"Anin!"
Sapaan yang terdengar pelan penuh keraguan itu membuat Anin yang sedang membaca buku di kursi besi Taman depan gedung kelas 10 IPA, jadi mendongkak, mendapati Lily yang berdiri di depannya, menyunggingkan senyum.
Alis Anin bertaut, namun tidak urung menyuruh Lily duduk di depannya. Anin pikir, setelah kejadian waktu itu, Lily sudah tidak mau berbicara ataupun satu tempat dengan Anin karena perkataan Anin yang terlampau kasar, bahkan menurut Anin.
Anin jadi melipat bibirnya. "Lily, gue beneran minta maaf buat omongan gue yang nyakitin elo waktu itu. Gue salah, gak seharusnya ngomong seenaknya padahal gue gak tahu apapun soal elo." Ujar Anin menyesal membuat Lily meringis.
"Emang nyakitin sih, tapi omongan elo bener kok." Jawab Lily membuat Anin tersentak kecil.
"Gue malah nyalahin masa lalu dan jadiin itu penghalang buat masa sekarang, apalagi gue ngeluh dan nyalahin Ibu gue sendiri. Padahal gue seharusnya bersyukur masih punya Ibu yang sayang sama gue. Gue nyesel banget." Ujar Lily menunduk menyesal dengan mata berkaca-kaca.
Tangan Anin bergerak menutup bukunya. "Meskipun begitu, maafin gue." Ujar Anin tulus membuat Lily mendongkak menatapnya.
"Gue ngomong bahwa elo gak bersyukur dan malah ngomong sana-sini, jelekin Ibu elo. Tanpa sadar gue juga gitu." Ujar Anin tertawa garing. "Gue selalu ngeluh dan nyalahin orang tua gue, gue gak bersyukur sama hidup gue. Setelah sadar, gue ngerasa malu banget ngomong gitu ke elo, padahal gue bahkan lebih buruk dari elo."
Lily menggeleng. "Udah, gapapa. Gue udah maafin elo kok."
Anin mengerjap, tersentak kecil. "Serius?" Tanyanya memastikan membuat Lily tersenyum sembari mengangguk.
Sudut bibir Anin melengkung ke atas, dia menghembuskan napas lega, serasa beban yang dipikul berkurang meskipun sebesar biji jagung.
"Nyesel banget gue pernah pandang elo sebelah mata, padahal elo baik banget gini." Ujar Anin membuat Lily tertawa kecil.
"Makasih ya, buat kemarin." Ujar Lily. "Gue gak tahu jadinya gimana, kalau elo gak ngejar dan ngambil balik uang itu. Makasih banget, ya." Ujar Lily membuat Anin tersenyum sambil mengangguk.
"Katanya elo sampai luka? Gue jadi merasa bersalah. Gimana lukanya? Udah di obatin ke UKS? Perlu ganti perban gak? Gue bisa kok tolongin elo gantiin perban-,"
Anin meringis, terkekeh kecil melihat Lily yang kembali nyerocos sendiri, namun bukan kesal yang ia rasakan tapi lega. Sungguh, lebih baik seperti ini.
"Raja kemarin marahin elo?" Tanya Lily membuat mood Anin buruk.
Anin berdehem kesal membuat Lily terbahak kecil.
"Raja itu terlalu perhatian sama anak kelas, meskipun dia tingkahnya kayak anak yang gak peduli dan nakal karena sering bolos, apalagi dia anaknya juga santai dan selalu mentingin main, tapi dia baik dan peduli banget kalau soal anak kelas." Ujar Lily membuat Anin bergeming, mendengarkan.
Pantas saja, dia marah besar karena Anin hina anak kelas waktu itu.
Tentu saja bodoh! Siapapun akan marah jika mendengar apa yang Anin katakan waktu itu.
"Dia marah karena khawatir soalnya elo ngejar pencuri sendirian apalagi sampai luka." Ujar Lily membuat Anin mencibir.
"Emang dianya aja suka marah-marah kalau sama gue." Ujar Anin tidak terima membuat Lily terbahak kecil.
"Tapi, gue seneng banget elo mau akrab lagi sama gue meskipun gue udah jahat banget sama elo. Makasih ya." Ujar Anin membuat Lily mengibaskan tangannya, bukan apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anindhita VS 2 IPS 5
Teen Fiction2 IPS 5, kelas yang dijuluki kelas paling kompak, solidaritasnya tinggi, dan kelas paling seru yang membuat siswa lain iri, ingin masuk kelas itu. Namun, tidak dengan Anindhita, murid baru. Menurutnya, kelas 2 IPS 5 itu berisik, orang-orangnya aneh...