Catatan 1 - Abi: Far Away

273 16 5
                                    

I know where my eyes would lay
And if my heart could say
I love you from far away
And it grows, and it grows each day

-

Song for this chapter:
Ify Alyssa - Far Away

-

Gue tersenyum melihat dia berjingkrak-jingkrak saat bola seukuran kepala melambung di udara karena servis yang baru saja dilakukannya berhasil. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Bola itu melambung melewati jaring net dan gagal diterima oleh pihak lawan.

Rambut hitam panjangnya yang semula diikat menyerupai ekor kuda, kini mengendur karena helai-helainya mulai keluar dan menerpa pipi saat tertiup angin.

Senyum lebar, kekehan panjang, hingga tawa kencangnya tak luput dari mata dan telinga gue yang masih betah berlama-lama memandanginya dari pinggir lapangan.

Gue kembali tersenyum. Kali ini karena dia disoraki teman-teman satu timnya karena gagal menerima bola dari pihak lawan. Dia meringis sambil mengucapkan kata maaf dan melakukan pembelaan karena gerakannya yang kurang gesit sehingga melewatkan umpan yang datang.

"Dilihatin terus," gue mendongak saat sebuah suara menginterupsi kegiatan yang tengah gue lakukan.

Ternyata Kindy. Gadis berlesung pipi itu kini tengah tersenyum mengejek.

"Gigi kamu kering tuh kelamaan nyengir." Ledeknya lagi sesaat setelah mendaratkan bokongnya di sebelah gue.

"Deketin dong, make a move!" Tambahnya lagi. Tak lupa disertai sikutannya pada lengan gue.

"Jadi cupid bisa, tapi sendirinya cupu." Ledekan demi ledekan terus keluar dari bibirnya macam petasan.

Alih-alih tersinggung, gue justru tertawa. Karena ucapannya barusan benar adanya.

"Bakalan canggung nggak, sih?" Gue bertanya retoris, tapi Kindy justru terlihat sedang memikirkan jawabannya.

Dia membuka botol minuman isotonik yang dibawanya kemudian meminumnya hingga habis setengah. "Canggung kayaknya pasti, but it's better, kan, daripada dipendem-pendem gini?"

Gue hanya mengangkat bahu.

"Hmm ... dibantuin nggak boleh, suruh gerak sendiri nggak mau." Kindy berujar malas, "Ya kalau diem aja kayak gini mah, sampe lulus juga nggak bakalan ada progress."

Gue kembali tertawa melihat wajah Kindy yang cemberut karena kata-kata bawelnya nggak gue indahkan.

Jam pelajaran ke-lima dan ke-enam yang diisi oleh mata pelajaran Penjaskes telah usai sejak bermenit-menit yang lalu, tapi anak-anak kelas gue masih betah berlama-lama di lapangan karena asik bermain voli.

Saat tengah mendengarkan petuah-petuah Kindy tentang gue yang seharusnya begini dan begitu pada gadis yang gue taksir, tiba-tiba bola voli menggelinding ke arah gue dan berhenti tepat di ujung sepatu yang gue kenakan.

"Abiiiii, tolong lempar bolanya, dong!" Kepala gue terangkat saat nama gue dipanggil dengan suara nyaring.

Dan di sana, di tengah lapangan, di bawah terik sinar matahari, Nina tengah melambai-lambaikan tangannya. Meminta gue untuk segera melempar bola voli yang kini teronggok di ujung sepatu gue.

"Semesta udah mendukung," Kindy menepuk-nepuk pundak gue. "Giliran kamu yang harus aksi."

"Abiiiii!" Nina memanggil nama gue sekali lagi.

Alih-alih melempar bolanya seperti yang dia minta, tanpa pikir panjang gue segera bangkit berdiri kemudian berjalan menghampirinya dengan kedua tangan memegang bola.

Catatan Akhir Sekolah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang