Empat - B

1K 225 24
                                    

Gue lagi seneng, semalam Rafa ngajak baikan dan kita lanjut ngedate. Agenda kencan pada umumnya, habis makan lanjut nonton. Baik banget gue dibawain sayur yang dimasak ibunya, begini aja gue udah merasa dihargai banget. Chatnya juga panjang-panjang ketika memberitahu gue habis ngapain aja seharian tadi, tahu banget dia kalau gue paling seneng dikabarin duluan.

"Kenapa senyum-senyum gitu?" Kepergok Kale ketika gue cengar-cengir sendiri. mana tampang gue macam kurang se-ons.

"Enggak Pak." Gue senyum lebar.

Kale memutuskan berhenti di meja gue, menyandarkan kedua tangannya disana dan mengamati gue seakan-akan gue objek yang menarik. "Mikirin saya ya?"

Reflek gue mundr sambil pegang dada. "Amit-amit."

Kale terkekeh dan tetap berada pada posisinya. "Jangan kecewain saya dong. Saya tadi sudah berharap loh."

Alih-alih menjawab, dengan jumawa gue pertontonkan aja chat whassap dari ayang beb. "Ngerti sekarang ngerti dong, masa enggak ngerti."

"Bukannya gak ngerti tapi saya gak peduli." Tiba-tiba ngegas terus ponsel gue langsung disingkirin gitu.

Gue langsung merepet dapat respon yang menohok. Mungkin gue terlalu lancang kali, ya. "Uhm bapak butuh sesuatu?"

"Resechedule meeting nanti sore tapi saya tetap minta data rancangan anggaran yang akurat, suruh direksi kirim sekarang. Kamu masih punya waktu buat rapihin dan koreksi, karena dalam satu jam proposalnya sudah harus jadi. Besok pagi kamu wakilin saya rapat koordinasi di hotel mulia, jam sebelas sudah harus kirim laporan pada saya gak boleh telat semenit pun. Wajib tulis pake tangan gak boleh diketik. Setelah itu kamu jalan kaki ke fairmont, bikin reservasi untuk ketemuan dengan klien Vietnam kita. Dilarang via telepon, kamu harus ketemu manajernya langsung. Setelah sampai sana kamu segera video call saya, biar saya sendiri yang ngomong. Saya akan mengecek pergerakan kamu secara berkala, jadi jangan pernah coba-coba untuk curang apalagi membodohi saya." Perintah Kale dengan gelagat gak mengenakan.

Gue kedip-kedip bengong mendengar titah beliau yang semustahil bikin 1000 candi dalam satu malam. "Bapak bercanda kan?"

"Emang muka saya keliatan ngajak bercanda ya?" Perubahan nada suara Kale yang tiba-tiba galak bikin gue keder. Emang harus pandai membaca situasi, intonasi suara, dan raut wajahnya. Kalau kira-kira prosentasi di bawah 30%, kurangi intensitas bertanya, jangan komentar yang gak perlu dan dilarang keras membantah. "Sebelum lupa saya ingatkan kalau bulan depan ulang tahun pernikahan ayah dan ibu saya. Kamu cariin hadiah yang bagus, emang masih lama tapi kamu bisa mulai cari dari sekarang. Budget bebas, dan besok siang daftar hadiah sudah harus di meja saya lengkap dengan foto dan daftar harga, nanti kita lihat kira-kira kerja kamu becus atau gak?"

Berasa jadi paranormal anjir, harus bisa nebak moodnya.

"Baik, pak. Ada yang lain?" Pokok iyain dulu, entah gimana-gimananya lihat nanti aja. Gue udah lemes ngebayangin harus lembur malam ini supaya besok bisa mengerjakan hal lain yang diperintahkan.

"Saya akan sangat senang kalau kamu mau belajar table manner, dan saya wajibkan kamu pake rok di kantor saya!" Belum sempat gue respon, Kale sudah berlalu dari hadapan gue.

Gue buru-buru mencatat semuanya sebelum kelupaan, tugas pertama gue harus telepon masing-masing divisi buat nagih data yang harusnya dilaporkan di meeting nanti sore, kira-kira sudah siap belum ya? Mati aja kalau gak kehandle, satu jam gue udah berkurang sepuluh menit.

Dulu gue sempat memandang remeh kerjaan sekretaris, dikiranya cuma duduk cantik di depan komputer atau angkat telepon. Ternyata jadi sekretaris wajib punya skill mind reading, mengubah yang impossible menjadi possible, menjadi pesulap, menjadi tameng dan keranjang untuk menyimpan banyak rahasia dari pak bos.

Boss BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang