2. Penjelasan

1.3K 63 0
                                    

Sekitar tujuh meteran lagi Jeff dan Lao hampir sampai di kontrakan mereka berdua.

"Jeff, mereka siapa?" tanya Lao masih dalam gendongan Jeff.

"Mereka mantan teman Jeff, Sayang," jawab Jeff sambil melihat sekumpulan tiga orang yang Lao maksud dari agak kejauhan.

"Kenapa disebut 'Mantan teman'?" Lao bertanya lagi sambil menekankan kalimat 'Mantan teman'.

"Lao gak perlu tau, biar itu jadi urusan Jeff aja, okay?" Jeff menjawab dengan penuh kehati-hatian. Takutnya, ucapannya bisa menyakiti Lao-nya walau Jeff sendiri tidak ada maksud untuk bersarkas pada Lao.

"Eum." Lao berdeham gemas.

Jeff menurunkan Lao dari gendongannya, "Sayang, masuk duluan, gih. Jeff ada perlu sebentar. Disini kok, di depan rumah kita. Tunggu Jeff dalam 30 menit, okay?" Itulah Jeff, selalu memberi kepastian pada sub-nya.

Lao hanya tersenyum di balik masker putihnya. Terlalu banyak bicara membuat pipinya tambah sakit, apalagi tergesek-gesek oleh kain masker.

"Gak biasanya tuh mulut boti kagak nyerocos," batin Jeff bingung.

"Wey, Bos! Apa kabar?" tanya salah satu diantara mereka, Congor.

"Langsung pada intinya," tegas Jeff memasang ekspresi dingin dan datar, tak ayal tatapan mata pun ikut terlampau tajam.

Jeff menyalakan timer pada otaknya. Kemampuan akurasi perkiraannya selalu terbilang akurat.

"Santai dong, Bos. Kedatangan kami kesini juga kan dengan cara baik-baik," timbrung Jawir meledek sikap Jeff yang terkesan sedikit ada ke-arogansi-an.

"Baik-baik apaan? Tanpa janji temu itu attitude bertamu yang baik?" Jeff menaikkan alis kanannya.

Semua terdiam canggung.

Jeff menyulut sebatang kretek lalu menggerakkan tangannya memberi isyarat untuk mempersilahkan ke-tiga mantan temannya untuk melanjutkan pembicaraan soal tujuan mereka datang kemari.

"Jadi gini, Bos. Maksud kedatangan kami kesini ada perlu dengan Bos untuk bernegosiasi." Sang juru bicara ambil inisiatif menjelaskan.

"Semenjak Bos cabut, anak-anak baru jadi pada ngebangkang. Mereka cuma ingin mendengarkan perkataan Bos aja. Juga, kemampuan pertahanan dan penyerangan The Smokers semakin melemah," lanjutnya lagi.

"Pasar The Smokers juga ancur, pindah kuasa ke tangan Red Devil," sambung Jawir.

"Itu semua bukan urusan gua lagi," lugas Jeff mematikan rokoknya pada asbak di atas meja tanda keputusannya sudah tidak bisa diganggu gugat.

"Kecewa gua, Bos. Lu benar-benar kagak ada solidaritasnya." Iam, sang juru bicara menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Sudah pasrah melihat isyarat mematikannya tembakau sang bos ketika menentukan keputusan.

Jeff bersmirk nyerempet tertawa meledek, "Lalu, menukar diri elu dengan diri gua buat dikandangin selama dua tahun, apa itu bukan atas nama solidaritas?"

"Kok jadi perhitungan gini, Bos?" tanya Iam merasa Bos-nya tak ikhlas membantu dirinya.

"Oh, gara-gara bocil raksasa yang tadi lu gendong?" Perkataan Congor terlalu impulsif. Nama panggungnya bukan tanpa sebab dinamai Congor.

Jeff menyisir rambutnya ke belakang menggunakan tangan kanannya.

'BUGH'

Congor kelimpungan memegang hidunganya. Satu pukulan mendadak dari Jeff mendarat lurus tepat di hidung Congor. Jawir menahan badan Congor agar tidak terjatuh.

"Sebelumnya, gua kagak ada niatan untuk tinggalin The Smokers. Tapi, karena sebagian besar anggota The Smokers mengkhianati gua bahkan mencaci-maki pasangan gua karena gua gay, untuk apa gua bertahan, untuk apa gua masih menaruh respect, ha?"

"Soal itu kami minta maaf." Iam angkat bicara.

"Jauh dari sebelum kejadian itu terjadi, gua udah pernah nitip pesan buat lu semua. Lu pada boleh khianati gua, hina dan caci-maki gua, keroyokin gua, jebak gua, apapun itu silakan. Asal, jangan pernah bibir lu pada berani-beraninya menghina dan merendahkan pasangan gua." Jeff tetap tenang.

Jeff mengeluarkan uang merah dua lembar pada Iam, "Nih lu pake buat berobat si Congor." Jeff masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka bertiga yang sedang kebingungan nasib selanjutnya The Smokers akan dibawa kemana.

*****

"Jang!" Lao memberi kejutan pada sang dominan.

"Bagaimana hasil make up Lao, eum?" Lao tersenyum menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Ah.... Timer yang iseng Lao pasang sudah berbunyi daritadi sejak Jeff masuk kamar." Lao menganga kagum melihat ketepatan janji suaminya itu.

"Haha.... Menggemaskan. Itu sudah sering terjadi kan, baby. Masih saja speechless." Jeff mengelus pipi Lao sambil tertawa ringan.

"Ang!" Lao meringis saat pipi kirinya dielus. Padahal Lao sudah menyembunyikan luka itu sebaik mungkin menggunakan berbagai macam alat kecantikan.

"Jeff tau Lao tidak pintar berbohong, sayang. Jeff sengaja mengelus pipi Lao." Lagi-lagi akurasi perkiraannya tidak salah.

"Minta maaf," ucap Lao langsung karena sudah tertangkap basah. Wajahnya sangat menggemaskan dengan hidung memerah, mata memerah hampir menumpahkan air matanya, juga bibir yang mengerucut minta dilahap.

Jeff naik ke atas kasur yang kaki ranjangnya sudah usang dan sedikit rapuh, " Come here, baby." Jeff menepuk pahanya yang sedang bersila.

"Kok Jeff tau Lao berbohong, eung?"

"Lao tidak seperti biasanya. Selebihnya, firasat Jeff yang memberitahukannya."

"Tell me all your story," ucap Jeff terlihat mode serius.

"Pipi Lao ditampar." Lao menundukkan kepalanya di atas pangkuan Jeff.

Rahang Jeff mengeras. Urat leher mencuat jelas. Suara gertakan gigi sudah pasti terdengar menandakan dirinya sedang menahan emosi.

"Who, bagiamana kejadiannya, kenapa menyembunyikannya dari suami mu?" Jeff menetralkan emosinya takut-takut jika nanti tak sengaja menaikkan intonasi bicaranya pada sub-nya itu.

"Kak Bimo, ketua osis sekolah Lao. Waktu hari terakhir MOS, Lao disuruh pimpin doa menjelang makan siang, tapi suara Lao kecil tapi juga menurut Lao suara Lao sudah sangat keras kok, Lao sudah berusaha mengeluarkan seluruh suara Lao. Tapi, Kak Bimo gak mendengar terus teriakin Lao sambil bilang suara Lao seperti banci. Lao kaget terus Lao gak sengaja mau menangis. Akhirnya, Kak Bimo tampar pipi Lao gara-gara Lao menangis. Lao takut kalau Jeff tau. Takut Jeff berantem lagi seperti waktu itu." Lao menjelaskannya sambil menahan sesak di dada.

"Bocah tengil," bisik Jeff pada diri sendiri yang pasti Lao tidak mendengarnya.

"Biar itu jadi urusan Jeff, okay? Sekarang, obati dahulu lukanya," final Jeff yang diangguki istirnya.

Jeff mengajak Lao bercanda sesekali menciumi bibir Lao di sela-sela proses pengobatan pipi Lao agar istirnya tidak terlalu merasakan perihnya.

Young Boy n' Gentleman [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang