Prolog

12 4 3
                                    

Pagi menjelang siang saat itu disalah satu sekolah dasar yang cukup terkenal didaerah Bogor sangat ramai, bukan karena ada kunjungan dari artis atau ada promosi dari Dut Ice.

Melainkan jam istirahat yang sebentar lagi akan berkumandang merupakan harapan terbesar dari para siswa yang kelaparan.

Rasanya tak sabar sekali ingin menerobos pintu kelas yang tertutup dan mengurung para pelajar berpakaian merah putih itu.

Ditambah dengan aroma aroma sedap masakan ibu Euis si primadona kantin SD Harapan Kita.

Bukan, bukan karena beliau cantik bak putri atau sang Dewi, namun nasi uduk dan juga sambal kacangnya yang sangat khas kentara lezat itu yang membuat para pelajar seperti orang yang terpelet dan akan patah hati jika tidak kebagian.

Kelas 6B saat itu sedang pelajaran Bahasa Indonesia. Sama seperti kelas yang lain, tersedia guru yang mengajar didepan kelas dengan suara yang menggema mengisi satu ruang yang disebut dengan kelas.

Semua siswa dan siswi terlihat antusias walau sebenarnya mereka juga samanya ingin menerobos pintu kelas agar bisa terbebas dari tugas puisi ini.

Berbeda halnya dengan seseorang dibarisan kedua sebelah kiri. Ia hanya menidurkan kepala diatas meja dan mengangkat nya lagi, begitu terus menerus.

Hingga suara suara dari surga itu akhirnya terdengar lalu disambut dengan suka cita oleh para siswa yang kritis bagai busung lapar.

Kringggg

Lonceng sekolah berbunyi tanda istirahat telah tiba, seluruh siswa dan siswi Sekolah Dasar disana berhamburan keluar. Ada yang menuju kantin untuk mengisi amunisi perut yang keroncongan, ada juga yang hanya sekedar keluar untuk bermain.

Hari itu guru Bahasa Indonesia telah selesai mengajar dikelas 6B, para murid dengan sangat sopan meraih tangan sang guru untuk disalimi seraya berkata "terimakasih Bu."

Ia rapihkan kembali buku buku berserakan diatas meja kerjanya. Laptop, buku, penggaris, rautan, bahkan mungkin kompor pun akan ia pindahkan keatas meja ini jika perlu. Sedikit miris tapi itulah kerjanya sebagai seorang guru Sekolah Dasar.

Detak jam berlalu setelah rapih dengan pekerjaan nya ia pandangi seluruh isi kelas, pandangannya jatuh pada sosok anak perempuan dibangku kedua barisan kiri. Hanya diam dan terduduk lesu disana.

Merinding, tapi segera ia sangkal karena mana mungkin ada setan disiang bolong begini. Lagipun ia mengenal siapa sosok itu.

"Naura, sayang kamu gak istirahat?."

Sang empu yang ditanya hanya menggeleng saja tanpa ada niat mengeluarkan suaranya. Tak gentar sang guru Bahasa Indonesia itupun kembali bertanya.

"Tuh temen kamu pada main dilapangan, kamu gak mau gabung sama mereka nak?."

Lagi dan lagi hanya gelengan yang diterima oleh sang guru tersebut.
Lelah, sang guru pun menghela napas dalam dan mendekati Naura yang masih bersih kukuh duduk dibangku kesayangannya.

"Naura sayang, kenapa hm? Coba cerita sama ibu kamu kenapa?. Gak kebagian nasi uduk Bu Euis ya?."
Sang guru kembali bertanya, nadanya lembut dengan sedikit candaan guna mencairkan suasana yang pada akhirnya lawakan sang ibu kelewat garing seperti tepung bumbu ayam.

"Naura gapapa kok Bu, Naura cuma lagi capek aja."
Jawab Naura lesu.

"Capek?, Naura capek kenap-?. Ya Allah Naura badan kamu panas banget nak."
Ujar sang guru heboh saat tangannya bersentuhan dengan kulit Naura.

"Gapapa kok Bu Lina, Naura cuma lagi gak enak badan dikit aja. Bentar juga sembuh."
Kalimat yang seharusnya menenangkan sang guru namun pada akhirnya tidak membuat Bu Lina merasa tenang.

"Udah ya Bu, Naura mau ke lapangan aja ketemu sama temen-temen."
Ucapnya lagi sambil bangkit dari kursi.

"Naura jangan gitu dong, kamu istirahat aja. Ibu antar ke UKS ya nak ya?."

Bu Lina menahan Naura agar tidak pergi kemana mana kecuali istirahat. Namun Naura keras kepala dan tetap melanjutkan langkah kaki nya ke arah pintu kelas.

Tak beberapa lama kemudian pandangannya serasa berputar dan berkunang-kunang. Sekitarnya menjadi gelap dan keseimbangan nya mulai goyah.

Dalam satu langkah kaki sebelah kanan sekaligus menutup langkahnya yang berpijak pada kerapuhan, disitulah Naura ambruk tak sadarkan diri.

"NAURAAAAA!"

Pijakan rapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang