Part 3

2 0 0
                                    


-Juli 2005-

"El, gimana nilaimu ?" tanya Fitro yang sedari tadi memang sudah tidak sabar melihat nilai tengah semester Elana.

"Hemmmm....turun Ro" jawab Elana lemah.

"Tumben loeh, El. Kok bisa hancur gini?" Fitro yang menatap rentetan nilai Elana yang turun drastis, walaupun masih dikatakan lulus karena jarak nilai Elana masih lebih tinggi satu digit dari standar nilai yang seharusnya.

"Gak tahu, Ro. Akhir-akhir ini aku gak fokus" jawab Elana sambil bertopang dagu diiringi dengan desahan berat.

"Tapi, yahh gak masalah kok. Kalu dipikir-pikir kapan lagi nilaiku bisa lebih tinggi dari kamu" hibur Fitro yang sudah tahu bahwa sepupunya sekarang butuh dihibur.

"Ro" lirik Elana.

"Ehmmm..." jawab Fitro sambil melihat Elana.

"Wajar gak sieh jadi susah fokus gara-gara..." putus Elana.

"Gara-gara, apaan?" desak Fitro.

"Gak jadi deah, nanti aja aku ceritanya" sambung Elana.

"El, kamu lagi patah hati yah ?" tanya Fitro.

"Emang, kelihatan kaya orang patah hati?" tanya Elana yang sekarang menatap Fitro penuh heran.

"Kelihatan banget sieh, mungkin karena kita sudah dari kecil bareng-bareng jadi aku lumayan bisa tahu" jelas Fitro.

"Ehmmmm... emang lagi suka sama siapa sieh El?" tanya Fitro hati-hati,. "Kamu tahu akukan, bukan orang yang bocor, El" bujuk Fitro meyakinkan. Elana hanya merespon dengan senyuman penuh makna, entah bagaimana Fitro mendeskripsikan senyum yang terukir pada sepupunya ini, walaupun masih penasaran Fitro lebih memilih untuk tidak mengulik.

Hampir semua anak-anak dikelas heran melihat sosok Elana yang sudah terkenal memiliki otak encer karena saat tes masuk sekolah, dia menjadi murid yang berada di posisi ke tujuh tertinggi, dan sepengetahuan mereka yang memang sedari sekolah dasar mengenal Elana sebagai anak yang nilai terendahnya adalah tujuh puluh lima, jadi jelas saja mereka heran ketika anak yang digadang-gadang akan menjadi salah satu kandidat kelas percepatan, justru mendapat nilai mepet standar. Dan hal ini juga berlaku pada Elana, yang mendesah berat setiap melihat kertas nilai miliknya, sekarang dia merasa sangat kecewa dengan dirinya sendiri, karena kalah dengan situasi yang seharusnya tidak boleh mengusik ketenanganya sampai seperti ini.

Sekarang Elana benar-benar bingung harus menjelaskan nilainya yang turun kepada orang tuanya, dia melamun di pinggir trotoar sambil menunggu angkutan kota. Dan ketika sedang membuat skenario dalam otaknya tentang cara menjelaskan nilainya yang turun, tiba-tiba ia dikagetkan dengan anak laki-laki bersepeda yang lewat di belakangnya sambil bersorak "Sendirian, niyehhh". Karena merasa risih, tanpa menoleh mencari tahu siapa yang berbicara Elana sontak berjalan menjauh, akan tetapi sosok bersepeda itu justru mengendarai sepedanya mendekat dan mencegat Elana. Karena kaget, kertas nilai yang dipegang Elana terlepas dan jatuh di bawah roda sepeda orang yang berada di depannya. Perlahan dengan ragu Elana melihat sosok tersebut, dan ternyata itu adalah anak laki-laki yang mengembaikan pulpennya di dermaga. Elana melihat dari atas sampai bawah, anak laki-laki itu ternyata murid SMA terlihat dari seragam yang dikenakannya. Anak tersebut memberikan cengiran kuda, lalu mengambil kertas milik Elana dan melihat dengan seksama lalu mengembalikan pada Elana. Karena semua kejadian begitu cepat Elana, hanya diam mematung. Anak laki-laki itu sepertinya terkejut melihat reaksi Elana, dan kemudian dia tertawa lalu berkata "Maaf yah, kagetnya boleh udahan ?" . Elana yang diajak berbicara mengangguk dan menggaruk pungguknya, lalu berusaha pergi dari tempat dia berdiri dengan sesopan mungkin, "Iyah, sedikit kaget kak. Permisi yah" ucap Elana. Namun sebelum melangkahkan kakinya anak laki-laki itu mengulurkan tangannya "Kenalin, namaku Elvanders. Nama kamu siapa?" kenalnya. Elana menyambut tangan lelaki itu dengan ragu dan memperkenalkan dirinya "Hai, Kak Elvan. Namaku Elana". Begitu Elana selesai memperkenalkan namanya, lelaki bernama Elvan itu tersenyum lalu menawarkan diri untuk menemani menunggu angkutan kota, walaupun Elana sudah menolak lelaki tersebut tetap bersih keras dengan tidak bergeming dari tempatnya, dan untungnya tidak perlu waktu lama angkutan kota yang sudah berisi anak-anak sekolah lain yang sejurusan dengan Elana akhirnya datang, lalu tanpa berpamitan Elana berlalu meninggalkan lelaki bernama Elvan itu, dan dapat dilihatnya melalui jendela angkutan kota Elvan melambaikan tanganya sambil tersenyum.

***

"Kak, kenapa mukanya kaya gak semangat gitu ?" tanya Mama yang tanganya sedang sibuk menyiapkan makanan namun matanya menatap lekat Elana. Elana menatap Mamanya kemudian tersenyum kecil dan melengos masuk ke dalam kamarnya. Walaupun sang Mama penasaran apa yang telah terjadi dengan anak gadisnya, dia tidak terburu-buru memaksa Elana untuk menceritakan apa yang terjadi. Elana keluar dari kamar dengan baju rumah lalu duduk menghampiri sang Mama dan memeluknya, lalu mulai menjelaskan bahwa nilai ujian tengah semesternya mengalami penurunan. Sejujurnya Elana sudah siap apabila sang Mama ingin mencecar pertanyaan alasan nilainya mengalami penurunan karena memang hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Namun respon yang diberikan oleh Mama Elana adalah memeluk anak gadisnya lebih erat dan mengusap punggung Elana sambil berkata "Kak, gak apa-apa kok. Nilai turun itu biasa dalam masa-masa sekolah, yang penting value tidak mencontek tetap kakak lakukan semua aman, yang perlu kakak lakukan sekarang makan, istirahat terus kalau mau ngulik pelajaran yang nilainya turun juga boleh, tapi saran Mama sekarang kakak harus menambah energi dulu" setelah mengatakan hal tersebut Mama Elana tersenyum. Elana bersyukur sekali Mamanya ternyata tidak memarahinya, walaupun dia masih belum lega karena Papanya belum mengetahui hal ini.

***

"Hah......." desahan napas yang Elana sudah bisa menggambarkan apa yang telah terjadi kemarin dirumah. Elana menatap kosong jalan sambil menunggu Fitro menjemputnya, karena setelah dicecar pertanyaan dan petuah dari sang Papa, sepupu sekaligus sahabat Elana itu menelpon dan mengajaknya untuk membeli buku.

"Ellllllllll.......". Kaget dengan suara cempreng yang sudah tidak asing itu, Elana hampir saja terjatuh dari tempat dia menunggu. Dan si empunya sumber suara hanya memberikan senyum lebar kepada Elana yang sudah memasang wajah dongkol karena perbuatan sepupunya itu.

"Hemmm...tumben banget di bolehin bawa motor, Ro" tanya Elana yang baru menyadari Fitro datang menggunakan sepeda motor gede, dimana dia paling tahu bahwa Fitro itu bagaikan aset negara yang dilarang untuk lecet.

"Hehehe... karena ada 0,5 kenaikan nilaiku, jadi ini hadiah. Ayo naik cepat, ini kehormatan buatmu El jadi penumpang pertama".

***

"Dari banyaknya insan di dunia, dan dari 1001 kemungkinan, mengapa semesta mempertemukan kita?" sebuah sinopsis yang menarik perhatian Elana saat mengelilingi toko buku. Bila dilihat dari covernya, buku ini pasti stok lama yang lupa untuk dikembalikan kedalam gudang, hati Elana menggerakan tangganya untuk mengambil buku itu namun belum juga ia menggapai buku itu, ada orang yang lebih cepat mengambilnya. Dan sebelum sempat El mengatakan bahwa dialah yang terlebih dahulu ingin mengambil buku itu, orang itu telah pergi menjauh.

"Kenapa El?" tanya Fitro yang kebinguang melihat El diam terpaku.

"Ehmm, tad aku mau beli buku. Tapi orang lain sudah lebih cepat ngambil buku itu" jawab Elana.

"Emang sudah gak ada, stock apa?" tanya Fitro.

"Udahlahh, tohh bukunya juga tentang Cinta gitu, yang ada kalau Papa lihat aku bakal di omelin" jawab Elana miris.

"Yaudah, aku traktir Ice Cream yah" tawar Fitro semangat yang disetujui oleh Elana dengan anggukan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AthanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang