"Aku akan menemukannya."
.
.
.
.
.
.
.
Litha berjalan sendirian di koridor sekolah yang sepi, dia meletakkan beberapa barang didalam rak penyimpanan miliknya. Derap langkah terdengar jelas di telinga Litha, langkah itu mendekat kearah dirinya."HEIII, my little babyyy!!!" Suara alay dan terlihat banci menggema di seluruh koridor, seorang cowok dengan langkah slay mendekati Litha. Dia tersenyum miring, orang itu memakai anting-anting, dan juga membiarkan rambut yang sedikit panjangnya berantakan kemana-mana.
Litha dengan malas melirik lelaki itu, "Jangan memanggilku dengan sebutan 'my baby' karena gue bukan anak lo," tegas Litha lalu pergi meninggalkan orang itu.
"Hei! Hai baby, kamu enggak senang aku kembali sekolah?" tanya orang itu lagi, dia mengejar Litha lalu menahan lengannya. "Sekali lagi, Samuel menjauh dariku atau ingin ku benturkan kepalamu ke tembok" kata Litha dengan tajam, seakan sudah biasa cowok bernama Samuel itu tetap menahan lengan Litha dengan erat.
Helaan nafas lelah keluar dari mulut Litha, entah dosa apalagi yang ia perbuat hingga memiliki teman segila dia. Samuel terus menempel padanya. Bagaikan lem dengan kertas yang tak bisa dipisahkan.
Lavanya terlihat berjalan menuju kelasnya dengan earphone yang menempel di telinganya, dia berjalan bersama Keenan yang sedang membaca buku. Terlihat akur untuk dua sahabat itu. "KEN!!" Merasa dipanggil Keenan menoleh kebelakang, dia melihat Vera berlari kearahnya. "Ken, lo harus lihat di aula! Sahabat lo keknya dalam masalah," kata Vera serius.
Perkelahian terjadi di aula sekolah, perkelahian yang mengundang keributan besar. Dua orang berseragam SMA itu saling melempar pukulan terhadap satu sama lain. Suara sorakan terdengar ramai di dalam ruang Aula.
"Lo bukan apa-apanya buat gue, Samuel Cooper Lewis." Jeffran tersenyum meremehkan Samuel yang kini membersihkan hidungnya yang berdarah. Samuel menarik bibirnya tersenyum miring. Jeffran yang melihat senyuman remehnya menarik kerah Samuel, hingga membuat sang empu terbatuk.
"Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Gue selama ini diam aja saat lo ngebully Litha, tapi sekarang main lo udah keterlaluan. Kalo mau dibunuh, tinggal bunuh ngapain pake ngebully segala," kata Samuel lirih namun tegas, matanya melirik Litha yang pingsan karena kepalanya terhantam tembok.
Pintu aula di dobrak keras, terlihat sosok lelaki tua berdiri disana dengan raut marah memerah. Seluruh siswa tau siapa orang itu, siapa yang tidak kenal jika orang itu memiliki kekuasaan penuh atas sekolah ini. Dia seorang guru yang tak memandang murid, dia guru paling adil diantara guru guru lain di sekolah Dirgantara.
Dengan tepukan tangan kecil, lelaki tua itu mendekati Jeffran dan Samuel. "Kenapa gak dilanjutkan? Seru loh, ayo gelud lagi. Gak papa saya nonton disini aja," kata Pak Gojo dengan santai, kedua murid itu merinding kala mendengar suaranya. Bahkan, Jeffran sekalipun tidak bisa membantah Pak Gojo. Jeffran berdecak sebal, dia melepaskan kerah Samuel lalu pergi begitu saja.
Lavanya dan Keenan akhirnya sampai di aula bersamaan dengan Jeffran yang keluar, Lavanya memberi tatapan tajam pada lelaki sombong itu sebelum berlari menghampiri sahabatnya yang terkapar tak berdaya. Kepalanya terus mengeluarkan darah, dengan sigap Keenan membawa Litha ke gendongannya.
"Lari Ken! Bawa Litha ke UKS, gue nyusul lo nanti," perintah Lavanya yang menatap Samuel terduduk lemas di tengah-tengah aula. Keenan mengangguk, lalu pergi meninggalkan Lavanya dengan Samuel. Lavanya mendekati orang itu dengan ragu, Pak Gojo sudah pergi meninggalkan aula untuk membubarkan kerumunan di luar.
Sapu tangan ia keluarkan dari sakunya, "Lo okey?" tanya Lavanya yang hanya dibalas gumaman kecil oleh sang empu. Helaan nafas keluar dari Lavanya, dia memijit pangkal hidungnya lelah.
"Sam, gue tau maksud lo baik. Gelud dengan Jeffran bahkan sampe buat lo di skors, tapi itu gak ada manfaatnya," ungkap Lavanya masih dengan memijit kepalanya, Samuel berdecak kesal dengan perkataan gadis sok tau itu.
Dia menarik kerah gadis itu membuat sang empu meringis, "Lo suka si bajingan itu ngebully sahabat lo sendiri?" tanya Samuel dengan tekanan. Lavanya berusaha melepaskan diri karena ia merasa tarikan di kerahnya semakin mengerat.
"Lo pikir gue senang? Kalo gitu, ngapain gue peduli sama dia? Lo pikir kelahi sama dia menyelesaikan semuanya? Gak bego, gue diam bukan berati kalah. Sama halnya dengan Litha, dia diam bukan berarti pasrah!" jelas Lavanya dengan sedikit meringis. Kerahnya di lepas dan Lavanya jatuh terduduk lemas, ia menghirup udara sebanyak mungkin dengan memegangi lehernya yang sakit.
Samuel berdecak kesal, "Jujur gue juga gak tau, kenapa gue kelahi sama tuh anak," katanya yang membuat Lavanya melongo.
Di UKS, terlihat Keenan duduk di samping ranjang Litha dengan perasaan cemas. Untung saja benturan di kepalanya bukan luka serius, jadi Litha hanya pingsan sementara. Begitu kata petugas UKS. Tapi, nyatanya Litha sama sekali tak ingin membuka matanya.
"KEN! Litha mana?" teriak Lavanya yang membuat Keenan menatapnya datar, Lo punya mata, dia disini!" balas teriak Keenan.
"Jangan teriak, bego." Keenan kembali memasang wajah datarnya. Ingin dibalas perkataan gadis itu tapi rasanya malas. Perlahan kelopak mata lentik itu bangun, Litha membuka matanya dengan letih. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah kedua sahabatnya yang khawatir. "Kalian liat apa?" tanya sinis Litha, yang ditatap datar kedua temannya. Keenan kembali menggerutu, "Padahal udah khawatir lo kenapa-kenapa loh, harusnya makasih kek." Lavanya hanya tertawa kecil lalu mengusak rambut Litha dengan lembut seperti seorang ibu.
"Padahal masih pagi, tapi lo absen di UKS. Mau sampai kapan, Li?" tanya Lavanya dengan lirih, dia menatap wajah sahabat baiknya yang terlihat tidak baik-baik saja. Jujur Lavanya juga lelah dengan semua ini. "Gak masuk kelas lagi, Li? Mending ijin gak ikut jam pertama aja," saran Keenan mencarikan suasana. Litha menggeleng lemah, "Gak usah ijin, yuk ke kelas," ajaknya sambil bangun dari tidurnya.
Keenan dan Lavanya menuntun Litha kembali ke kelas, walau mungkin sekarang kelas sudah dimulai. Setibanya mereka dikelas, tidak ada tanda-tanda guru sama sekali. "Sev, gurunya mana? Hari ini mapelnya Pak Daryoko Matematika kan?" tanya Lavanya pada Sevia yang berada didekatnya.
Sevia menoleh, "Oh, katanya ada murid baru. Jadi, Pak Daryoko lagi ngambil tuh anak," jawab Sevia diselingi candaan kecil.
Pintu kelas dibuka, memperlihatkan seorang pria tua dengan gadis muda di sampingnya. Pak Daryoko masuk dengan anak baru yang datang di sekolah SMA DIRGANTARA. Semua orang menatapnya dengan tatapan kagum, kaget, terpana dan lainnya.
"Perhatian semuanya, akan ada murid baru di kelas kita. Silahkan perkenalkan namamu, nak," kata Pak Daryoko dengan tegas. Gadis itu mengangguk dengan senyuman kecil.
"Perkenalkan semuanya, namaku....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Camelia Levronka Zoe Matthew."
TBC
Haii! aku kembali, dengan ketidak jelasan tulisanku. Maaf kalo update nya lama sekali. Jujur aku bingung, buat cerita ini karena gabut jadi gak terlalu peduli sama alur kedepannya. Nyesel banget, jadi kalo ada kesalahan atau apa bilang yaa... Biar aku pun tau apa kesalahan ku hehe...
Sudah itu saja.THANKS FOR READING (◍•ᴗ•◍)❤
KAMU SEDANG MEMBACA
IREDESCENT
Mystery / Thriller"Tunggu saja, kebenaran akan terungkap tanpa perlu diungkapkan." "Elitha, that's my name." • • • • • • • Cerita seorang gadis yang mencoba mencari tahu asal usul keluarganya, hingga memecahkan misteri yang terjadi selama ini. _______________________...