The Rainy

3.3K 168 12
                                    

Langit mulai menggelap, bukan berarti hari sudah petang, melainkan mendung.

Disini aku berdiri sendirian di pinggir trotoar pemberhentian bus. Menatap sekitar sekiranya ada sesuatu yang mungkin akan menarik di mata memandang.

Jika ada yang bertanya-tanya apakah aku sedang menunggu bus, maka jawabanku adalah tidak. Aku sedang menunggu seseorang, sosok yang sangat kurindui yang berjanji akan menemuiku di sini.

Dia adalah orang yang paling istimewa dalam hidupku. Dia juga seseorang yang teramat begitu penting bagiku.

Dia adalah rubah kesayanganku, Huang Renjun.

Mengingat namanya saja sudah membuatku langsung bisa tersenyum meskipun terkesan tipis.

Dia kekasihku, kekasih pertama dan akan menjadi yang terakhir. Kami menjalin hubungan sudah cukup lama, mungkin sekitar 6 tahun yang lalu.

Pertemuan kami pun didasari oleh ketidaksengajaan di mana pada saat itu aku ingin membayar belanjaan, namun aku justru lupa tak membawa uang sepeserpun. Alhasil dengan tak tahu malu akibat terlalu panik, aku meminjam uang Renjun untuk digunakan melunasi belanjaan yang sudah aku ambil.

Aku meminta Renjun ikut denganku ke rumah paman Lee, tapi dia menolak dengan mengatakan "Tidak usah kamu kembalikan, anggap saja sebagai hadiah pertemuan kita" lalu dia memperkenalkan namanya bahwa dia Huang Renjun.

Mau menolak juga sulit. Pasalnya, Renjun terus menolak tawaranku yang ingin mengembalikan uangnya, sehingga setelah perdebatan singkat itu usai, aku memilih untuk mengalah.

Dari situlah awal pertemuan yang cukup memalukan berakhir menjadi teman satu kelas selama di bangku kelas 10 SMA hingga kami terus bersama dari kuliah sampai tamat kuliah.

Sudah lama aku berdiri untuk menunggu, bahkan awan juga semakin gelap ditambahi beberapa suara guntur yang mengerikan. Namun Renjun masih juga belum datang.

Mau tidak mau aku harus menghubungi dia untuk memastikan bahwa tidak terjadi kendala. Aku mengeluarkan handphone yang tersimpan di balik saku celanaku. Mulai menekan nomornya sebelum kutempelkan di telinga.

Tapi kurasa sama saja. Teleponnya sama sekali tidak aktif. Apakah terjadi suatu masalah kepadanya?

Aku mulai takut dan mencoba untuk yang kedua kalinya. Tapi, lagi dan lagi tak membuahkan hasil.

Kamu di mana, Renjun?

Aku cemas, takut sesuatu yang buruk menimpanya. Aku harus bagaimana, aku bahkan tidak tahu apakah sekarang Renjun masih di rumah atau memang sudah akan kemari.

Mungkin saja memang Renjun sedang dalam perjalanan. Data selulernya sengaja dimatikan sehingga saat kuhubungi tak dapat tersambung. Haha ... aku terlalu parno.

Dan sepertinya dugaanku benar-benar terjadi. Aku melihat priaku, seseorang yang kutunggu berdiri dengan senyuman manis di seberang jalan sana sembari membawa satu buah payung hitam guna melindunginya dari rintik hujan yang kian banyak membasahi ibukota.

Aku ikut tersenyum lalu melambai. Dia balas melambai sebelum akhirnya melangkah menghampiriku.

Senang? Tentu saja.

Kuputuskan untuk menghampirinya juga. Tak peduli mau terang atau hujan, tapi sebelum diriku benar-benar melangkah barang sedikit saja, sebuah mobil melaju dengan kecepatan penuh, menabrak tubuh Renjun yang akan datang menemuiku.

Aku terdiam membeku menatap kejadian yang tak dapat dihentikan itu. Airmataku perlahan turun bersamaan dengan hujan yang semakin lebat.

Renjun ... kamu berbohong ... kamu berbohong kali ini. Kamu membuat mimpi itu kembali dan menghantuiku.




END

AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang