Terjebak dalam Kata Akhir

7 0 0
                                    

Kala itu, hanya ada sebuah kertas yang bertuliskan nama siswa terdapat kelas yang tertera jelas disudut itu berwarna hitam pekat. Lagi dan lagi kegelisahan itu melanda.

"Pisah"

Tampak wajah lusuh gadis berikat rambut seperti ekor kuda hanya bisa menerka-nerka bahwa dia tidak akan memiliki teman disini. Zoya Geofanny yang hanya memikirkan dirinya sendiri seperti didalam sebuah kardus yang sudah di lem. Benar-benar introvert.

"Enak ya kalian, satu kelas lagi" katanya, mengeluh.

"Yaudah, bilang aja pindah kelas sama kepsek. Tukaran sama Rendy"

"Kalau bisa udah gue lakuin beneran. Kalaupun gue masuk kekelas unggulan kayak kalian pasti bakal rank 1 sih" tutur Zoya dengan sombong.

Angel mendelik geli, "iya, dari belakang"

Tawa, hanya tawa yang keluar dari 3 sekawan itu.

Dengan berat langkah, Zoya memasuki kelas nya yang sudah hampir penuh seperti semut itu. Tas yang sudah ia tanggalkan pun menghilang entah kemana. Hampir gila rasanya.

"Oh, lo yang punya tas dikursi itu?"

Zoya menatap gadis dengan pita pink itu dengan kaget. Lalu ia mengangguk kaku, entah apa yang terjadi dengannya sekarang.

"Tuh, di meja guru. Gue yang bakal duduk disitu"

"Maksud lo?" Tanya Zoya kaget.

"Lo ga paham bahasa manusia? Gue yang duduk di sini. Paham ga?"

Geram? Tentu, ingin meninju? Sangat. Nafas Zoya mulai tak beraturan, hentakan kakinya terlihat begitu marah. Syukurnya tidak ada penggaris besi di tasnya.

"Sialan" gumamnya.

"Apa lo bilang?" Tanya gadis pita itu.

"SIALAN, BABI! LO GA DENGAR GUE BILANG SIALAN!" Katanya dalam hati. Tak sanggup lidahnya berdebat dengan gadis manja itu.

Tak hirau sama sekali, Zoya hanya bisa mengubah tatapannya dengan tak senang.

"Kak, matamu itu lho. Orang bisa malas lihat kamu, kalau gitu natapnya. Kayak mata orang narkoba"

Bahkan sekarang dia masih mengingat setiap kalimat dari adiknya itu untuknya. Kini, dia hanya akan mencari bangku untuknya saja diantara lautan semua.

"Woy, Zoy! Sini!"

Matanya membelak lebar, tentu kaget untuk kesekian kalinya. Kakinya berlari kecil dan duduk di samping pemuda dengan kulit cokelat susu itu. Kebahagiaan menghampirinya.

"Lo disini juga?" Tanya Zoya kaget.

"Iya, akhirnya satu kelas njir!" Kata pemuda itu sedikit berteriak.

"Makasih, Tuhan. Akhirnya aku ga sendiri! Ada Haikal tercinta!" -Zoya

"Jangan lupa, gua ikut masuk kesini"

Kebahagian memang akan selalu ada bagi orang yang menderita.

"Ga bisa ini! Gue harus pamer ke anak sebelah! Memang kita itu ga cocok masuk kelas unggulan! Ntar bodohnya kayak Haikal!" -Zoya.

"Bukannya lo juga bodoh?" -Haikal

Gadis itu menutup mulut Haikal, hanya seorang Haikal yang tidak boleh bicara saat kebahagiaan Zoya menghampiri. Karena bibir Haikal itu lebih ganas dari ibu nya.

"Lo duduk disitu aja, ga usah pindah-pindah. Samping Haikal. Ntar kayak tadi lagi nasibnya" tutur Jeremy yang duduk dihadapan dua temannya itu.

"Jadi, lo duduk sama siapa?"

"Jovan"

"Jovan? Anak yang pernah takut dilempar bola pas digawang itu?"

Haikal terdiam seribu bahasa kali ini, "anjir... lo kok bisa lihat?"

"Oh, kelihatan. Anaknya takut bola, pernah kelempar bola juga kan? Kena mukanya?"

Semakin tidak percaya, kedua pemuda itu hanya diam sejadi-jadinya. Dia naif atau bodoh? Seberani itu dengan suara lantang.

"Lo suka sama gua, sampai perhatiin segitunya?"

Perlahan, perlahan, perlahan. Dari sinilah mulai timbul rasa itu. Rasa yang bahkan sudah hampir lamanya tidak muncul. Matanya pelan-pelan kembali menelisik pemuda yang baru saja datang dengan pakaian dan rambut yang sudah terpapang rapi. Jujur tampan.

Dirinya mulai berdiri dan mulai kikuk, semua orang yang didalam kelas itu melihatnya. Betapa bodohnya kau, Zoya. Kakinya melangkah asal, melarikan diri dari sana.

"Buat malu diri sendiri"

☆~~~☆

"Eh muka baru semua ya? Kok ga pernah lihat ini?" Ujar guru itu melirik semua murid, "coba kamu, Joy. Pindah ke samping Jovan, Jere ke Haikal" sambungnya.

Kaget sejadi-jadinya, "bu, saya sama Jere sering berantem. Nanti ga akur" elak Haikal tak setuju.

"Sengaja biar akur, penjaganya kan Zoya dan Jovan"

Gadis itu hanya diam dan terus menerua berdoa agar dijauhkan dari marah bahaya. Hari ini, hari kesialannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About A Short WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang