PROLOG

437 12 0
                                    

Tangannya terus mencoret tanda tangan di sebuah novel yang ia tulis. Dia tidak hentinya tersenyum senang ketika menatap tanda tangan miliknya di karya sendiri. Banyak orang berbaris menunggu giliran untuk mendapatkan tanda tangannya dan bertemu dia secara langsung. Senyum gadis itu semakin lebar. Tidak pernah menyangka bahwa dia akan mencapai titik ini. Menjadi penulis. Sudah tiga buku sebelumnya yang ia tulis, ditambah satu ini. Keempat buku itu masuk kedalam best seller. Karyanya disukai oleh banyak remaja. Menurut mereka, kisah romansa yang ia tulis tidak terlalu lebay, namun juga membuat pembaca terbawa perasaan sendiri. Salah satu karyanya yang menjadi topik pembicaraan di media sosial adalah novel yang baru terbit dua bulan lalu. Berawal dari iseng menulis kisahnya dengan seorang lelaki saat masih menjadi siswa SMK dulu, sekarang kisah percintaan remajanya sudah dibaca oleh banyak orang. Para pembaca mengenalnya dengan nama Medea Lav, penulis kisah romantis remaja.

Gadis itu terdiam sesaat. Matanya membaca satu nama yang sekarang menjadi tokoh utama dalam karyanya. Dia jadi teringat masa itu, disaat mereka  masih bersama.

Tulisan yang seharusnya gue kasih sebagai kado ulang tahun lo sekarang jadi banyak dibaca. Selamat, lo abadi dalam karya gue. Dimana pun lo berada, semoga kita bisa ketemu lagi.  Gadis itu diam. Batinnya berkata seperti itu. Memang benar Jika sampai saat ini dia masih berharap bisa bertemu dengan lelaki itu.

"Kak Medea, Aku boleh minta foto?" Lamunan Medea dibuyarkan oleh suara seseorang disampingnya.

Medea menoleh, kepalanya mengangguk seraya  bibirnya mengeluarkan senyuman kecil. Orang itu mulai memotret, lalu mengucapkan terima kasih. Dia juga meminta novel karya Medea yang lain untuk ditandatangani. Medea memberikannya. Tidak masalah meskipun acara ini membahas satu buku miliknya yang baru terbit.

Perempuan itu berseru senang. Orang yang mengantri di belakangnya maju, dia tidak menyodorkan sebuah buku Medea untuk ditandatangani, tetapi tangan lelaki itu malah memberikan sebuah es krim stroberi kepadanya. Es krim stroberi yang Medea kenal sekali.

Medea segera mendongak untuk menatap wajah lelaki itu. Jantungnya berdegup kencang setelah melihatnya.

"Hai," suara beratnya menyapa Medea.

***

Medea LavavyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang