***
Joohyun melirik Seulgi yang melewati meja makan tanpa melihatnya sedikit pun. Apalagi menyapa. Meskipun itu bukan pertama kalinya, tapi tetap saja Joohyun selalu berharap setidaknya Seulgi mau untuk sekadar memulai obrolan.
Seulgi bukan orang yang pendiam. Joohyun sering mendengar dia berbincang-bincang dengan ajudan-nya secara langsung maupun melalui sambungan telepon. Dia termasuk orang yang merespon dengan baik perkataan orang lain. Siapa pun itu. Terkecuali Joohyun.
Ketika berhadapan dengan Joohyun, Seulgi akan menjadi orang yang sangat irit bicara. Seolah ada dinding yang sengaja dibangunnya untuk diri sendiri agar Joohyun tidak bisa masuk ke dunianya.
Setelah memasukkan makanan yang tersisa ke lemari pendingin, Joohyun kembali ke kamarnya. Mungkin dia akan lanjut membaca sebelum tidur. Sengaja memasang pengingat di ponsel-nya karena sering lupa kalau sudah tenggelam dalam kegiatan favorit-nya. Besok dia ada kelas pagi, jadi se-bisa mungkin dia tidak akan tidur larut supaya tidak terlambat.
Konsentrasi-nya buyar ketika mendengar deru mesin mobil Seulgi. Kendaraan roda empat itu meninggalkan kediaman mereka. Membuat keheningan yang selalu menemani Joohyun semakin menunjukkan diri saat perempuan itu sadar bahwa dia benar-benar sendirian sekarang. Seulgi tidak akan kembali sampai besok pagi. Entah apa yang dia kerjakan di luar sana malam-malam begini. Joohyun juga tidak mau bertanya dan mencoba tidak peduli.
Joohyun memegang perutnya yang terasa kram. Tangannya mengusap sudut matanya yang tanpa sadar mengeluarkan cairan akibat terlalu banyak tertawa. Dilihatnya Seungyoon memiliki ekspresi yang sama di wajahnya. Laki-laki yang duduk di depannya itu bahkan sampai menangkupkan wajahnya di meja.
Joohyun merasa terhibur. Setidaknya laki-laki itu tahu harus mengucapkan kalimat apa agar tidak menambah mendung di wajahnya. Membuatnya lupa jika selama kelas tadi dia begitu kesal pada Seulgi. Bagaimana tidak? Dia yang sudah terlambat untuk berangkat ke kampus mau tidak mau harus mengesampingkan rasa malu-nya dan meminta tolong pada Seulgi. Bukannya menyuruhnya masuk ke mobil, si sombong itu malah menekan pedal gas dan meninggalkan Joohyun yang dongkol setengah mati. Untung saja tak lama kemudian ada taksi yang melintas di depan Joohyun. Meskipun dia sedikit heran kenapa ada taksi yang lewat di depan rumah mereka yang berada di ujung jalan. Tapi dia mengabaikan pertanyaan di kepalanya dan memilih mencaci maki Seulgi se-puasnya di dalam hati.
"Tolong jangan lagi mencegah-ku untuk berjuang."
Joohyun menatap jemari-nya yang genggam oleh Seungyoon. Ini sudah kesekian kalinya laki-laki itu menyatakan perasaan padanya. Sudah kesekian kalinya juga dia memilih untuk tidak menerima. Atau mungkin belum? Entahlah. Joohyun takut dia melewati batas. Bagaimanapun dia masih memiliki keter-ikatan status dengan orang lain.
"Kau kan tahu aku istri orang." Ucapnya berusaha meyakinkan. Entah dia meyakinkan laki-laki itu atau diri sendiri.
Jelas bahwa laki-laki ber-lesung pipi itu mampu membuatnya nyaman. Ucapan dan sikapnya yang selalu menghormati Joohyun membuat perempuan itu sedikit tak enak hati jika harus menolak permintaannya untuk mengajak Joohyun pergi bersama. Sekadar menemaninya makan atau membicarakan apa saja. Mereka tidak pernah kehabisan topik obrolan karena laki-laki itu pintar mengolah kata. Kakak tingkatnya itu juga sedikit banyak sudah membantunya di bidang akademis-nya. Entah dia memiliki misi rahasia atau memang dia tulus ingin membantu, Joohyun bersyukur dengan kehadiran laki-laki pemilik marga Choi itu di hidupnya.
"Aku tahu. Tapi kau sendiri yang mengatakan bahwa dia sudah mendaftarkan perceraian kalian, kan?"
Joohyun terdiam. Itu benar. Seulgi memang sudah memasukkan gugatan cerai-nya ke pengadilan agama. Untuk pertama kalinya selama 7 bulan pernikahan mereka, si sombong itu mengajak-nya berbicara di meja makan, yang ternyata membahas masalah perceraian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Rindu
FanfictionKamu mau apa? -Irene Kalau maunya kamu, gimana? -Seulgi