Part Enam

1K 13 5
                                    

" Bukan perpisahan yang ku takuti, tapi bagaimana aku tanpamu setelah itu"

###

Aaron menggenggam erat tangan Rain basah keringat dingin dengan kepalan kuat. Aaron tidak menduga Rain akan menampar keras pipi tegas Brian mendengar bahwa ia bukan ayah Rio. Aaron mengerti bahwa benak mereka mengartikan Nathan lah ayah kandung Rio.

"Jelaskan pada kami terlebih dahulu, Brian. Akan kami bantu menemukan Nadia tanpa terkecuali" sebisa mungkin  Aaron menenangkan gemuruh di dalam diri Rain yang hampir membuncah.

"Kalau begitu biarkan aku mencari istriku sendiri, Rain. Jelas ini tidak adil. Istriku hilang saat akan menjemput Rio yang bersama kalian, tapi kalian membantu untuk menemukan dengan syarat"

Skakmat.

Kerut di dahi Rain memudar perlahan seperti sebuah bogem. Tidak, ini semakin rumit. Bukan ini yang Rain mau. Alih alih  terbongkar siapa ayah kandung Rio, justru Bryan enggan di ajak kompromi.

Tanpa berpikir panjang Bryan menggendong Rio yang masih tidur pulas lantas pergi begitu saja. Meninggalkan dua orang yang sama putus asa dan bingung tidak tau harus apa. Keduanya diam tak bergeming. Memikirkan jalan keluar, benang semakin rumit ingin digunting saja.

Sementara itu Bryan membawa pulang Rio ke Yogyakarta saat itu juga meski ia baru sampai. Bryan benar benar tidak habis pikir dan di luar kendali. Bagaimana mungkin Nadia lepas pengawasan. Jelas ini kasus di sengaja. Bryan menggenggam setir mobil kuat hingga buku buku jemari memutih.

"Siapapun dalangnya, tidak akan ku ampuni" ujar Bryan mantap.

Pandangannya beralih ke Rio sedang mengucek mata gatal, tangan Bryan terulur untuk menepuk nepuk bahu berharap Rio kembali tidur. Tiba tiba Rio merangkak ke pangkuan Bryan, hanya diam dan memeluk perut rata laki laki dewasa itu.

Tes tes.

Air mata menetes tak bisa Bryan bendung. Ia sangat merindukan Nadia, bagaimana dengan darah dagingnya ? Tangisan lolos keluar dari mulut Bryan. Ia menatap keluar jendela enggan membalas tatapan bingung dari pangeran kecil dibawahnya.

"Nadiaaaa .. Kembalilah, kumohon"

"Daddy, don't cry usap usap"
Jemari mungil Rio mengusap dada Bryan memperagakan lucu supaya tidak lagi menangis.

"Lio disini daddy, it's otey"

Usapan kecil berganti tepukan. Kali ini Bryan tau, perlakuan Rio mengikuti ibunya. Menenangkan dengan tepukan pelan. Ingatan itu justru kian menambah rindu menguar kuat dari dalam dada. Rasa terbakar sekaligus geram berlomba lomba membuncah untuk keluar.

"Sungguh, aku tidak akan memaafkan siapa bajingan di balik semua ini"

***

Nadia menatap sosok pria jangkung menggunakan setelan jas putih beberapa peralatan dokter di nakas. Entah mengapa pikirannya kacau belakangan ini. Nathan yang sedang pergi hanya menitipkan pesan supaya pria di hadapannya ini memeriksa keadaan Nadia.

"Apa keluhan anda nyonya ?"

"Aku merasa beberapa potongan memory ku kembali. Aku pernah mengasuh seorang anak kecil yang menggemaskan, tapi dimana dia ?"

Tidak langsung menjawab, dokter tersebut menulis di atas kertas sebentar.

"Lalu ?"

"Lalu di dalam ingatanku bukan di sini aku tinggal" Nadia menatap langit langit kamar dan sekeliling.

"Baik nyonya. Pemulihan ingatan memang tidak mudah, tapi ada kalanya anda tidak bisa membedakan mana ingatan di dunia nyata ataupun itu adalah kepingan mimpi. Lebih baik anda perbanyak istirahat, ini obat tambahan supaya di minum"

Nadia kemudian menunduk lesu, jujur bukan ini yang ia harapkan. Bukan dokter hanya sebatas angin lewat, kepingan itu jelas bukan mimpi. Perlakuan Nathan over protective salah satu faktor kecurigaan Nadia. Sungguh ia ingin melarikan diri tapi kemana ?

Nadia melirik name tag terpasang jelas di dada kiri jas putih sebelum pamit.

"Terimakasih dokter"

"Iya nyonya. Saya pamit pergi"

Nadia mengangguk. Selepas dokter menghilang di balik pintu, Nadia bergegas mencari bolpoin di lemari nakas dengan buru buru.

"Cepat Nadiaaa, tulis. Ingatlah ingatlah ingatlaaaah ku mohon"

Nadia menuliskan sebuah nama menggunakan tinta hitam di telapak tangan.

"Dr. David Ardo"

Tiba tiba gejolak itu muncul. Rasa was-was, takut dan panic attact menyerang Nadia tanpa ampun. Tubuhnya penuh dengan keringat dingin, suasana gelap serasa kurungan dan bisikan halus menyelimuti.

Tubuhnya roboh berusaha meraih apapun untuk membantunya lebih baik.

"Persetan dengan dokter gila, aku butuh sesuatu"

Bayangan hitam besar seakan menyerang Nadia. Halusinasi  kembali muncul tak di undang, Nadia harus pergi dari sana.

Dengan kaki telanjang Nadia berlari sekuat mungkin menjauh dari rumah Nathan. Hatinya sujud syukur tidak mengerti mengapa Nathan mematikan seluruh keamanan di rumahnya. Meski tidak tau kemana ia akan pergi, ia hanya ingin pergi dari hunian yang mengekangnya itu.

Tanpa Nadia sadari, tubuhnya terangkat sempurna oleh tangan besar memasukannya ke dalam mobil van hitam.

"Tidak--"

Pemberontakan tak mereka gubris sedikitpun. Nafas tersengal membuat lemas dan pasrah. Air matanya mengalir deras, ia benar benar tidak tau apa yang sedang terjadi. Keluar kandang singa dan masuk ke dalam kandang buaya.

###

Sedikit dulu, pemulihan ygy.
Selasa 130922 12:50

Nathan dan Nadia 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang