"Bulan Oktober yang Dirindukan"
Hujan membasahi ibu kota Jakarta semenjak pagi buta sampai pukul 09:00 pagi. Di hari libur yang cukup indah itu, dengan suara hujan dan sunyi nya jalanan membuat hati menjadi lebih tenang. Awal musim hujan pada bulan Oktober terasa sangat dingin dan sepi, tidak begitu banyak aktifitas yang menggangu pikiran ataupun keadaan yang memusingkan yang entah datang dari mana.
Hujan turun ke bumi yang telah melalui proses kondensasi uap air dari atmosfer yang akan menjadi butiran-butiran air yang cukup berat dengan jarak jatuhnya hujan pada bebatuan yang bisa menyakiti siapa saja, bahkan batu itu sendiri. Batu yang begitu besar dapat terkikis jika selalu ada gesekan yang terjadi. Dua proses yang telah terjadi bersamaan dapat mendorong udara menjadi titik jenuh saat tetesan air menyentuh daratan. Tapi bisakah proses itu juga menjadi tetesan air dingin yang berubah sehangat mentari pagi dan akan selalu menyapa di pagi hari yang indah dengan suara kicauan burung-burung kecil yang sedang menari di atas awan dengan begitu cantik dan menawannya untuk menghiasi dinding awan yang cerah.
Tetes demi tetesan air hujan mulai berhenti seiring sinar matahari yang masuk ke dalam celah-celah jendela yang cukup besar di salah satu rumah, dikelilingi dengan hutan dan pepohonan yang begitu rimbun dan sejuk. Tetesan air hujan yang jatuh dari daun pepohonan membuat sebuah objek penglihatan yang begitu indah dan menawan.
Sinar matahari itu mulai mengganggu tidur seorang laki-laki remaja yang baru saja tertidur beberapa jam yang lalu saat hujan mulai turun dan dia mulai merasakan ketenangan dalam tidurnya sambil mendengarkan suara hujan yang begitu membisingkan pendengarannya.
"Tuan muda........tuan besar memanggil anda untuk sarapan". Kata salah satu pelayan di rumah itu yang bertugas membangun tidur singkat sang laki-laki remaja yang masih senang dengan hangatnya selimut, menutup tubuh tingginya untuk memberikan kenyamanan.
" Tuan.....tuan muda. Apa anda belum bangun? Tuan besar sudah menunggu dimeja makan". Panggil pelayan itu kembali untuk memastikan apakah anak dari orang yang memberikannya gaji sudah bangun.
"Apa sebaiknya aku masuk saja?". Pelayanan itu berpikir untuk membuka pintu kamar, agar bisa membangunkan orang yang ditujunya.
Pelayan itu memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar dan memperhatikan seisi ruangan yang masih terlihat gelap. Perlahan dia mencari saklar lampu agar dapat melihat remaja yang masih ada dalam kegelapan, tiba-tiba ia membuka gorden jendela yang cukup besar, dan seketika pula sinar matahari yang baru saja muncul itu dapat terlihat memenuhi seisi kamar dengan sempurna.
Dia bergerak menuju seonggok manusia yang masih ada di atas ranjang king size nya, ranjang berwarna hitam itu mulai sedikit bergoyang karena gerakan tubuh dari manusia yang ada diatasnya sedang berusaha dibangunnya oleh si pelayan.
"Tuan muda". Pelayan itu memanggilnya dengan lembut sambil memberikan guncangan kecil pada lengan berotot itu, tapi tidak ada sedikit pun pergerakan dari sang empu.
"Tuan muda bangunlah, tuan besar sudah menunggu anda sedari tadi dimeja makan untuk sarapan bersama". Tetap tidak ada sahutan sedikitpun yang ia terima. Akhirnya dia harus memberanikan dirinya untuk lebih memberikan guncangan pada tubuh tinggi itu.
"Tuan....................Aaakhh". Baru saja ingin menyentuh lengan remaja itu kembali, tapi tangannya sudah lebih dulu di tahan dengan kuat oleh orang sudah sejak tadi dibangunkan, karena sudah terbiasa merasa waspada dengan keadaan sekitarnya ia jadi lebih cepat merespon segala sesuatu.
"Siapa kau?". Tanya remaja itu. Tangan pelayan yang ada dihadapannya masih digenggam dengan kuat.
"Akkkhh....a..akuuuu pelayan baru tuan".
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN (ON GOING)
Teen Fiction"Hidden........hoyyyy den, liatin apaan sihhh? Perasaan di depan sana hutan doang dahhh". Rasa kesal Jay saat melihat Hidden sedang memandang hutan yang luas di depan mereka tanpa menghiraukan pertanyaannya. "Diam!". Dengan suara datarnya Hidden me...