Sejak kecil, Aleana tak pernah mengerti mengapa keluarganya tak pernah membiarkannya menentukan pilihannya sendiri. Semua telah diatur, ditata, dan disusun sedemikian rupa. Kalau keluarganya sudah berkehendak, maka sampai mati pun Aleana tak akan bisa memberontak. Gadis itu terlalu naif untuk melawan. Cara semua orang menatap selalu membuat Aleana ketakutan.
“Kamu harus pandai membawa diri, Aleana. Jangan kecewakan keluarga dan rakyatmu,” Adalah kalimat yang dilontarkan pertama kali oleh sang ayah, Raja Gustara, tatkala Aleana memasuki ruang singgasana.
Mulanya, Aleana tak pernah sudi menyahut pada apapun yang dikatakan oleh sang Raja. Gadis itu tak pernah mau ambil pusing, ia hanya akan mencoba yang terbaik dan tak akan pernah menyalahkan diri bila suatu saat ia mengalami kegagalan. Awalnya seperti itu. Namun, seiring berjalannya waktu, seiring banyaknya kegiatan tak menyenangkan yang mesti Aleana ikuti, gejolak dalam dada perempuan itu mulai meledak-ledak dan kian sulit dikendalikan.
Belasan tahun Aleana dikekang di dalam istananya, belasan tahun pula Aleana hidup sebagai orang lain. Meski dianugrahi paras yang cantik, namun kapabilitas otak Aleana dalam mencerna sesuatu yang baru sangatlah lamban. Aleana sulit belajar, ia tak senang bila harus dihadapkan dengan hal-hal yang sama sekali tak dimengerti olehnya. Tetapi lagi-lagi, Aleana dipaksa untuk mengerti setumpuk hal-hal rumit yang tertulis dalam buku di meja belajarnya.
Sebagai satu-satunya ahli waris, Aleana adalah penerus takhta sang ayah. Dia harus memahami banyak hal sebelum sepenuhnya mengemban tanggung jawab sebagai seorang ratu. Meski pada dasarnya, Aleana tak pernah mau menjadi seorang ahli waris. Kendati demikian, budaya tetaplah budaya. Ia tak bisa merubah sesuatu yang telah dilakukan sejak dulu oleh para leluhurnya.“Ayahanda, aku tak meminta setumpuk buku baru,” merupakan keluhan Aleana tatkala mendapati sang ayah menambahkan buku baru dalam daftar buku yang harus dibaca. Raja Gustara punya seribu satu cara untuk membuat Aleana kesal. Padahal Aleana pikir, hari itu akan menjadi hari bahagianya.
Hari ulang tahunnya, 9 Agustus 1899. hari dimana ia lahir ke dunia. Hari dimana Ratu Gustara menghembuskan napas terakhirnya. Hari yang kelam bagi keluarga kerajaan, namun hari yang bersejarah bagi Aleana Gustara.
“Aku memang mengutuk eksistensiku sejak awal,” racau Aleana kepada salah satu pelayannya. “Eh, tidak deh, barangkali semesta memang sudah mengutuk eksistensiku sejak awal?” Dia bertanya pada dirinya sendiri, sementara pelayan yang tengah menghidangkan teh hangat di belakangnya hanya bisa menggeleng seraya tersenyum tipis. Sang pelayan sudah terlalu terbiasa dengan sikap Aleana. Ia tahu bahwa Putri Aleana jenaka, namun perihal isi hati, si pelayan sama sekali tidak memiliki petunjuk.
Tak jarang, Pelayan mendapati Aleana sedang termenung seraya meratapi potret Ratu Gustara. Pernah sekali, Aleana mengungkapkan keinginannya perihal perayaan ulang tahun. Kiranya, sang ayah akan sudi mengadakan sebuah pesta, atau barangkali acara minum teh untuk sekadar merayakan ulang tahunnya. Sayangnya, Aleana keliru. Harusnya sejak awal, sang pewaris tahkta tidak memupuk harapan. Ia tak boleh berharap banyak pada sesuatu yang tak mungkin terjadi. Kehadirannya dibenci nyaris sebagian besar keluarganya.
Memang benar, Aleana harusnya tahu diri. Tetapi sembilas belas tahun hidupnya yang ia habiskan di dalam istana rasanya tak sepadan dengan apa yang ia dapatkan. Rasa sesak karena diasingkan dan juga dipandang rendah menjadi pendorong utama yang mendukung pelarian dirinya dari kerajaan. Tepat sehari sebelum hari pelantikan, Aleana melarikan diri dari kerajaan. Ia tak meninggalkan sepucuk surat atau sebuah isyarat untuk ditemukan. Eksistensinya lenyap begitu saja bagaikan ditelan bumi. Hilangnya sang pewaris tahkta menempatkan kerajaan pada titik terburuk. Meski pencarian telah dilakukan, Aleana tetap tak kunjung ditemukan. Karena sejak awal, dia memilih menghilang untuk dilupakan, bukan hilang untuk dicari.The End.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS NOT THE LOST PRINCESS
Fiksi Sejarahidk, just read it #cerpen #sejarah #fiksi