prolog

53 4 0
                                    

Hai, welcome!!!
Thank you, because you took the time to read this book. I'm so really moved.
So, silahkan reading this book.











Hujan mengguyur malam, bulan yang seharusnya menampakkan dirinya harus tertutupi awan gelap. Kota yang gelap dan jalanan sepi, menambah suasana mencekam di malam yang dingin ini.

Seorang gadis kecil berlari di tengah derasnya hujan menggandeng kembarannya dengan jas hujan. Dengan bantuan lampu jalan untuk menerangi jalan, mereka berlari entah kemana.

Hujan semakin deras, seakan tak ada tanda ingin berhenti. Kedua gadis kecil itu sudah berlari lama sekali.

"Elina, aku lelah," kata salah satu gadis bermata emerald, Elina menghentikan langkahnya lalu menarik kembarannya di punggungnya.

"Akan ku gendong dirimu, Elitha." Elina menggendong kembarannya itu, lalu pergi berjalan lagi ke arah sebuah tempat.

Panti asuhan, mereka berteduh disana terlebih dahulu. "Kita disini dulu, oke." Elitha mengangguk paham, dia turun lalu duduk di tempat yang kering. Menunggu hujan yang benar benar tak ingin berhenti.

"Eli, apakah kau akan pergi?" tanya Elitha pada kembarannya, ditatapnya Elina yang diam tak bergeming itu. Helaan nafas lelah keluar dari mulut Elina, walau mereka kembar tapi Elina berbeda. Dia memiliki pemikiran yang dewasa, dia tau apa yang terjadi saat ini.

"Litha, ada sesuatu yang alangkah baiknya tidak perlu kamu ketahui." Hanya itu yang jawaban dari Elina, mereka kembali menunggu hujan reda dengan keheningan.

Elina merogoh sakunya, dia menemukan dua permen stroberi. Seperti kakak adik pada umumnya, dia membagi permen itu pada Elitha. "Lebih baik kau berada di panti ini."

Elitha hanya diam dan memakan permennya, membiarkan kembarannya itu berbicara. "Aku benar-benar tidak ingin kamu menderita-" ucapan Elina terputus bersamaan dengan kilat petir menggelegar. Refleks Elitha memeluk Elina dengan erat.

"Berjanjilah, kamu akan kembali. Jangan meninggalkan aku sendiri." Elina mengusap rambut coklat itu dengan lembut, dia tersenyum tipis. "Aku tidak pernah meninggalkanmu. Elina Naren Riffer berjanji akan datang menjemput kembarannya ini," sahut Elina dengan janji kelingkingnya. Elitha tersenyum lebar, lalu ikut membuat janji kelingking.

Hujan mulai reda, petir sudah tak lagi menyambar. Namun, suasana malam masih terasa dingin dan mencekam. Elina menatap kembarannya dengan raut yang tak terbaca. Dia mengetuk pintu panti, sesekali juga memencet belnya. Elitha tertidur pulas di sofa yang disediakan, dengan sepucuk surat di dekatnya. Elina mendekatinya, lalu mencium pipinya sebentar.

Pintu terbuka, menampilkan seorang wanita berkuciran. Dia melihat seorang gadis kecil tertidur di sofa dengan memeluk dirinya sendiri. Merasa iba dia menggendongnya masuk.

Elina berjalan sendiri di tengah malam, dia menghela nafas panjang. "Tunggu aku, Elitha." gumamnya.

Di sebuah kamar yang hangat, seorang wanita terlihat sedang menidurkan seorang gadis kecil. Wanita itu terus menyenandungkan sebuah lagu hingga gadis itu tertidur lelap. Dia membaca surat itu dan bergumam,











"Elina?"

IREDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang