Chapter 6

22 5 8
                                    

Sampah plastik dan minuman kaleng tampak berserakan. Beberapa makanan ringan yang masih yang masih utuh terlihat menumpuk.

"Wahhh, sangat mengenyangkan," ucap Lucy setelah menghabiskan potongan daging terakhir.

"Dan kita masih memiliki makanan untuk besok," balasku senang.

Bagaimana mungkin tak senang. Kemarin aku harus menahan lapar karena kebutuhan perut yang tak terpenuhi. Terlebih lagi kami harus melakukan perjalanan yang rumit. Belum lagi guyura hujan yang begitu deras membuat kami basah kuyup.

"Aku mendapatkan banyak keberuntung hari ini." Ucapanku membuat mereka menatap tak percaya.

"Kemarin kau bilang banyak kejadian buruk yang menimpamu dan sekarang hanya karena makanan kau bilang telah mendapat banyak keberuntungan?" tanya William tak percaya.

Jojo terkekeh mendengar hal itu, "Apa kau masih belum mengerti Will? Dia kan hanya anak kecil yang akan tenang jika diberi makan."

Aku menatap tajam Jojo. Ingin rasanya melemparkan kaleng minuman kosong ini padanya. Atau mungkin lebih baik aku melemparkan yang masih berisi untuk membuatnya jera. "Mulutmu memang minta dijahit ya, Jo?!"

"Aku ini tidak sedang bercanda tau! Hari ini memang banyak keberuntungan yang kualami," sambungku.

"Iya iya, aku percaya. Memang hal apa yang kau anggap sebagai keberuntungan selain makanan sebanyak ini?" tanya Rebecca dengan sabar.

"Bukankah kalian tadi melihatnya sendiri? Aku menghajar satu zombie dengan stik ini. Aku menghajarnya dalam gelap dan membuat zombie itu tidak bergerak lagi. Bukankah aku sangat keren? Ah, sepertinya aku sudah bisa bertarung," ucapku sombong.

"Tidak. Aku tidak melihatnya," bantah Marfoy membuatku menoleh tak terima. "Tapi, aku sungguh tidak melihatnya. Tadi kan gelap," sambungnya sembari tertawa nakal.

"Bei bei. Lagian baru menghajar satu zombie saja kamu udah sombong sekali," tukas Lucy.

"Tentu saja, ini seperti prestasi bagiku."

Tanpa membantah lagi mereka hanya menggelengkan kepala mendengar ucapanku. Namun, kurasa tidak dengan Kak Zavier. Kulihat dia justru tersenyum lebar memperlihatkan gigi gerahamnya. Dan sudah pasti dia bangga mempunyai adik kelas sepertiku.

"Oh iya, aku juga menemukan ini," ucapku memperlihatkan gelang emas yang kutemukan.

"Aku menemukannya di dekat pintu belakang. Apa kalian mengetahui siapa pemiliknya? Mungkin saja ada anak lain yang selamat selain kita," jelasku saat mereka mengamati gelang itu.

"Gelang ini . . . ," ucap Jojo lirih.

"Kamu tahu siapa pemiliknya, Jo?" tanyaku lagi.

"Ya, berikan padaku."

Aku pun hanya mengangguk dan memberikan gelang wanita itu. Tunggu, gelang wanita? Apa pemilik gelang ini kekasih Jojo? Ah tapi bisa jadi juga temannya kan. Sudahlah, memang apa hubungannya denganku. Segera aku menghilangkan pikiran penasaraan dan sangkaan yang terus bermunculan.

"Mau kemana Jo?" Pertanyaan Marfoy membuatku turut menatap Jojo yang beranjak dari posisinya.

"Toilet. Kenapa? Mau ikut?" balas Jojo membuat Marfoy bergidik ngeri.

"Gelang yang diminta Jojo gelang wanita kan? Apa mungkin itu gelang kekasihnya? Kulihat tadi ekspresinya tampak terkejut melihat gelang yang ditunjukkan Bei?" bisik Lucy padaku dan Rebecca setelah kepergian Jojo.

Kini kami, para gadis merapatkan posisi untuk membahas konspirasi dari Lucy. Di saat para lelaki hendak terlelap. Aku sendiri juga juga merasa penasaran siapa gadis pemilik gelang itu, walaupun sudah beberapa kali mencoba untuk tidak peduli.

Dreaming: High School FightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang