𝐒 𝐄 𝐏 𝐔 𝐋 𝐔 𝐇

705 64 9
                                    

Aku juga ingin mati, tapi aku masih ingat ketika Ayah-ku bercerita tentang bagaimana perjuangan Bunda yang ingin aku lahir ke dunia.
 —Anthea Callorine

HELLO I'M BACK
HAPPY READING LOVE˙˚ʚ(´◡')ɞ˚˙
Btw, stay healthy okayyy? (๑'ᴗ')ゞ♡♡

***

"Kakak, Thea kangen banget sama Ayah Bunda".

Sontak saja Theodore yang sedari tadi mengelus surai sang adik langsung tertegun. Malam ini seperti biasanya, kedua adik kakak itu akan duduk di ruang tengah untuk menonton TV bersama.

"Kalau boleh aku tuh pengen ikut mereka".

Tak ada jawaban. Theodore hanya diam mengikuti keheningan malam di sela-sela celotehan Anthea.

"Thea juga pengen ikut pergi, tapi Thea masih inget saat Ayah cerita gimana perjuangan Bunda yang pengen aku lahir ke dunia".

Deg

Betapa mencelos nya hati sang kakak saat dengan wajah lugu adik kecilnya berkata demikian. Perlahan Theodore menyuruh Anthea duduk.

Laki-laki itu menangkup wajah cantik sang adik, menatap lembut kearah bola mata nya. "Thea... adik kakak yang paling cantik. Kita nggak boleh berpikiran ingin mati, sesusah apapun hidup itu. Inget kan kata Bunda, kita semua punya takdir nya masing-masing. Kapan kita bahagia, kapan kita sedih, kapan kita kaya, dan kapan kita mati. Ikuti alurnya, kalau kamu ngerasa sedih atau capek, cukup beribadah dan berdo'a. Genggam tangan kakak kayak gini". Theodore memperlihatkan gandengan tangannya pada Anthea. "Thea paham kan?"

Dengan cepat Anthea mengangguk semangat. "Thea sama kakak harus terus gandengan 'kan? Artinya kalau kakak jatuh, Thea yang harus narik supaya kakak bangkit. Terus kalau Thea yang jatuh, kakak yang harus narik Thea. Right?"

Satu bulir tetesan air mata membasahi pipi kiri Theodore. Sang kakak kemudian memeluk adiknya erat, yang dibalas tak kalah erat oleh si adik.

Selama ini Anthea selalu berpikir jauh, dan mengharapkan dirinya sendiri mati. Theodore merasa sangat gagal menjadi seorang kakak ketika tak bisa membawa pergi adiknya dari hal negatif.

Hidup hanya berdua dengan sang adik bukanlah hal mudah, ia harus menjadi kakak, Ayah-Ibu dan tulang punggung keluarga. Membuat Theodore harus menjadi sosok yang kuat untuk dirinya dan Anthea.

"Udah larut, sekarang tidur yuk?" Ajak Theodore pada sang adik.

Anthea mengangguk. "Tidur sama kakak ya?"

"Iya".

Setelahnya kedua saudara itu beranjak dari sofa, menaiki anak tangga menuju kamar mereka. Meninggalkan figura foto besar yang terpajang di ruang tamu, dengan empat orang yang ada di dalam gambar itu, tersenyum begitu lebar layaknya keluarga yang bahagia.

***

"KRYSTAL! JESSICA! JEFFREY! TURUN MAKAN MALAM!"

Teriakan menggelegar dari nyonya Catherine mampu membuat seisi rumah menutup rapat kedua telinganya. Bahkan sang suami, Guntur pun turut menggelengkan kepalanya. Sudah kebal dengan teriakan membahana sang istri.

Tiga orang yang tadi nya di panggil oleh Nyonya Catherine pun langsung lari terbirit-birit menuruni anak tangga. Gawat kalau sudah di teriaki dua kali tapi tidak segera turun. Bisa-bisa langsung wassalam.

"Kalian itu kalau ngga di teriakin ngga bakal turun. Ngapain sih ngendep dikamar terus?" Omel Nyonya Catherine seraya memimpin jalan menuju ruang makan.

"Nonton film ples-ples, Mih".

"LAHAULLA JEFFREY!"

Jawaban asal yang diberikan Jeffrey sontak membuat seluruh anggota keluarga Geonardo itu langsung mengalihkan tatapan kearah nya dengan tajam.

Tak lupa dengan teriakan refleks dari Nyonya Catherine. Siapa yang tidak terkejut dengan jawaban demikian? Bahkan Krystal sudah berusaha semampu mungkin untuk tidak langsung menonjok wajah rupawan milik si bungsu.
"Lo ngga usah fit—"

"TAPI BOONG~! PAPALE PAPALE slebeww~". Sembur Jeffrey terlebih dahulu sebelum Krystal menyelesaikan ucapannya.

Pemuda itu kini tertawa tanpa dosa ketika melihat raut wajah seluruh anggota keluarga nya yang sudah seperti singa kelaparan, oh atau hanya Tuan Guntur saja yang memilih menghela nafasnya pelan.

Tapi tidak dengan sedetik kemudian ketika Nyonya Catherine langsung menjewer telinga si bungsu dengan kuat. Erangan kesakitan dari Jeffrey pun mulai terdengar.

"Ih, Mamih sakit!! Aduh aduh..".

Wanita itu tidak mendengarkan ringisan sang putra. "Berani kamu ngerjain Mamih ya? Mulai besok motor kamu bakal Mamih sita selama satu minggu! TITIK!"

Mata Jeffrey sontak membulat. "Loh? Ngga bisa gitu dong Mih..!!"

"Kamu tau titik? Ya itu artinya tanpa protes, tanpa debat, titik tanpa koma".

Keputusan mutlak Catherine membuat Jeffrey yang tetap meringis tidak terima, Krystal dan Jessica yang tertawa puas melihat wajah menyedihkan sang adik, lalu Guntur yang tersenyum melihat interaksi ketiganya.

Yah beginilah keluarga Geonardo. Setiap hari pasti selalu ada ulah dari ketiga keturunannya, dan nanti lah Nyonya Catherine yang akan menjadi penengah.

Yang berakhir membuat anak-anaknya merasa kapok. Untuk hari itu saja, dan tidak seterusnya.


TBC

Thanks for reading. I'm back. Kira-kira ini masih ada yang minat nggak ya? Udah lama ngilang.

Semoga masih.

Love you (๑'ᴗ')ゞ♡♡♡.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐆 𝐀 𝐌 𝐄 [ DISCONTINUE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang