part 3

21 20 6
                                    

Happy Reading!!!

Araline berdiri termenung. "Bagaimana tidurmu semalam, Araline? Apa masih suka mengigau?' Tanya Keyla saat melihat Araline sedang berdiri menghadap lokernya, Araline baru saja selesai mengenakan seragam saat Keyla muncul.

Araline menoleh cepat dan hanya menggeleng. "Aku tahu kau bohong. Tidurmu pasti tidak nyenyak, kamu kelihatan pucat!" Bantah Keyla sambil memperhatikan wajah sahabatnya itu lebih dekat.

Araline membuang pandang, mengalihkan wajahnya dari tatapan Keyla yang mencurigainya. "ini bukan mengigau seperti yang lo pikirin, Key!" Elaknya berusaha terlihat baik-baik saja. "Bukan penyakit atau pun halusinasi yang muncul tanpa disadari." lanjutnya menenagkan Keyla yang mulai terlihat simpati.

keyla mendesah. "Gw gak tau apa yang sebenarnya terjadi sama lo, tapi percaya gw selalu berharap agar lu bisa hidup tenang dan bahagia." Ucapnya sunguh-sunguh.

Araline tersenyum terharu. "Terima kasih Teman, lu memang satu-satunya yang tulus meng khawatirin gw!" Ucapnya.

Keyla mengangguk cepat. "Dan menerima perhatian pelanggan tetap itu kayaknya pilihan yang tepat deh, lin. Dia lelaki mapan yang punya cukup uang, lu bisa hidup enak kalo menikah sama dia." Bisik Keyla kemudian.

Araline mendengus. "Apa-apaan sih ini? kenapa tiba-tiba ganti topik? lagi pula, siapa juga yang mau nikah? Dia gak terlihat kayak sedang merayu gw, ngerti?" Bantahnya kesal.

Keyla mendekat dan mendecak berkali-kali. "Astaga anak ini, kenapa lu begitu polos, ha? Dua tahun ini dia selalu minta lu yang nganter pesanan ke mejanya. Apa lu memang senaif itu sampai gak nyadari maksudnya?" Araline langsung membekap mulu Keyla saat wanita itu sudah bicara dengan suara keras.

"kecilin suara lu..!" Bisiknya agak marah.

"Habisnya lu ini bodoh banget! masa gitu aja gak paham!" Balas Keyla, kali ini bahkan lebih keras dari ucapannya yang tadi.

"Sedang apa kalian di sini?"

Benar saja apa yang ditakutkan Araline akhirnya terjadi, tiba-tiba saja Madam Horta muncul dari belakang.

Araline menyumpah-nyumpah sambil menunduk, menyesali tidakan Keyla yang bisa berdampak buruk pada jumlah nominal yang akan ditransfer pada rekeningnya.

"Kami hanya tarlalu bersemangat, Mam" Keyla yang akhirnya menjawab. Ternyata dia cukup bertanggung jawab.

Madam Horta mendesis. "Jangan sia-siakan semangat kalian hanya untuk mengobrol! cepat kembali bekerja! sebentar lagi pelanggan akan berdatangan dan aku tidak ingin mereka tidak menemukan kalian saat sudah duduk!" Perintahnya dan kedua pelayannya itu langsung mengangguk dan segera barlalu dari sana.

_________________________

Araline menegang saat tanpa sengaja berpapasan dengan Raga saat akan mengantar pesanan. Ia tidak sadar kalau Raga sudah berdiri di belakangnya dari tadi.

"Apa kabar, Ra?" Sapanya, seperti biasa.

Araline mendadak tidak bisa bergerak, teringat obrolannya dengan Keyla tadi pagi saat di ruang ganti.

"Apa kamu sakit?" Tanyanya lagi dengan wajah khawatir.

Araline segera berdecak cepat dan sedikit menyesali keteledorannya melamum di depan pelanggan, Apa lagi Raga ini bukan pelanggan biasa. Dia ini pelanggan istimewa karena sudah berlangganan selama dua tahun tanpa pernah sehari pun absen.

Madam Horta bahkan sudah memberi lelaki itu member card yang memiliki hak veto untuk memilih sendiri siapa pelayan yang akan mengantar pesanan untuknya. Secara tidak langsung dalam kasus ini, Madam Horta sudah 'Menjual' Araline melalui kartu itu Bagaimanapun, semua pelayan yang ada di sana juga tahu kalau Raga pasti akan memilih Araline.

"Ha? G...gw gak papa kok!" Jawabnya setelah berhasil menyadarkan diri dari lamunan yang tidak bermutunya. "Gw permisi dulu!" Pamitnya cepat dan Raga membiarkannya pergi begitu saja.

Setelah ini, Araline akan kembali lagi untuk mengantarkan pesanan untuknya
sekeras apa pun dia menghindar, Araline pasti akan kembali lagi padanya dengan membawa sebuah nampan.

           ____________________________

Araline melangkah dengan bermalas-malasan menuju ke apartemennya. Dia memang tipikal yang ogah-ogahan dalam melakukan suatu pekerjaan. Di kedai manapun, Araline juga tidak terlalu bersemangat Araline selalu tergantuk-ngantuk sambil menunggu pelayan di balik konter menyerahkan nampan, Dia selalu terlihat seperti wanita yang kurang tidur.

"Apa mau bareng?" Keyla muncul lagi dengan sepeda tuanya.

Yang ditanya hanya menggeleng seraya tersenyum sinis. "Gak usah Key, udah deket kok" Tolak Araline sambil menunjuk apartemennya dengan ujung mata hazelnya.

Keyla tertawa dan segera turun dari sepedanya, lalu berjalan di sebelah Araline sambil menuntun sepeda tua miliknya. "Apa lu kepikiran?" Tanyanya ingin tahu.

"Gak ah" Jawab Araline. Padahal kenyataannya dia memang hanya melamun saja tanpa memikirkan sesuatu sepanjang di jalan tadi.

"Bener nih? Apa lu gak lagi mempertimbangkan untuk menerima cinta Raga atau sebaliknya?" Goda Keyla, dan langsung membuat langkah Araline terhenti.

"Dia lagi?" Tanyanya marah. "Ada apa sama lu key? kenapa selalu aja menyebut nama lelaki itu!" Lanjutnya seraya menatap Keyla dengan wajah kesal.

Keyla hanya menahan tawa melihat reaksi Araline yang berlebihan. "Gw hanya mengusulkan Aline. Kenapa lu kelihatan begitu kesal? kalau gak suka, ya udah, gw juga gak maksa lu, kok!" Katanya dan segera naik ke atas sadel sepedanya. "Sampai jumpa besok!" Pamitnya dan mulai mengayunkan sepedanya, meninggalkan Araline yang masih diam terpaku.

"Apa gw memang berlebihan, ya?" Ucapnya dalam hati.

           ____________________________

Araline termenung di atas sofa putihnya, kali ini tidak ada Cider atau pun minuman beralkohol lainnya. Ia hanya ingin merenung dalam pikiran sehat tanpa pengaruh apa pun, Entah kenapa ucapan Keyla kembali membayanginya. Araline tidak biasanya seperti ini selama ini ia sama sekali tidak pernah terpengaruh dengan ucapan siapa pun, Tetapi kenapa ucapan Keyla tentang Raga terus mengusiknya.

"Apa yang sebenarnya lu risau in , Araline?" Ia bertanya pada diri sendiri lalu memikirkan jawabannya dalam waktu yang cukup lama.

Araline bertopang dagu dengan wajah serius, pandangannya masih tertuju pada layar Tv yang tidak menampilkan apa-apa karena belum dinyalakan.

"Ah, ada apa dengan gw?" Desahnya kemudian dan langsung bangkit saat sadar kalau dia sudah telat untuk bekerja di tempat yang lain lagi.

            ____________________________

Pagi hari yang lembap, Araline membuka matanya yang berat. Ia mengerang saat mendapati cahaya matahari di atas kepalanya, menyilaukan. Araline menguap, lalu Araline memaksa bangkit dari tidurnya dan merangkak setengah sadar sampai kakinya menyentuh lantai.

Araline berdiri sebentar di depan cermin, memandangi pantulan dirinya yang terlihat berbeda. Araline yang mengenakan gaun tidur berbahan satin dengan rambut auburnnya yang terurai sampai pinggang, panjang dan bergelombang, dan wajah yang masih menyisakan riasan tipis bekas semalam.

Araline lalu membuka matanya lebar-lebar. "Lihat, Kamu pasti membenci wanita itu, kan? Aku sangat membencinya! Dia pemain opera sabun terhebat yang pernah kukenal! Dia tukang akting yang punya kemampuan setingkat pemenang piala Oscar. Kamu tahu siapa dia? Dia Revaline Araline yang rendahan dan tidak punya harga diri". Araline berhenti bicara dan menggigit bibir menahan tangis. "Dia....dia...Araline! Dia adalah aku yang membenci diriku sendiri" Lanjutnya seraya menyeka ujung matanya yang basah. "Harusnya kamu mati lebih awal, Araline! Siapa pun pasti muak melihat dirimu yang payah ini!" Lanjutnya memaki.

"Kamu harus melakukannya, Araline. Kamu harus benci dirimu yang munafik!" Ucapnya lagi, kali ini sambil berjalan menuju kamar mandi.

-----

Terima kasih untuk yang sudah membaca nyaa, jangan lupa tinggalkan vote serta komen agar menjadi penyemangat gue untuk lanjut, tunggu part selanjut nyaaa....

27 Agustus 2022




Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Aug 27, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Revaline AralineDonde viven las historias. Descúbrelo ahora