"Gue hitung mundur, kalo lo nggak pergi, gue anggap lo terima dan nggak ada kesempatan untuk lo kabur"
"Lima, empat.. tiga.. dua..
[END]
start : 22/7/22
finished : 4/9/22
Hening menutup pintu kamarnya kencang, gadis itu berlari menuju kasur, lalu memeluk teddy bear nya erat.
"Surprise? Surprise apaan sih" tanya gadis itu pada dirinya sendiri, mengingat ucapan Liam di kelas tempo hari.
"Jangan-jangan gue gila...nggak! Gue nggak mungkin gila! Hahahaha!"
Gadis itu tertawa, terdengar seperti tawa penyihir yang ada di film-film.
"Masa gue suka sama Liam sih? Nggak mungkin deh! Apaan sih lo, Ning! Nggak waras, lo!" Monolog Hening, membuat gadis itu semakin terlihat seperti orang gila.
Entah kenapa perasaan gugup menghampiri gadis itu ketika pria yang biasa ia anggap menyebalkan itu mengajaknya jalan berdua.
"Kayaknya gue kerasukan"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seorang pria mengayunkan kakinya dari rooftop gedung.
Memejamkan matanya sambil menghirup udara dari ketinggian gedung tingkat tiga ini sebanyak-banyaknya. Lalu menghembuskannya. Suara hembusan itu terasa sangat berat, membuat kedua mata pria itu mulai berair.
Rintik hujan turun perlahan, sedikit demi sedikit, hingga semakin lama terasa semakin kencang, menghantam tubuh pria yang masih bertahan di posisinya.
Pria itu mulai menangis, menumpahkan rasa sesaknya sebanyak mungkin meski ia tahu rasa sakitnya tak akan berkurang sedikitpun. Renja menyukai hujan, karena rintik hujan menyamarkan air matanya.
Namun Renja juga membenci hujan, karena ia turun disaat Renja kehilangan sosok berharganya.
"Renja ikut! Renja mau ikut ayah!"
"Nggak bisa nak, Ayah mau pergi ke luar kota, luar kota itu jauuuh banget. Kamu nggak bisa ikut, kamu di rumah sama Ibu, ya?"
"Nggak mau!"
Tirta menatap putra semata wayangnya dengan tatapan sendu, sebenarnya ia juga tak ingin meninggalkan sang putra.
"Nanti Ayah pulang kok, jangan rewel ya! Nurut sama Ibu"
"Hiks....enggak! Ayah nggak boleh pergi!"
Tirta memeluk putranya, mengusap lembut pucuk kepala lelaki mungil itu lalu melepaskannya dengan berat hati.
"Ayah pergi"
Tangisan Renja semakin kencang, sang Ibu langsung memeluknya agar Renja kecil tak berlari menyusul sang Ayah.
"Ibu, nanti ayah pulang,kan?"
"Iya sayang, ayah pasti pulang"
Baru sekian detik ia melihat ayahnya pergi mengendarai mobil, Renja yang berada di gendongan sang Ibu langsung berteriak histeris saat mendengar suara keras.