1. WE ARE BEST FRIEND

65 7 0
                                    

Sekumpulan pemuda berpakaian seragam putih abu-abu berlari kencang sembari saling tertawa setelah dipergoki memanjat tembok sekolah oleh security. Pemuda-pemuda tersebut berlari sekencang-kencangnya agar security tidak bisa menangkap mereka. Security juga dibuat bingung ketika mereka berlari sembari berpencar sehingga terasa sulit untuk menangkap kumpulan pemuda itu seorang diri.

Para pemuda yang sudah berpencar itu tersenyum puas melihat security yang kebingungan menangkap mereka. Namun mereka lupa akan satu hal, bahwa setiap sudut sekolah ini dipenuhi oleh cctv yang selalu mengawasi. Di sisi lain, guru BK sedang tersenyum kecut melihat mereka dari monitor cctv yang ada di kantor guru.

"Aril, Teguh, Denis, Ray, Kafin," Bu Vika menunjuk kelima murid laki-laki yang tertangkap cctv sedang berlarian-larian. "Kena kalian sama Ibu,"

×××

"Baju dimasukin! Mau jadi preman kamu di sekolah?"

"Ini kenapa rambut belum dipotong? Apa ibu aja yang motongin?"

"Itu jari kuku kenapa panjang banget? Mau jadi kucing garong?"

"Kenapa sepatu kamu warna biru? Sepatu sekolah itu warna hitam!"

Bu Vika terus mengoceh memarahi 5 murid laki-laki yang barusan melompati tembok untuk memasuki area sekolah. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Bu Vika untuk menangkap mereka yang sudah menjadi tamu langganan ruang BK setiap minggunya.

Bu Vika melipat kedua tangannya, memperhatikan satu-satu mereka dengan sorot mata kesal bercampur lelah karna mereka yang sering berulah.

"Bisa nggak sih kalian, seminggu aja nggak buat onar dan nggak masuk ruang bk?"

"Kita kangenan terus sama Ibu. Jadi kita harus ketemu Bu Vika di ruangan BK supaya mengobati rasa kangen itu Bu," jawab salah satu dari kelima murid itu, sebut saja namanya Ray.

"Blegug kamu, Ray," sahut Bu Vika kesal.

"Edan emang si Ray," gumam pelan Aril membuat ketiga teman yang lainnya tertawa kecil.

"Ekh, ngapain kalian ketawa? Emang ada yang lucu?" Suara Bu Vika meninggi satu oktaf.

"Enggak ada Bu!!!" Mereka berlima menjawab serempak dengan volumen yang keras.

"Di antara kalian, siapa yang mau jelasin alasan kenapa lompat tembok sekolah?" Sorot mata Bu Vika jatuh ke Kafin. "Kafin, coba kamu yang jelasin,"

"Saya bu?"

"Ya, iya kamu. Memangnya mau siapa? Lagi pula pasti otak dari semua itu pasti kamu. Toh, kamu ketua dari komplotan kamu ini, kan?"

Kafin menyengir kuda.

"Sebenernya nggak ada alasan khusus sih bu, hanya saja tadi kita berlima telat masuk sekolah, jadi kita harus manjat tembok supaya bisa masuk ke dalam sekolah karna gerbang depan pasti udah dikunci."

"Udah masuk ke mata pelajaran ketiga, dan kalian baru dateng ke sekolah?" Bu Vika maju beberapa langkah mendekati Kafin. "Kamu pikir sekolah ini punya bapak moyang kamu?"

"Hem, setahu saya bu, ayah saya memang punya saham di sekolah ini,"

"DIEM KAMU! Mau bapak kamu punya saham ataupun bapak kamu yang punya yayasan sekalipun ibu nggak peduli. Aturan sekolah tetap aturan yang harus ditaati!" Bu Vika berbicara dengan berapi-api.

"Iya, bu. Maaf,"

"Sekarang Ibu bingung mau ngasih hukuman apa ke kalian, karna sangkin seringnya kalian dapet hukuman dari Ibu."

"Izin memberi usul bu. Kalau ibu bingung, lebih baik kita nggak usah dihukum bu." Denis mencoba memberi usul yang berakhir mendapatkan sebuah toyoran keras dari Bu Vika.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMICOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang