bangun dari tidur siang, anak itu langsung meraih sepeda roda 4 miliknya dan mengendarainya menuju taman komplek. Anak cewek itu begitu excited dengan sepeda baru hadiah ulang tahunnya yang ke-empat dari papanya.
Setelah tadi pagi Yesha bisa mengendarai sepeda itu karena diajari sang Papa, sore ini, anak itu nekat untuk bersepeda ke taman sendiri. Sebenarnya tadi, sang Papa sudah bilang kalau sedang sibuk. Tapi, kata tidak keras kepala kalau bukan Kriesha Nirwasita.
Saking begitu semangatnya mengendarai, Yesha mengayuh sepeda sekencang-kencangnya tanpa memperhatikan apa yang ada didepannya. Alhasil, anak itu menabrak sebuah pohon besar di taman dan menimbulkan suara keras akibat tumbukan itu.
Sepersekian detik kemudian, disusul suara tangisan amat keras yang berasal dari bibir Yesha. Anak itu berusaha bangun sendiri, tapi nihil karena lututnya terluka yang menyebabkan kakinya terluka sehingga tidak dapat menopang berat badannya sendiri.
Ternyata, dibalik pohon besar itu, Levi sedang melamun dan praktis anak cowok itu dibuat kaget karena suara yang datang tiba-tiba. Karena penasaran, Levi pun berdiri dan melihat sumber suara yang berasal dari balik pohon.
Untuk beberapa saat, Levi terkejut karena melihat seorang anak cewek terduduk dengan kaki yang tertimpa sepeda. Awalnya, Levi hanya diam saja. Tapi melihat anak cewek itu kesusahan akhirnya Levi membantunya berdiri dan memapahnya ke sisi lain pohon.
Levi sedikit memeriksa luka Yesha akibat jatuh tadi. "WAAHH! INI HARUS DIAMPUTASI INI!" teriaknya heboh.
"Kenapa sampai diamputasi?! Kan cuma jatuh gitu aja?!"
"Pokoknya, ini bisa aja diamputasi!"
Bibir Yesha sudah mencebik dan siap mau nangis lagi. "Kenap—"
"Aku pernah dengar dari Papa aku kalau luka begini bisa menyebabkan infeksi. Naah, kalau nggak segera disterilkan, bisa saja infeksi dan kaki kamu diamputasi."
"Yaudah! Anterin aku pulang!"
"Ap—" Yesha bersiap menangis lagi. "—o-oke, aku antar pulang."
Yesha berusaha berdiri dan mencoba jalan dengan pelan-pelan. Tapi, saat berdiri, Yesha sudah jatuh lagi karena lututnya terasa perih. "Nggak bisa berdiri."
"Naik aja sini." Kata Levi setelah berjongkok dan menunjuk punggungnya sendiri, mengisyaratkan Yesha naik.
"Kamu bisa gendong? Nanti kalau jatuh lagi, lutut aku malah makin sakit, terus—"
"Mau pulang sekarang apa aku pulang aja?"
Akhirnya Yesha mau naik ke punggung Levi dan mengalungkan lengannya di leher Levi dan berjalan pulang. "Terus nanti sepeda aku gimana?"
"Aku balik lagi ke taman, ambil sepeda kamu dan antar lagi ke rumah kamu."
"Kamu tadi kok bilang amputasi-amputasi? Kamu emang tahu?"
Levi terdiam sejenak. "Papa aku dokter, dan aku pernah denger itu dari Papa."
"Hebat Papa kamu, terus nanti kamu bisa jadi dokter juga dong. Kayak Papa kamu."
Levi hanya tersenyum miris mendengar ocehan anak cewek —yang belum Levi tau namanya— yang berada dia gendong dipunggungnya itu. Levi tidak tau apakah dia bisa menjadi seperti Papa-nya atau tidak setelah hari itu.
"Nggak tau."
"Kok nggak—"
"Nama kamu siapa?"
"Haa?"
"Kaki kamu yang sakit, bukan telinga kamu."
Levi berujar setelah menurunkan Yesha tepat di depan gerbang rumahnya dan mengulurkan tangan yang juga dibalas oleh Yesha. "Aku Yesha."
"Levi."
Entah disebut pertemuan yang aneh atau gimana, nyatanya sampai sekarang lamanya 14 taun mereka tetap berteman. Biasanya nggak ada pertemanan cewek sama cowok yang abadi. Tapi, Levi dan Yesha matahin itu semua. Mereka tidak lebih dari sahabat juga Levi yang menganggap Yesha adiknya.
"KOPIII TEERROOOSSSS!!!"
"Ngapain dateng-dateng sewot gitu? Ini bukan hari-hari lo PMS deh kayanya?"
Yesha mendengus sebab Levi sampai hapal tanggal-tanggal dia kedatangan tamu. "Konsumsi terlalu banyak kopi itu nggak baik, Vi. Kafeinnya bahaya tau, kurang-kurangin deh."
Levi menggeleng dan tersenyum. "No, coffe is my life."
"Segitu terobsesinya lo sama kopi?"
"Gimana ya? Kopi itu ibarat jalan hidup. Rasa pahit itu bakalan dirasain setiap manusia dalam hidupnya, sedangkan rasa manis itu simbol kebahagiaan dan itu tergantung manusia sendiri yang mengatur seberapa kadarnya."
***
i'm back guys. moga nggaj di-unpub lagi.
hehe.
***
060822|18.18
KAMU SEDANG MEMBACA
Los Gucci
Teen Fiction1. Kriesha Nirwasita, anak perempuan tunggal dari seorang ibu yang berprofesi sebagai model internasional juga ayah yang menjabat sebagai pengusaha terkaya no. 10 di Asia. 2. Levi Cassio Indraswari, anak sulung dari wanita pekerja laboratorium juga...