12

4.1K 112 1
                                    

Day Eighty

Jeno menatap nanar kekasihnya yang berbaring menatap hujan bulan Juli dengan wajah sendu. Sudah hampir sepanjang pagi hujan turun, dan sepanjang itu pula kekasihnya, Na Jaemin, duduk di sofa ruang tengah memandangi derasnya air yang membasahi Kota Seoul.

"Nana, ayo makan."

"Nanti."

"Ada ayam goreng kesukaan Nana."

"Nanti saja. Masih belum lapar."

Jeno menghela nafas panjang. Diletakkannya piring besar berisi ayam goreng yang ia bawakan untuk Jaemin tadi diatas meja. Dada Jeno rasanya sesak sekali melihat keadaan Jaemin seperti ini..

Sudah hampir dua minggu setelah kejadian dimana Jaemin ditabrak oleh psikopat yang terobsesi dengan dirinya. Sudah dua minggu Jaemin dan Jeno kehilangan bayi mereka dengan cara paling menyakitkan. Sudah dua minggu Jaemin begitu murung dan menolak untuk melakukan apapun selain melamun.

"Nana.." Jeno memeluk tubuh Jaemin dari belakang dan ikut memandangi hujan bersama kekasihnya. Jaemin tidak menjawab bahkan tidak bereaksi sama sekali. Dada Jeno semakin nyeri merasakannya. Tidak ada lagi Jaemin yang selalu tertawa dan hangat, tidak ada lagi suara riang Jaemin yang suka berceloteh, tidak ada lagi sinar kehidupan dalam mata Jaemin.

Dokter memang sudah mengatakan pada Jeno jika sangat wajah bagi seorang ibu untuk depresi dan traumatik setelah kehilangan bayinya. Jaemin pun akan begitu, hanya saja melihat Jaemin yang dulu selalu ceria dan kini sangat suram membuat Jeno ingin berlari menuju si psikopat dan mencekiknya dengan kedua tangannya.

Andaikan ia bisa..

Sayangnya si psikopat itu sudah mati.

Lebih sayangnya lagi si psikopat itu tidak mati di tangannya.

Jeno berusaha meredam amarahnya. Paling tidak Nancy sudah mati. Paling tidak kini tidak ada lagi yang akan mencelakai Jaemin-nya. Jeno menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, salah satu cara agar amarahnya tidak memuncak.

"Jeno, Nana kedinginan." Jaemin berkata pelan. Jeno mendengarnya langsung bertindak cepat, pria itu berlari menuju kamar dan menari selimut asal-asalan hingga tatanan kasur berantakan.

"Ini, pakai selimutnya." Jeno dengan lembut melingkarkan selimut pada tubuh ramping Jaemin. Tidak lupa ia ikut masuk didalamnya dan memeluk kembali Jaemin yang masih memandangi hujan.

Hari ini ada kemajuan. Jaemin mau bicara beberapa patah kata setelah berhari-hari hanya menggeleng dan mengangguk lalu berkembang menjadi 'iya', 'tidak', 'nanti' dan 'terserah'.

"Jeno, Nana ingin baby kembali." Jaemin berkata lirih. Terdengar jelas jika Jaemin menahan tangisnya. Jeno kembali merasa dadanya ditoreh pisau tajam. Ia merasa sangat tidak berdaya, marah, sedih. Semuanya bercampur menjadi satu mendengar suara Jaemin yang seperti ini.

"Baby sudah tidur dengan Tuhan." Jeno mengeratkan pelukannya pada Jaemin dan berbisik lembut pada telinga Jaemin. Jeno sendiri sebenarnya menahan tangisnya. Jika kemarin-kemarin ia berharap Jaemin mau bicara padanya, mengeluarkan emosi padanya atau menangis meraung-raung, kini Jeno sepertinya tidak kuat menghadapinya.

Jeno sama terpukulnya seperti Jaemin.

Hanya saja ia harus bersikap lebih kuat, untuk Jaemin.

"Tapi Nana belum bertemu baby." Jaemin mulai terisak. "Nana mau bertemu baby.."

Jeno membalik tubuh Jaemin agar menatapnya dan ternyata itu adalah kesalahan besar. Mata besar Jaemin menyiratkan kepiluan mendalam, air mata menggenang disana dan siap untuk tumpah kapan saja.

TOY - NOMIN Vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang