Jepit Rambut

786 99 34
                                    

"Kamu kenapa daritadi diem terus?" tanya Richie lembut. Tangan kekarnya mengusap rambutku pelan.

Aku menggeleng, "Gapapa, cuma capek aja."

"Capek kenapa?" Richie merangkul bahuku posesif. Saat ini kita duduk di ruang band. Aku dan dia kebetulan ikut ekskul yang sama. Tapi karena Pak Afik belum datang jadi kita bebas bermesraan.

"Tadi aku habis dihukum Pak Tawang. Disuruh squat jump 50 kali."

"Hng? Dihukum kenapa?" alis tebal Richie mengerut.

"Itu... Tadi aku habis ngobatin Rebecca. Kamu tau? Dia luka parah! Kayak habis di buli gitu!" aku bercerita kepadanya. Tapi ada yang aneh, sesaat mimik muka Richie berubah tak mengenakan sebelum kembali dihiasi senyum.

"Kamu kenal Rebecca darimana?"

"Dari Elena," sahutku singkat.

Kemudian terdengar helaan napas berat dari Richie. "Freen.." panggilnya dengan suara bertenaga. Sorot matanya yang tajam menjurus ke arahku.

"Apa?" tanyaku pelan. Gugup dan sedikit takut.

"Boleh aku minta sesuatu?"

Aku mengangguk.

"Aku mohon jauhi dia. Maksudku Rebecca. Dia akan membawa pengaruh buruk bagi hidupmu."

Aku mengerutkan dahi belum paham. Pengaruh buruk?

"Maksudnya?"

Richie tersenyum tipis, sedikit memalingkan muka. "Dia itu jalang. Setiap malam pekerjaannya melayani Om-Om hidung belang. Yang pasti jangan tertipu oleh wajah polosnya. Apalagi sikap sok lugunya."

Aku terkesiap. Benarkan itu? Yang kutahu Richie tak pernah berbohong. Dia tipe lelaki jujur.

Saat ingin kembali menimpali, Pak Afik datang. Terpaksa percakapan kita tunda. Meninggalkan ribuan pertanyaan tak terjawab di benakku.

_________

"He, bisu! Kerjain PR gue," Robert, cowok blasteran Indonesia-Belanda itu menghempaskan kasar buku fisikanya ke meja Becca.

"Inget, besok pagi udah harus selesai. Jawaban gak ada yang boleh salah. Sampe salah..." Robert mengarahkan tinjunya ke wajah gadis itu. "Paham?"

Becca mengangguk. Mengambil buku milik Robert dan kelima temannya.

"Cabut!" Robert keluar kelas diikuti antek-anteknya.

Becca tersenyum tipis. Tidak apa-apa. Setidaknya bisa sekalian belajar.

__________________

"Mamaaa! Hoodie Freen yang warna putih kemana?" teriak Freen sembari mengobrak-abrik isi lemarinya.

"Coba kamu cari di kamar Alia!" sahut Mama dari dapur

Freen terdiam. Mengeraskan wajah. Memasang ancang-ancang jurus seribu bayang.

"HIYAKKKKKK--BRAK!!"

Pintu kamar Alia--adiknya Freen--didobrak keras tanpa adab, membuat gadis yang menduduki bangku SMP itu terlonjak.

"Apa sih, Kak?! Kok gak sopan jadi orang!" sentaknya kesal.

"Kamu itu yang gak sopan! Sekarang mana hoodie Kakak? Cepet balikin!"

"Hoodie yang mana?"

"Gausah sok polos deh. Cepet! Kakak mau keluar disuruh Mama!"

"Ck, tuh dilemari!" tunjuknya dengan lirikan mata. Kemudian menggumam, "Hoodie gitu aja gak mau diikhlasin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEAR BECCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang