Chapter 8

8 2 3
                                    

Pemandangan langit biru yang tampak cerah tertangkap oleh ke dua mataku. Entah mengapa aku tidak dapat menggerakkan anggota tubuhku, seperti semestinya. Aku pun hanya bisa menatap samar orang-orang yang berdatangan.

"Astaga, kasihan sekali."

"Bagaimana bisa seperti ini?"

"Cepat telfon ambulans!"

"Darahnya banyak sekali. Jika terus begini, dia bisa mati."

"Apa dia bisa diselamatkan?"

"Apa perlu memanggil polisi?"

Omongan yang saling berbisik terus terdengar. Ingin rasanya aku berteriak meminta mereka untuk menjelaskan situasi. Sayangnya aku terlalu lemas untuk sekedar angkat bicara. Aku pun hanya bisa mengedipkan mata menerima sorotan sinar mentari.

"Nak?" Seseorang berjongkok di dekatku. Butuh beberapa saat bagiku untuk melihat wajahnya dengan jelas lantaran cahaya mentari yang menyilaukan.

Pria itu menatapku dengan raut wajah prihatin. Seolah aku telah mengalami hal yang sangat memilukan. "Nak, bertahanlah-Zrzzzz. Ambulans se-Zrzzzz."

Pandanganku terasa ganjil bagai monitor yang rusak. Hingga aku merasa pusing melihat wajah sang pria yang terus berganti dengan wajah lain yang tampak aneh. Ucapannya juga terputus-putus dan membuatku tidak dapat memahaminya dengan jelas.

Kembali aku memincingkan mata. Berusaha melihat wajah pria yang tadinya terlihat jelas.

Erghhh

Wajah seram penuh darah muncul di hadapanku. Matanya berselaput, tetapi mampu membuat bulu kudukku berdiri dengan cepat. Di detik berikutnya ia membuka mulutnya dan langsung menerkamku.

Aku membuka mata seketika, terbangun setelah menyaksikan zombie di depan mataku. Wajahnya yang setengah hancur berhasil memicu cepat detak jantungku. Hingga napasku turut terengah-engah. Keringat pun menetes dari pelipis, seolah memperjelas ketegangan yang telah aku alami.

Dengan cepat aku menatap sekeliling khawatir wajah seram itu benar ada di sekitarku. Beruntungnya, yang kutemui hanya sebuah ruangan dengan beberapa peralatan yang menganggur. Hanya ada celah kecil, ventilasi selain pintu yang aku sandari.

Mimpi yang terasa nyata itu sungguh membuatku khawatir. Hingga tanpa sadar aku memastikan kondisi tubuhku. Menggerakkan kedua tangan dan kakiku. Mencengkram pakaianku guna memastikan fungsi jari-jariku. Ini seperti sebuah pencarian kebenaran bahwa tubuhku tidak mengalami kelumpuhan seperti yang sempat aku alami.

"Bei? Ada apa?"

Suara berat itu membuatku menoleh. Aku terdiam menatap Jojo yang baru saja terbangun dari tidurnya.

"Hei! Kenapa?" tanyanya menyentuh tanganku

"A-aku kira, aku akan mati."

"Apa?!"

Aku menggeleng cepat, "Bukan apa-apa. Aku hanya menyaksikan kejadian aneh."

Jojo mengubah posisinya. Menatapku lekat-lekat, "Kamu mimpi buruk ya, Bei?"

Aku mengangguk, "Tapi, mimpi itu terasa nyata, Jo. Saat itu aku seperti sedang sekarat dan tubuhku sudah tidak bisa bergerak."

Tanpa sadar air mata telah jatuh. Rasa takut yang terus tumbuh membuat pikiranku semakin kalut. Kabut kekhawatiran membuatku tak tenang, memikirkan kematian. Seolah aku dapat berubah menjadi zombie kapan saja.

"It's okay, Bei. Everything is gonna be fine," ujar Jojo memelukku.

Pelukan hangat Jojo memberiku sedikit kekuatan. Sialnya, air mata ini semakin terjun tak karuan. Membayangkan jika aku harus berpisah dengan kehangatan ini. Berpisah dengan mereka yang telah memberikan semburan warna pada kehidupanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dreaming: High School FightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang