Nami tersentak mendengarnya.
Tiga kalimat yang keluar dari lelaki didepannya ini adalah hal paling terakhir yang ia harapkan. Mendengarnya terucap dari bibir itu dan sepasang mata beriris hitam yang menatapnya seolah akan menusuknya itu membuat Nami terasa dituntut.
"Kenapa?" Hanya itu yang bisa Nami ucapkan setelah pernyataan tidak terduga dari lelaki didepannya ini.
Sepasang mata yang selalu menatapnya dengan binar menggemaskan itu kini menyendu. "Bukannya lo pernah bilang ya kalo rasa suka itu tidak berdasar juga nggak apa. Gue suka sama lo, kak."
Nami tau─sangat tau bahwa dirinya saat ini benar-benar kacau.
Gadis itu menyayangi lelaki ini tapi tidak pernah lebih daripada kasih sayang seorang kakak kelas pada adik kelasnya.
"Tapi Luffy, gue─" gadis itu juga bingung harus mengucapkan kalimat apa. Penolakan? Ia tidak rela jika hubungan mereka yang sebelumnya harus hancur.
Luffy─yang pada saat itu masih dengan mental nekatnya terkekeh. "Kalo mau nolak tu nolak aja kak gak usah gak enakan. Lo ketebak banget deh."
"Gue bukan maksudnya gitu, Fy.."
"Iyaaa ngerti. Lo kan dari awal juga udah sering banget ngelak tiap gue bahas hal-hal yang menjurus ke sini, lo juga yang selalu berusaha nekanin kalo lo suka sama orang lain dan orang itu bukan gue, lo─"
"LUFFY BENTAR DULU DONG! Gue tau lo sakit hati tapi gue lebih sakit hati sekarang soalnya gue ngerasa gue ngasih harapan kosong ke elo. Luffy, please. This is the least thing I expect from our relationship."
Luffy tau jelas dari kedua mata Nami dan gestur gadis itu─kakak kelas kesayangannya itu sedang panik padahal Luffy cuma bilang tiga kata biasa yang sejak dulu sudah ia koar-koar pada Nami, bedanya saat ini Luffy sedang dalam mode serius.
"Gue suka sama lo. Udah, fine~! Ngapain harua dibawa ribet sih, kak? Kalo lo nggak suka ya gue tinggal bikin lo suka. Gitu aja ribet ah."
Nami melotot. Bahkan disaat seperti ini pun Luffy masih sangat menyebalkan. Pemuda ini tidak mengerti apa pun atau bagaimana?
"Jangan natap gue kayak gitu. Asal lo tau kak, gue daritadi nahan pipis sama sedih pas lo masang ekspresi itu. Seakan gue suka sama lo tuh persis kayak lo liat setan."
Nami mendesah. Ia mengacak rambutnya, "ARGGGH serah lu deh! Lu suka gue oke fine! Tapi asal lo tau yah gue KAGAK SUKA BRONDONG!"
Luffy mendelik. "Terus? Lo liat muka gue adakah gue peduli?"
Wajah Nami memerah sempurna, ia menahan umpatannya dan tersenyum. Ia pikir jika Luffy sedang menyatakan perasaannya pada seorang gadis pemuda itu akan lebih sedikit manusiawi dan romantis tapi ternyata, meh.
"Lanjutin nyapunya!" geram Nami.
Justru Luffy malah mengungkapkan perasaannya saat mereka berdua dihukum membersihkan ruangan olahraga yang berdebu dan sumpek.
Luffy terkekeh mendengar pekikan kesal Nami. "Iya siap, kak Nami."
Pemuda itu mendekati Nami dan merunduk untuk membisikan sesuatu di dekat telinga gadis itu. "Dan gue akan pastiin gue adalah brondong satu-satunya yang bakal jadi tipe idaman lo."
Nami merinding. Ia menatap Luffy ngeri tapi justru Luffy malah pura-pura menyapu.
"PANAS GUE PANAAAS!" ucap Nami sebal, mengusap telinganya yang memerah.
Disukai oleh Luffy mungkin adalah hal terakhir yang ia harapkan dari hubungan mereka tapi didekati Luffy dengan konteks romantis adalah sebuah pemikiran kecilnya yang selalu ia bayangkan sebelum tidur.
[END]