PROLOG

208 39 1
                                    

“Suatu saat nanti, akan ku buat semua laki-laki tunduk padaku,”

Nadiva Rezkita

••••

Gadis dengan wajah kusam, rambut dikepang dua, serta kacamata yang selalu bertengger di hidungnya itu berjalan menuju Apartemen laki-laki tampan yang sudah sebulan ini menjadi kekasihnya. Tangannya memegang erat sebuah kotak bekal berisi kue buatannya. Wajahnya terlihat berseri-seri, seakan tak sabar bertemu sang kekasih.

Tepat saat berada di depan pintu Apartemen kekasihnya, ia langsung mendengar suara keributan. Mungkin teman-teman Bian—kekasihnya—sedang berkunjung.

Gadis itu hendak mengetuk, namun ucapan seseorang membuat niatnya terhenti.

“Si Bian masih sama si cupu itu yah?”

“Kayaknya sih iya.”

Salah seorang diantara mereka bergidik ngeri. “Dia gak jijik apa sama Diva? Idih, gue liatnya aja berasa mual.”

Deg.

Mendengarnya, dada Diva berdenyut sakit. Padahal mereka semua bertingkah baik dihadapannya, tapi dibelakang, mereka justru jijik padanya.

“Jaga mulut lo pada, lo gak punya hak buat ngehina seseorang dengan mulut sampah lo itu!” tegas seseorang. Diva mengenal suara itu. Dia adalah Agler—cowok yang terlihat dingin, namun terkesan hangat jika bersamanya.

Brak!

Pintu itu Diva dorong dengan kuat, dan untung saja tidak dikunci. Ia menatap seluruh cowok diruangan itu dengan tatapan benci, terkecuali Agler yang duduk paling pojok di sofa.

“D-Diva?” Rendy namanya. Cowok mulut lemes yang sangat jijik jika membahas Diva.

Reza memutar bola matanya malas. “Kenapa sih, Ren? Takut dia denger? Biarin aja! Biar dia sadar kalo kehadirannya cuman bisa bikin orang jijik.”

“Mana Bian?” tanyanya dengan suara rendah. Ia semaksimal mungkin menahan amarahnya.

Giel yang memiliki wajah rupawan ketiga dikelompok mereka, langsung tersenyum miring ke arah Diva. “Lo mau liat? Sini, gue anter!”

Giel segera meraih tangan Diva dan membawanya ke kamar Bian dengan cukup terburu-buru, membuat Gadis itu beberapa terhuyung ke depan akibat tak bisa menyamai langkah lebar Giel.

Bruk!

Kotak bekal untuk Bian terjatuh, Diva hanya mampu menatap nanar kotak itu, namun Giel seakan tidak perduli. Ia tetap menyeret Diva ke depan kamar Bian.

Cklek!

Giel langsung membuka pelan pintu kamar Bian. Begitu kamar Bian terbuka, Diva langsung melihat pemandangan yang membuat hatinya kembali berdenyut sakit.

“B-Bian?” lirihnya tak percaya. Didepan sana ia melihat kekasihnya tengah tidur berdua dengan seorang gadis, dengan posisi gadis itu yang menjadikan dada telanjang Bian sebagai bantalan.

Giel melirik gadis disampingnya. “Dia Esya, tunangannya Bian.”

“T-Tunangan?”

Tak mau berdiri lama disana, cowok itu segera menarik Diva menjauh dari sana setelah menutup pintunya. Ia kembali membawa Diva kedepan teman-temannya.

“Gimana? Lo udah liat mereka 'kan? Lo gak usah berharap banyak, lo cuman bahan taruhan kita. Mana ada cowok yang mau sama lo, lo itu menjijikkan tau gak!” ujar Reza.

“Reza, cukup!” bentak Agler, ia benar-benar muak melihat teman-temannya tak tau menghargai seorang gadis.

Sebuah cairan bening terjatuh dari pelupuk mata Diva, ia sudah tidak tahan dengan penghinaan dari seseorang yang sudah ia anggap teman serta pengkhianatan kekasihnya.

Melihat itu, Agler langsung bangkit. Ia mendekat ke arah Diva dan menghapus air matanya, membuat gadis itu mendongak menatap Agler. Cowok itu menatapnya dalam, sembari tersenyum tipis.

“Agler, lo kenapa sih belain dia mulu? Lo gak jijik apa?” ujar Rendy yang kini bergidik ngeri.

Agler berbalik, hendak melayangkan sebuah bogeman, namun Diva menahan lengannya, membuat cowok itu kembali menatap Diva bingung.

Diva menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. “Lo bilang gue menjijikkan? Gak ada yang mau sama gue?”

Gadis itu terkekeh pelan, namun setelahnya sebuah seringai muncul dibibirnya. “Dengerin gue baik-baik. Suatu saat nanti, bakal gue buat semua laki-laki tunduk sama gue ... tak terkecuali kalian.”

****

@jejelizaa
[Kamis, 11 Agustus 2022]

NADIVA [FAST UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang