1

963 96 1
                                    

"Park Ranna!"

Suara melengking membuat sekumpulan gadis di lorong terpaku. Tak ada satu anak pun yang berani menatap mata suster Ella.

"Kenapa gadis itu selalu terlambat saat absen malam? Apakah aku kurang dalam memberikan kalian waktu beraktivitas di luar?!" suster Ella memegang kepalanya, kencang, seperti ditarik. Penghuni asrama putri satu itu memang sangat sulit diatur.

"Mohon izin menanggapi, Suster."

Suster Ella, dan seluruh penghuni asrama lantai dua itu langsung menatap gadis berpiyama biru. Siapa lagi, kalau bukan room mate Ranna—Yoo Hana.

"Silakan bicara, Nona Yoo." Suster Ella memasang tampang garang, dengan postur tubuh seolah siap menerjang Hana bila mengeluarkan kalimat yang salah.

Hana melirik kanan dan kiri. Seluruh orang menatapnya. Ini begitu mengerikan, sampai degub jantung Hana tak beraturan. Ranna gadis tolol yang menyebabkan satu lantai terkena ocehan.

"Ranna harus bekerja setelah usai kuliah. Sehingga, mungkin sebentar lagi ia akan tiba di asrama. Suster, saat ini sedang hujan deras, kemungkinan kereta bawah tanah sedang terganggu," ucap Hana dengan penuh hati-hati.

"ALASAN!" suster Ella semakin meradang.

Hana langsung memejamkan matanya erat. Takut dilahap oleh suster tua yang begitu sadis jika membahas tata tertib. "Maafkan saya, Suster." Hana langsung membungkukkan badan beberapa kali.

Suster Ella menghela napas kasar. Ia bingung bagaimana menyikapi Ranna. Sisi malaikatnya merasa kasihan, lantaran gadis itu baru ditinggal ayahnya, dan harus membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Sisi setannya, tak kuasa bila apa yang sudah ia atur dalam menertibkan asrama, jadi kacau karena Ranna yang tidak bisa bekerja sama.

Tiba-tiba suara seperti benda berat jatuh di lantai membuat seluruh penghuni ruangan terkejut. Suara itu datang dari kamar Hanna dan Ranna.

Langsung saja, suster Ella berjalan memasuki kamar itu.

Dengan raut tanpa rasa bersalah, Ranna tertangkap basah sedang memunguti buku-bukunya yang jatuh akibat tersenggol—sebab Ranna masuk lewat jendela kamar.

"PARK RANNA!"

Dengan sigap, Ranna berdiri dengan tegap.

"Siap! Suster Ella!" sahut Ranna.

"Kau tahu ruanganku, bukan?" tanya Suster Ella.

Ranna mengangguk. "Lantai satu, sebelah ruang berdoa, pintu warna putih, dan-"

"Diam!" suter Ella semakin pening akibat jawaban Ranna yang terkesan kekanakan. "Kalau begitu, aku tunggu di sana!" titah suster Ella.

Ranna mengangguk lagi. "Baik, suster Ella."

Setelah itu suster Ella membubarkan sesi absen malam. Hana hanya bisa diam menatap Ranna yang memasang wajah pasrah. Ranna tahu apa yang terjadi setelah ini. Ini adalah ketiga kalinya Ranna melanggar peraturan, dan pilihan terakhir untuk Ranna kemungkinan adalah dikeluarkan dari asrama putri.

Ranna menghadap suster Ella yang kini sedang duduk bersamanya.

"Ranna, kau tahu peraturan di asrama ini, bukan?" tanya suster Ella, tanpa perlu basa-basi.

"Iya. Aku sudah banyak melanggar peraturan, dan berisiko untuk dikeluarkan," jawab Ranna.

"Benar. Lalu apa yang akan kau lakukan saat ini, dengan kondisimu yang sulit?" Suster Ella tahu biaya sewa kamar di Seoul sangat tinggi, dan khawatir jika Ranna tak memiliki tempat tinggal.

"Tidak apa-apa suster. Ayah memiliki apartemen di Seoul. Sebetulnya hari ini saya sudah memindahkan beberapa barang ke sana," ucap Ranna.

Suster Ella terdiam, menelisik Ranna. Apakah gadis itu sedang membual?

"Baiklah, kalau begitu ... aku tidak perlu repot memberikan surat pengeluaran," ucap suster Ella.

Ranna tersenyum tipis. "Terima kasih suster. Besok pagi, aku akan mengosongkan lemari," ucap Ranna.

Ini lebih baik, pikir Ranna. Setidaknya surat pengeluaran tidak keluar, karena akan mempengaruhi nilai ketertiban. Tapi sebetulnya Ranna memiliki kekhawatiran besar, apa yang ia katakan pada suster Ella adalah kebohongan.

Ranna benar-benar buntu saat ini. Gadis itu bingung mau pergi kemana, sewa kamar sangat mahal, sedangkan uangnya untuk ditabung saja tidak ada.

Bajingan, Raeun.

Ranna ingin menguliti Raeun bila berhasil ia temukan. Kakak tirinya itu telah berbuat curang, dan kriminal. Belum lagi seorang pria menyebalkan yang ia temui tadi siang, semakin membuatnya darah tinggi. Ranna takut bila masalah di hidupnya tak menemui penyelesaian.

Kepala Ranna sakit, dan pundaknya lelah. Masih muda tapi beban hidup seolah menanggung bola dunia di punggung.

Mati enggan, tapi, hidup susah. Ranna terlalu takut mati, sebab ia banyak menumpuk dosa. Namun hidupnya seolah terlalu kejam, sampai-sampai Ranna menyesal terlahir sebagai manusia.

Ya Tuhan, kenapa Kau tak menciptakanku sebagai pepohonan?! Ranna merengek dalam hati, menangisi hidupnya.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang