Chapter 4

104 21 7
                                    


....

Jangan hanya mau dipahami kalau tidak bisa memahami perasaan orang lain. Karena semua orang punya hati dan perasaan yang harus dijaga dan dimengerti.

....

Setelah mendapatkan dari Kia tadi, Rayen langsung menuju kampus kakanya dan mendapati kakaknya telah dipeluk oleh seorang lelaki yang tak dia kenali.

Rayen yang tadinya khawatir seketika murka dan kesal melihat kakaknya malah berpelukan dengan cowok yang tak dia kenal. Namun, dia menahan amarahnya melihat kakaknya emang dalam keadaan takut dan tak sadar memeluk cowo itu.

Setelah muncul dihadapan kakaknya, Kia langsung melepas dekapan Reyhan, cowo yang tak dikenal Rayen itu dan berhambur kepelukan adiknya.

"dekk lo kemana aja? Kok lama banget, gue udah takut banget" lirih Kia kemudian dibalas elusan hangat Rayen, "maaf kak, yang penting lo aman. Semua bakal baik-baik aja. Lo tenang, ada gue disini"

Rayen menoleh dan memberikan tatapan taksuka pada Reyhan. Dia merasa Reyhan mencuri kesempatan dalam phobia yang dialami kakaknya, "dan buat lo makasih. Sekarang kakak gue udah aman sama gue. Lo boleh balik"

Reyhan tersenyum menanggapi walaupun dia tau tatapan taksuka yang diberikan Rayen terhadapnya, karna lancang memeluk kakaknya, "sama-sama. Gue bisa bantu lo buat nganter kakak..."

"ga perlu gue bisa sendiri. Makasih" putus Rayen membantu kakaknya berdiri dan berjalan pulang.

Sebelum pulang, Kia sempat tersenyum dan berkata, "makasih kak" yang dilihat oleh Rayen tak suka. 'kalo Bang Varo tadi ikut, gue yakin lo bakal bener-bener kehilangan dia kak' batinnya

Dalam perjalanan, Kia yang sudah mulai menormalkan keadaannya membuka suara, "kok lo tumben hubungin gue Ray? Biasanya boro-boro khawatir nanya gue dimana aja ga pernah"

Beruntung Rayen sempet mengganti motornya kerumah dengan mobil. Jadi mereka bisa lebih aman untuk kembali pulang.

"sembarangan lo kak. Gue juga punya hati kali. Selama ini gue ga pernah nanya lo dimana, karna gue yakin kalo lo perginya sama Bang Varo" lanjutnya

Mendengar nama Varo, Kia langsung teringat dan seketika mengecek ponselnya yang dia biarkan saja setelah mendapat telpon dari Rayen, "astagaa... Varo pasti khawatir banget sama gue. Dia hubungin gue hampir berkali-kali Ray"

"yaiyalah lo kan tau Bang Varo sekhawatir itu sama lo kak, lo kan tau dia paling gabisa liat lo kenapa-napa" kesal Rayen, "gue telpon balik deh" ucap Kia yang tangannya langsung ditahan oleh Rayen,

"ehh ehh gausah kak" gugup Rayen. "mm..mm.. kalo lo bilang kejadian tadi lo mau ga dibolehin lagi ikut-ikutan kepanitian gitu?" alihnya.

Kia tampak berpikir dan menggeleng, "yaudahdeh gue ngomong besok aja kalo ga denger panggilan dia. Gue gamau keluar dari panitia ini sebelum acaranya selesai"

Rayen tampak tersenyum lega, melihat kakaknya kembali memasukkan ponselnya ke tas, 'mau apapun lo minta dia ga bakal larang lo juga kak. Mungkin intesitasnya ngejagain lo aja yang lebih diperketat' ucap Rayen dalam hati.

....

Sementara di rumah, Fitri dan Tama harap-harap cemas menanti putrinya yang tadi anak bungsunya bilang dikampus sendirian. Mereka cemas karna Kia ketika kecil pernah terkurung di lift apartemen. Itu juga yang membuat phobia Kia terhadap ruangan sepi dan gelap muncul.

"mamih ngapain bolak-balik sih" ujar Tama duduk tenang diruang tamu.

"ihh papih ini gimana sih, putrinya dalam keadaan ga baik-baik aja bukannya khawatir malah tenang-tenang aja disitu" balas Fitri berdiri berkacak pinggang didepan Tama

"yakan adek udah pergi jemput kakak mih, jadi mamih tenang aja sini" Tarik Tama pada istrinya untuk duduk disebelahnya.

Tak berapa lama kemudian, datanglah Kia dan Rayen yang menggandengnya memasuki rumah megahnya, "assalamualaikum mih pih..."

"waalaikumsalam Kia..."teriak Fitri langsung berhambur kepelukan putri semata wayangnya itu, sedangakan Tama hanya mengikuti Fitri berjalan dibelakangnya.

"aman kak?" santai Tama menanyakan keadaan putrinya, "aman pih" balas Kia menunjukkan jari jempolnya.

"hihh kakak ini suka banget buat mamih khawatir sih" jitak pelan Fitri kekepala Kia.

"yaa Kia manatau bakal gini kejadiannya kali mamih cantik" ejek Kia, "lagian Kia gapapa kok mih, Kia udah nyoba melawan rasa phobia Kia supaya bisa ilang" lanjutnya

Tama tersenyum dan mengusap rambut putri pertamanya itu, "nah itu baru namanya putri Papih Pratama". Kia memeluk papihnya merasakan dekapan hangat yang diberikan oleh kedua orangtuanya.

"udah ah drama banget, Rayen capek tau abis pulang olahraga malah harus bolak balik jemput kakak" Rayen memecah suasana haru.

"yeelah ga ikhlas banget sih lo jadi adek" balas Kia, "yaudah mih pih Kia juga mau beberes dulu" lanjutnya beranjak naik kelantai atas kamarnya.

Sepeninggal Kia menuju kamarnya, lantas Rayen mendekati Fitri dan Tama. "tadi Bang Varo ada hubungin mamih papih?" cicitnya pelan

"iya dek" jawab Tama, "tadi mamih udah bilang seperti yang adek bilang" lanjut Fitri

"kasian ya sama Varo. Dia cuma punya Kia penyemangat dalam hidupnya, kalo sewaktu-waktu Kia ninggalin Varo, papih gatau apa yang bakal terjadi sama dia" lirih Tama mengingat kehidupan Varo yang miris itu.

Rayen mengangguk sendu, Fitri menambahkan "Varo itu anak yang baik. Walaupun keluarganya jauh dari kata baik, bahkan mungkin dia tak pernah diajarkan sopan santun dan bersikap baik kepada orang lain oleh kedua orangtuanya. Tapi dia tetap ramah dan baik serta sopan kepada orang tua"

"mamih ga nyangka dia punya masalah keluarga yang serumit itu. Apalagi melihat histerisnya dia waktu tau Kia masuk rumah sakit dulu, ngelebihin kita sebagai keluarga Kia" lanjutnya

"yaa kita doain aja mih, semoga Kia bisa membuat Varo berangsur membaik" tambah Tama,

'aminn' lanjut Rayen dalam hati, 'walaupun gue tau, kalo keadaan Bang Varo makin memburuk karna ulah putri mamih papih itu'

....

"sayang..." panggil Varo berlari lalu mendekap kekasihnya yang sedang menunggunya didepan rumah itu.

Dekapan hangat itu disambut oleh Kia yang tak kalah rindu dengan kekasih hatinya ini. Walau baru sehari kemarin tak bertemu tapi rasanya seperti bertahun-tahun. Kia menikmati pelukan hangat yang Varo berikan itu, begitupun sebaliknya.

Varo melepas pelukan dan mengelus lembut pucuk kepala Kia, "kamu seharian kemarin ngapain aja sayang? Kata mamih kamu kecapean sampe ketiduran terus ga ngabarin aku?"

"hmmm maaf ya sayang", senyum Kia "akutuh sibuk banget sampe lupa mau ngabarin kamu", "maaf yaa buat kamu khawatir terus" sesal Kia.

"yaudah gapapa. But next time, jangan diulang lagi ya. Apapun kondisinya kamu tetep harus ngabarin aku" tangan Varo beralih ke pipi chubby kekasihnya.

Kia menarik Varo untuk duduk bersantai pagi ini diteras depan rumahnya, dia meletakkan kepalanya dibahu Varo untuk bersandar dan memejamkan kedua matanya, "aku kangen tau sama kamu yang" ucapnya

"aku lebih kangen sama kamu sayang, sama waktu kita yang semakin jarang buat kayak gini lagi" balas Varo menarik Kia dalam pelukan dari samping dan menengadahkan kepalanya menatap langit yang belum mengeluarkan matahari itu.

Mendengar ucapan sendu Varo, lantas Kia merasa bersalah dan membenarkan posisinya untuk melihat wajah kusut Varo dan badannya yang mulai mengurus, diusapnya lembut pipi dan pucuk kepala Varo lembut.

....

Halooo udah lama yaa kita ga updatee :))

Sorry karna bener-bener lagi banyak kerjaan jadi ga kepegang deh ceritanyaa

Selamat membaca, kalo ada yg ga nyambung atau punya saran aku terima kokk

Makasih pembaca setia ceritaku 🥰

S E N J ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang