2📌

18 5 0
                                    

Keesokkannya..

"Lo yakin lihat orang disana?" tanya Sindi yang sudah bersama Carla di pagi hari ini.

"Antara nggak dan iya sih.." ucapnya ragu dengan perihal semalam.

"Lah? linglung sendiri nih anak!"

"Nggak tau deh. Soalnya gue nggak pakai kaca mata, jadinya burem. Kurang jelas dengan sosok orang itu." Kekehnya yang yakin, kalau itu adalah seseorang. Namun tidak sepenuhnya juga.

"Udahlah, nggak usah pikirin itu. Gue ikutan pusing dengarnya." Ucap Sindi menyudahi saja pembahasannya ini.

"HAH. Itu dia Sin!" Sorak Carla sambil menunjukkan jarinya ke arah sosok itu lagi, yang ada di rumah kosong tersebut.

Sindi yang ikut melihat ke arah tunjuknya Carla mengkerutkan dahinya. "Mana sih? nggak ada apa-apa loh, itu Car?"

"Udah hilang. Lo lama sih, nengoknya!" Ucap Carla menyalahi Sindi.

"Idih. Gue yang di salahin. Mata lo yang tambah buram kali. Bukan mata gue yang salah. Sembarangan lo kalau ngomong!" Sambar Sindi yang tak terima disalahkan.

"Itu jelas banget tadi Sin. Gue lihat dia berdiri di jendela yang kacanya retak sebelah itu!" Tunjuk Carla yang lagi dan lagi menunjuk ke arah jendela itu.

Sindi menepis tangan Carla agar tidak menunjuk-nunjuk lagi. "Woi. Tangan lo, jangan nunjuk-nunjuk gitu. Nggak baik Car! Entar kalau yang lo lihat tadi, penghuni dirumah ini gimana? Lo mau di gangguin apa sama dia?" Ucapnya dengan wajah takut.

"Nggaklah. Sudah jelas itu tadi orang kok,"

Sindi melihat ke arah itu kembali. "Dia laki-laki?" Tanya Sindi.

"Hmm," dijawab anggukan kepala oleh Carla.

"Penunggu situ kali. Mungkin lo adalah anak indihome deh Car!" Ucap Sindi yang seenaknya menganti kata  indigo menjadi indihome.

Carla mengangkat bahunya acuh. "Heh, yaudah kalau lo nggak percaya."

Sindi meremas rambutnya, karena mencoba menahan emosinya pada Carla saat ini. "Yoklah, Pulang aja! Ngapain masih berdiri disini." Ajaknya pada Carla untuk segera pergi dari sana.

"Ngak!" Jawabnya jutek. "Gue masih mau nunggu disini. Sampai tuh orang nongol lagi!" Kekehnya yang masih mau menunggu disana.

"Oke." Ucap Sindi singkat dan Carla masih diam tanpa berekspresi apapun.

"Gue kerumah Rendy sendiri ajalah. Ntar jatah roti lo buat gue aja yah!" Ucap Sindi yang membuat Carla melotot kaget.

Carla mendekat kewajah Sindi dan berucap, "enak aja lo. Jatah gue mau di embat juga. Nggak! nggak bakal rela gue!" protesnya yang kini jalan meninggalkan Sindi di belakang.

"Si monyet! Gue di tinggal!" Umpatnya kemudian ikut berjalan bersama Carla.

"Makanya buruan kita pergi. Ah, elahh.." Carla berucap seolah dirinya tidak salah.

"Idih. Seharusnya gue yang ngomong itu. Dasar!" Carla tersenyum tak berdosa sambil memainkan tangannya sesuai irama ia berjalan. Tidak mau mendengarkan ucapan Sindi lagi. Yang ia inginkan saat ini adalah roti dari Rendy.

"Lihatlah. Human seperti ini, harus di musnahkan. Kalau perlu di museumkan saja!" Jerit Sindi yang kesal di dalam hatinya.

Rendy selalu menyisihkan 4 bungkus roti, yang akan diambil oleh Carla dan Sindi. Sebagai sogokan tutup mulut, tentang rahasia terbesarnya Rendy waktu kecil, yang hanya mereka berdualah yang tau.

***

"Assalammualaikum.." Ucap mereka berbarengan di depan pintu rumah Rendy.

"Rendy.." panggilnya mulai keras.

Tok

Tok

"Maen yok, Rendy.." panggilnya lagi.

Tok

Pintu rumah Rendy terbuka dan memperlihatkan Ibunya Rendy yang lagi memegang ember pakaian, untuk ia jemur di luar. Karena habis selesai menyuci baju.

"Waalaikumsalam.. eh Carla sama Sindi toh. Ibuk pikir siapa yang pagi-pagi gini ngajak maen. Emang maen apa sih? udah gede juga kalian, hmm." Ucap Ibu Tara terseyum ramah.

"Hehehehe.. " cengir mereka berdua kayak kuda.

"Mau kami bantu Buk? Nggak masalah mah, untuk Ibu Tara. Kita rela bantuin." Ucap Sindi melebih-lebihkan.

Carla membenarkan ucapan Sindi barusan. "Ya jelas dong. Kan Ibunya Rendy Ibunya kita juga, benarkan Buk Tara." Ucap Carla sambil memperagakan tangannya seakan memberikan kejutan.

"Iya. Ibuk tau, Tara itu nama Ibuk. Bukan berarti kamu sering seperti itu." Komentar dari Ibu Tara, pada sikap Carla dan Sindi yang selalu mengkaitkan nama Ibu Tara dengan sebuah kata 'kejutan'  yaitu 'Tara'.

"Hehehe.. maaf ya Ibuk, bercanda kita mah."

Tara tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Kuwalat lo berdua. Sama orangtua!" Ucap Rendy yang tiba-tiba muncul dari arah belakang mereka.

"Dah pulang nak," ucap Tara pada Rendy.

"Assalammualaikum, udah Ma." Jawabnya yang kemudian masuk ke dalam rumah.

"Eh, Rendy baru pulang nih. Bawa apa tuh?" Celingak -celinguk Sindi melihat terus-terusan ke kantong yang Rendy bawa tadi.

Rendy berbalik kebelakang menghadap kedua sahabatnya itu. "Ambillah. Pakai tanya lagi lo!" Suruh Rendy yang jengkel.

Mereka berdua cekikikan dan membuat Tara ikut tertawa. Melihat pertemanan anaknya yang masih awet sampai saat ini.

"Meski temannya perempuan, nggak masalahlah. Salah satu dari mereka bakal jadi calon mantuku nanti." Batin Tara yang tersenyum aneh. Jika membayangkan dari mereka nanti, akan ada yang menikah dengan putranya ini.

Carla dan Sindi tengah duduk sambil memakan roti tersebut dengan lahap dan nikmat.

"Lihat tuh mereka, nggak bosan-bosan minta roti mulu tiap hari." Adunya yang curhat pada Tara Mamanya.

Tara mengusap bahu anaknya yang lumayan tinggi darinya. "Sedekah, hitung-hitung mantu Mama ada di antara mereka." Ucap Tara blak-blakkan. Sambil menaik turunkan alisnya pada Rendy.

Rendy menggelengkan kepalanya cepat. "Semoga, enggak Ma." Sangkalnya yang menolak jika berjodoh dengan sahabatnya itu.

"Aamiin. Semoga aja iya, berjodoh." Kata Tara yang mengubah ucapan Rendy menjadi yang lain.

"Ma.." rengek Rendy yang di tinggal pergi sang Mama. Untuk kembali menjemur pakaian yang sedari tadi masih ia tenteng.

***

[11/08/2023]
Rasib ➿

WHO's HE? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang