Delapan

19 0 0
                                    

Meskipun masalalunya indah, tapi itu hanya kenangan. Kamu dan dia berhak melangkah bersama.

Sudah hampir satu jam Raya menunggu seseorang, ia mencoba menelfon kembali orang tersebut. Belum juga di telfon, orang yang Raya maksud sudah datang.

"Sorry Puspa, gue tadi banyak kerjaan." Ucap laki-laki itu sembari duduk di kursi depan Raya.

"Iya gak apa-apa." Raya memulai pertanyaan. "Sebenarnya, gue pengen nanya ke lo tentang Rio."

"Oh tentang Rio. Kirain tentang kita?" Jawab Ovan becanda.

"Yeee bisa aja lo. Iya gue pengen tau, Rio itu sebenarnya punya cewek ga sih?"

"Lo, pengen tau banget nih?"

"Iya Van, please gue pengen tahu."

"Tiga tahun yang lalu sih punya, tapi sekarang gue ga tahu deh. Dulu mereka suka nongkrong bareng kita. Bahkan kita semua tiap jalan-jalan bawa cewek masing-masing, Rio juga sempet bikin channel YouTube bareng sama ceweknya, isinya tentang keseharian mereka, perjalanan mereka,dan lain-lain."

"Terus, kenapa akhirnya putus?"

"Kalau untuk itu gue ga tau, Rio juga ga pernah cerita ke kita-kita. Kita juga ga pernah nanya."

"Udah sedeket itu ya mereka, gue ga yakin bisa deketin Rio."

"Emang sih Rio agak ribet kalau urusan milih cewek. Kamu mau sama yang ga ribet?"

"Sama siapa?"

"Sama aku lah, hehehe." Ovan terkekeh.

"Gue jadi ga yakin bisa deketin Rio." Raya sedikit pesimis setelah mendengar cerita Ovan.

"Kenapa ga yakin? Ga ada yang ga mungkin bukan?"

"Ga tau, gue kok jadi ragu ya."

"Lo harus optimis Puspa, coba sekali lagi lah. Ya udah, kita makan dulu ya. Nanti lanjut pertanyaan yang lain."

"Kayaknya cukup deh Van, gue ga akan nanya lagi."

"Ya udah makan dulu gih, nanti kamu laper lagi." Ovan melihat gerak-gerik Raya yang mulai berbeda. Ada rasa menyesal kenapa ia tadi bercerita cukup banyak. Sedangkan Raya, hanya mengaduk-aduk mie nya tanpa ia suap.

"Puspa, Lo ga makan mie nya. Sayang-sayang udah dibayar tadi." 

"Gue jadi ga laper ya, gue pulang aja kali Van."

"Tunggu dulu, nanti gue anterin. Gue abisin mie nya dulu ya."

Ovan mengantarkan Raya, bukan sampai di depan rumahnya. Malam ini, Raya tidur di rumah orangtuanya. Dan terpaksa ia harus memberitahu alamat rumah orangtuanya.
Lalu, Ovan membawa mobilnya menuju caffeshop untuk bertemu Rio dan Daffa.
Malam itu ada acara nobar bola yang diadakan di coffeshop. Karena itulah, suasana coffeshop sangat ramai. Pengunjung yang datang lebih banyak dari hari-hari biasanya.

"Lo, darimana aja bro? Jam segini baru nongol." Tanya Daffa sembari meneguk kopi buatannya.

"Habis ketemu sama Puspa. Baru aja gue anterin dia pulang."

"Puspa? Lo jadian sama dia. Gercep juga temen gue yang satu ini."

"Enggak jadian, gue cuma ngobrol aja. Ada urusan tadi sama dia."

"Urusan sama cewek aneh itu kan bisa nanti aja, Lo harus bisa bedain mana urusan yang lebih penting bro." Ucap Rio ketus

"Ini juga penting kok."

"Terserah lo deh bro."

Rio terlihat kesal dengan jawaban Ovan. Ia kembali menyapa pengunjung yang hadir malam itu, ada beberapa teman-teman kuliahnya disana. Rio memulai obrolan dengan mereka, sementara Ovan dan Daffa membantu barista meracik beberapa menu yang costumer pesan.

Teman-teman yang datang nobar malam itu tidak henti-hentinya memuji usaha Rio. Bahkan ada beberapa dari mereka ingin mencoba berbisnis caffeshop seperti Rio.

Dalam hati Rio masih tersimpan pertanyaan, ada hubungan apa antara Ovan dan Puspa. Berulang kali Rio mencoba untuk membuang rasa penasarannya itu, namun tetap saja rasa penasarannya kuat, ia ingin menanyakan langsung dengan Ovan.
Nobar timnas Indonesia melawan Thailand malam itu pun berakhir. Pengunjung sedikit demi sedikit pulang, hanya tersisa orang-orang yang rumahnya dekat dengan coffeshop milik Rio.

Tanpa basa-basi lagi, Rio mendatangi Ovan.
"Bro, gue mau nanya? Lo tadi sama Puspa ngapain?"

"Gue cuma makan berdua."

"Lo ga usah bohong deh, Lo mau bisnis coffeshop diem-diem di belakang gue bareng Puspa. Ngambil resep dari sini, gila lo bro!"

"Lo kenapa bro? Lo suka sama Puspa? Lo cemburu gitu kan maksudnya?"

"Najis, gue udah bilang berapa kali gue ga suka cewek tipe kaya dia."

"Ya udah Lo santai aja, ga usah nuduh gue sembarangan."

"Woilah, kalian berdua ngapain sih! Ini udah malem, harusnya beres-beres bukan berantem. Cewek lagi, cewek lagi. Ga bisa apa kalian ga berantem cuma gara-gara cewek." Daffa datang mencoba melerai mereka berdua.

"Lo diem bro! Gue ga ada urusan sama lo." Jawab Rio kesal, wajahnya memerah, tak seperti biasa, kenapa Rio cemburu dengan kedekatan Puspa dan Ovan.

"Gue ketemu Puspa, dan dia cuma nanyain lo. Bro, dia suka sama lo. Tapi dia tahu lo ga ada rasa sama dia."

Rio tertunduk diam, apa yang Ovan katakan membuat dia berpikir panjang.

"Gue cuma cerita ke dia. Sesuai yang gue tau tentang lo. Tiga tahun yang lalu, Lo punya cewek, dan sekarang gue ga tahu. Itu aja yang gue ceritain ke dia. Gue salah bro? Salah gue dimana?"

"Hmmmmm, Rio menarik nafas. Ia tahu dirinya sudah salah paham kepada Ovan.

"Gue minta maaf bro, gue pikir, Lo udah ngasih resep menu coffeshop kita ke Puspa. Soalnya kemarin-kemarin dia sering kesini, sekarang udah mulai jarang. Gue pikir dia cuma mau tahu semua resep kopi & minuman buatan gue."

"Udah gue maafin kok bro, dia suka sama lo, Bukan ke gue. Sekarang terserah lo, Lo mau buka hati buat dia atau enggak."

Rio terdiam, dia tidak bicara sepatah kata pun. Ada rasa menyesal ia telah salah sangka kepada sahabatnya itu.

"Ga perlu lo paksain, kalau memang lo belum bisa buka hati. Biarin aja, ini termasuk proses juga kan bro. Gue tahu, lo butuh pertimbangan untuk ini, gue yakin, lo tahu mana yang terbaik buat lo."



















Selamat membaca & semoga sabar menunggu untuk part berikutnya. Jangan lupa like & komen ya cinta😁

Waktu Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang