Dua

1.9K 360 119
                                    

Nama castnya aku ganti ya, ada yang keberatan ide namanya aku pake tapi gak apa-apa, apalah arti sebuah nama kan yang penting ide ceritanya orisinal. Met baca sayang-sayangku, aku masih disini karena kalian, sering-sering bom komen ya biar akunya semangat lanjutin!! Btw, setuju gak kalau aku ngajak Cellestinee kolabs? Kalau iya bantu sundulin anaknya dong 🤪

Micca🐾

****

Gue lagi teleponan dengan Raffa, perihal emaknya yang minta tambahan duit untuk biaya pembangunan rumah kita yang sudah memasuki tahap finishing. "Kan minggu kemarin aku udah ngasih lima belas juta ke ibu kamu, masa sekarang udah habis sih?"

"Udah habis buat bayar tukang, keramiknya aja belum kebayar." Raffa beralasan. "Kamu kira bikin rumah itu murah?"

"Kalau tau gak murah harusnya kamu udah mempersiapkan dari jauh-jauh hari. Jangan apa-apa nubruknya ke aku mulu."

"Lah terus gimana ini?" bisa-bisanya Raffa balik nanya, bukannya cari solusi sendiri.

"Gantian kamu dong yang usaha cari dana, masa aku terus yang harus muter otak?"

Jadi ceritanya, Raffa dapat jatah warisan berupa sebidang tanah kosong di samping rumah orang tuanya. Atas usul dari emak doi, kita disuruh bangun disitu aja daripada beli perumahan, udah mahal tapi ukuran bangunannya kecil. Gue diyakinkan kalau itu rumah akan kita tempati berdua setelah menikah, atau buat investasi jangka panjang kalau emang kita masih kepengen menetap di daerah sekitaran kantor.

Gue percaya aja omongan Raffa kalau gue gak harus ikutan nanggung biaya bikin rumah yang sampai detik ini sudah menghabiskan dana sekitar lima ratus juta itu, awalnya gue iyain karena mikirnya Raffa sudah siap secara finansial. Tapi begitu proyek pembangunannya sudah jalan yang terjadi gak seperti itu. Satu-satunya sumber pendanaan ternyata cuma dari tabungan gue yang dia keruk dengan alasan 'pinjem dulu ntar gue ganti', dan sekarang saldo di rekening gue udah nipis, wajar dong kalau gue minta pengertian dia.

"Nanti kamu juga tinggal disitu, gak usah perhitungan kenapa sih?"

Astaga, biar gue gak emosi mari tanamkan pikiran kalau cewek jangan mau enaknya doang, nemenin calon laki berkembang itu susah dan butuh kesabaran.

Setelah gue hela nafas dalam-dalam, gue kembali merespon Raffa. "Oke masalah rumah aku coba ikhlas, tapi bayar dulu utang kamu yang kecil-kecil. Total delapan juta yang katanya kamu pake buat bayar cicilan mobil."

"Tunggu bonusan cair."

"Katanya bonusan untuk bayar pinjol kamu yang pake namaku?" gue kesel. "gesek kartu kredit gue buat beli sepatu dan celana di PI juga belum kamu ganti."

"Oh iya. Ya udah tunggu THR aja." dengan santainya Raffa jawab gitu.

"THR masih 6 bulan lagi!" gue habis sabar.

"Kalau aku ada duit ngapain sih aku janji-janji gini?" dia ngomong seakan hal tersebut bukan masalah yang besar. "Oh ya, aku pinjem nama kamu buat ngajuin pinjol."

"Again? Ingat pinjol kamu udah di berapa tempat, Raf? Pantes aja gaji kamu habis terus...."

"Katanya aku harus usaha cari dana buat bangun rumah, ini aku lagi usaha masih aja salah di mata kamu." Raffa malah nyalahin gue.

Pengen gue banting ini handphone tapi inget cicilannya masih setahun lagi, ya gak mungkin lah gue bisa beli cash secara duit gue dikuasai Raffa semua.

"Kanis, sarapan saya mana?"

Boss BabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang