BAB I

848 106 15
                                        

📖📖📖📖

BAB I - Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
.
.

"Astaghfirullah alladziim , Hel, ngapain di situ?"

Mendengar suara sahabatnya, cowok yang tengah berjuang memanjat pohon itu menengok ke bawah.
Terlihat Alwi berdiri dengan kepala mendongak.

"Mau masuk," jawab Suheil seraya menunjuk ke dalam sekolah.

"Masuk lewat depan, ngapain lewat sana?"

Suheil mendecak pelan. "Gerbangnya di tutup."

"Serius?" tanya Alwi yang dibalas anggukan oleh sahabatnya.

Alwi terdiam.Andai saja dirinya tidak ketiduran selepas subuh tadi, pastinya tidak akan sampai telat seperti ini.
Menghela napas perlahan, ia lantas kembali memperhatikan Suheil.

"Lewat depan aja lah Hel, biasanya juga gitu,"

Alwi mengingatkan Suheil tentang kebiasan telat yang sudah mendarah daging.
Barangkali sahabatnya itu lupa, jadi Alwi mengingatkan dengan senang hati.

"Nggak bisa Wi, ini beda dari biasanya."

Iya berbeda, hari ini dia telatnya bersama Alwi. "Ya gak lewat sana juga kali, kaya maling aja. Turun!"

"Wi, lo kagak paham situasinya," ngotot Suheil.

"Gue paham lo telat, tapi jangan manjat, bahaya."

Suheil menggaruk tengkuknya, ingin berujar namun Alwi memotongnya lebih dulu.

"Udah, ya. Terserah kalau masih mau manjat, gue lewat depan, Assalamualaikum," pamitnya, lalu melenggang pergi.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh, eh Wi ... Alwi. Ya ampun." Suheil mendesah, kemudian bergerak turun dengan terpaksa.

Anak lelaki itu mengikuti Alwi yang sudah jauh berada di depan.

📖📖📖📖

SMA Nusantara. Sekolah pertama yang membuat kehidupan Alwi jauh lebih berarti. Di sini, Alwi bertemu dengan banyak orang baik, di tempat ini juga, ia menemukan penopang hidup lain ketika tiang yang selama ini ia gunakan untuk bertumpu, mulai retak.

Dengan senyuman khasnya, Alwi yang barusaja tiba di gerbang masuk tampak celingukan, mencari sosok pria yang biasanya stand by di pos penjaga.

"Pak Burhan," panggilnya setelah melihat orang yang ia cari.

"Loh, Mas Alwi tumben telat?"

"Biasa Pak, luluran dulu sebelum berangkat, biar makin ganteng hehe."

"Kamu mah gak usah luluran juga sudah ganteng Mas, cocok jadi menantu saya," balas pria itu, seraya terkekeh pelan.

"Bisa aja pak." Alwi menggaruk tengkuknya malu. Sedangkan Pak Burhan semakin ingin tertawa.

"Eh, ini saya kagak di kasih masuk?" tanya Alwi.

Pak Burhan menepuk jidatnya, lanjut menggeser gerbang yang terbilang cukup berat.

"Makasih ya, Pak. Alwi masuk dulu, mau belajar. Assalamualaikum."

Pak Burhan mengangguk dengan senyuman, "Waalaikumsalam," jawabnya kemudian.

Pria itu menatap punggung Alwi.
Sudah berapa tahun ia bekerja di sisini sebagai satpam?
Namun baru kali ini diri tuanya bertemu dengan seseorang seperti Alwi.
Sudah pintar, sopan, ramah lagi.

Jika bisa ingin sekali dia ambil menantu, mewujudkan ucapannya tadi yang semula hanya candaan.
Namun kemudian, ia menggeleng.

Sadar bahwa posisi mereka seperti langit dan bumi.

Ketika ia hendak menutup gerbang kembali, tiba-tiba datang seonggok manusia dengan wajah yang sudah di kenalnya.
Berlari dengan nafas ngos-ngosan.

"Pagi Pak," sapanya sembari mengatur nafas normal.

Pak Burhan mendecak pelan. "Aduh, kamu lagi, kebiasaan ya Mas Suheil."

"Hehe, ngomong-ngomong Alwi sudah lewat, Pak?"

"Sudah, baru saja,"

Suheil ber oh ria.
"Kalau gitu saya masuk ya pak, mau nyusil Alwi. Takut nyasar."

Tanpa ba-bi-bu Suheil melengos pergi.

"Mana bisa nyasar, ada-ada saja," gumam Pak Burhan sembari menutup gerbang hingga rapat.

Alwi yang sudah berada di dekat lapangan mematung di tempat.
Sungguh tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Lapangan hari ini penuh dengan manusia.
Sebagian dari mereka ada yang masih mengenakan seragam SMP.

Sialnya Alwi lupa bahwa hari ini ada Masa Orientasi Siswa untuk peserta didik baru.
Tahu begitu tadi ikut Suheil saja lewat belakang.

"Apa gue bilang."

"Allahu Akbar," reflek Alwi, terperanjat ketika suara Suheil mengagetkannya. "Untung gue kagak punya riwayat sakit jantung."

Suheil menyengir, lalu menatap lapangan dengan wajah tertekan.

"Gimana mau kesana?" tanyanya.

Alwi mengendikkan bahu. "Terbang," ucapnya asal.

"Ini serius."

"Gue juga serius."

Udahlah.
Suheil menghela napas pasrah.
Ngomong dengan Alwi lama-lama bikin depresi.
Prioritas sekarang adalah pergi melewati lautan adik kelas di depannya.

Setelah membenarkan sandangan tasnya, menyikat rambutnya ke belakang. Suheil berjalan menuju lapangan dengan percaya diri.

Tiba-tiba.

Dug

Brukkk!

____ Kisah Sederhana ____

📖📖📖📖
.
.
.
.
.

Yang pengen tahu.
Beli di pasar 😂😂.

.
.
Gak-gak, yg pengen tahu Suheil kenapa,
tungguin next part.
Ehe.

Kisah Sederhana-(Alwi Assegaf)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang