Bab 02

8 1 0
                                    

Adin Pov

"Witing tresno jalaran soko kulino" pepatah kuno yang berarti "Tumbuhnya cinta karna dari kebiasaan" itu rupanya benar-benar terjadi dalam hidup ku.

Kirana, gadis cantik dan lincah, selalu membuat semua yang di sekelilingnya selalu tersenyum melihatnya, gadis yang sudah dianggap anak oleh orang tua ku sendiri, terlebih bunda, yang sedari kecil punya baju kembar dengan bungsu di keluarga kami, Kinara.. lihat sendiri kan, bahkan nama mereka pun mirip.

Entah apa yang membuat bunda ku begitu mencintai gadis itu, dan karna sedari kecil kami sering bersama, hati ku pun turut larut dalam pesona gadis ayu itu, lebih daru seorang kakak kepada adiknya. Aku menyayanginya, tapi semakin lama rasa sayang itu kurasa berbeda dari rasa sayang ku ke Kinara.

Beberapa hari ini pun di rumah heboh rencana perjodohan Kirana dengan keluargaku, ada rasa cemas juga sedih. Secara aku anak ke tiga dari empat besaudara, sedang kakak pertama dan kedua ku sama lelaki semua, tentu mereka lah yang lebih berpeluang untuk di jodohkan dengan Rana, gadis ku itu.

Soal perasaan Kak Fatih dan Kak Fathan terhadap Rana, aku tak tau..., tapi bisa saja kan mereka punya rasa seperti apa yang aku rasakan untuk Rana? tidak sulit untuk jatuh cinta kepada Rana, apalagi kedua kakak ku juga tipe anak penurut apa lagi dengan titah Bunda, pasti mereka tak akan mungkin menolak.

Huuuhh...tak sanggup rasanya aku bila itu terjadi, kalau Rana menjadi kakak ipar ku? bagaimana dengan hati ku nanti?? tapi aku bisa apa untuk memperjuangkan perasaan ku ini? mengajukan diri sebagai calon untuk Rana juga pasti tak di terima bunda karna umur ku yang masih belia, pasti kedua kakak ku lah kandidatnya.

"Busyet dah ni bocah bucin, dari tadi di cariin, ternyata sembunyi di pojok kantin aja mandangi foto yayang rasa adiknya" sebuah tepukan di pundak menyadarkan lamunan ku yang tengah memandang foto Rana di wallpaper HP ku. Tentu saja, Agus, Didik dan Roni, sahabat sejak SMA ku itu tau perasaan ku pada Rana "Yayang rasa adik ku" kata mereka

"Resek amat sih kalian" gerutu ku, memasukkan HP ke dalam tas ku.

"Tembak aja sudah Din...dari pada kerjaan lo cuma ngelamun sama mandangin foto gitu, percuma... Rana nggak bakal bisa tau perasaan lo" kata Didik

"Mana Adin berani nembak...sedang Rana nya ada udah punya cowok gitu" hahahaha kata Roni di sambut tawa yang lainnya.

Bener-bener sahabat lucknut mereka ini, tau temennya lagi galau, malah di bully juga sama mereka. Tapi mereka emang benar sih, Rana emang sudah punya pacar sebenernya, Cahya nama cowok itu, tentu saja kami tau, Rana pasti cerita pada kami semua, ya seperti yang di bilang, Rana seperti adik kami, jadi dia juga biasa curhat soal dunia percintaannya selayak kepada saudaranya.

"Bener-bener deh kalian ini, bikin anjlok mood gue tau" kata ku

"Eits...tunggu dulu Din " kata si Agus, apalagi pikiran bocah satu ini? "Tapi bener kata nyokap lo...selama janur kuning belum melengkung, Rana masih milik umum, ya kan sob...masih bisa lo deketin, tenang aja" lanjut Agus.

"Deketin pale lo" jawab ku. "Kalian kan nggak tau, keluarga gue dan keluarga Rana udah sepakat menjodohkan Rana dengan anak bokap nyokap, dan kalian tau kan...sudah pasti bukan gue, karna kakak-kakak gue semua jauh lebih mapan, jomblo pula, ya kali gue mau saingan sama mereka"

"Walaaaah....kalo' itu mah berat Din, alamat patah hati seumur hidup lo" kata Didik

"Iya...kalo' Rana nikah sama orang lain sih, mending...masih bisa di tikung atau paling nggak yaaaa jauh-jauh deh hidupnya, nah kalo' nikah sama Kak Fatih atau Kak Fathan?? gimana lo bisa move on kalo Rana selalu di depan mata?? kacau lo Din" jawab Agus

"Nah tu tau....udah ah, jangan banyak cincong, galau gue"

"Nggak usah galau, nonton yu'..." ajak Didik

"Nonton cowok-cowok doang mana ada serunya sih? nongkrong aja lah di cafe, lama ini nggak ngrasain kopi ijo" kata Roni.

"Iya lah...ngopi aja, ntar klo nonton, bukannya ngibur Adin, malah makin butek pikirannya lihat yang romantis-romantis di bioskop" jawab Agus.

"Serah kalian lah...." kata ku frustasi.

"Yaa habibal qolbi, yaa khoirol baroyaa, yaa lijjittabil halqi, rosulal hidayah" percakapan kami terinterupsi oleh suara HP dari tas ku, dering lagu khusus untuk nomer Kirana ini.

"Uiiiiihhh panjang umur ini si Yayang, lagi diomongin juga langsung nelpon" celetuk Agus

"Paling dia lagi makan apa ngobrol, trus kegigit itu bibirnya, jadi curiga terus nelpon Adin" kata Didik

"Apaan sih kalian ini?" protes ku "Hallo...Assalamu'alaikum Rana...." tanya ku, busyet...ternyata deg-degan juga ya..

"Wa'alaikum salam...Mas, Mas Adin dimana?bisa jemput Rana nggak?motor Rana mogok nih" kata Rana

"Mogok dimana?" tanya ku.

"Nih..di deket alun-alun Tulungagung, Mas masih di kampus kan" tanya Rana.

"Masih, ini sama anak-anak...emang Rana sama siapa aja?" tanya ku.

"Cuma sama Milla Mas, tadi maunya beli kain buat baju kebaya wisuda nanti, eh malah mogok ini motornya"

"Ya sudah...Mas jemput sama Agus ya, tunggu di situ"

"Trus motor aku nanti gimana Mas?" tanya Rana

"Nanti Mas bawa ke bengkel temen Mas di deket situ ya, belanjanya nanti kita yang antar" jawab ku.

"Ya udah...jangan lama-lama ya Mas" jawab Rana

"Iya, paling sepuluh atau lima belas menit juga udah sampai kok"

"Ya udah kalo gitu, Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salam" jawab ku.

"Motor Rana mogok Din? kok bawa-bawa nama ku segala" protes Agus.

"Iya nih...di deket alun-alun, Dik..Ron...kalian mau ikut kita dulu apa langsung ke cafe?nanti habis nyamperin Rana kami nyusul" tanya ku

"Ikut aja lah...ntar kita kelamaan nongkrong di cafe nunggu kalian, iya kalau Rana mau ke cafe yang itu, klo minta yang lain??" Jawab Didik.

"Ya udah...tapi Rana mau beli kain kebaya dulu ini...buat acara wisuda dia nanti"

"Nggak apa-apa...demi lo bisa deket sama Rana...gue jabanin deh" jawab Roni.

"Oke...thank's ya" kata ku. Syukur aku punya temen yang super pengertian kaya mereka. Kami langsung meluncur ke tempat Rana dan Milla menunggu dengan 3 motor sport kami.

Hanya butuh waktu 10 menit, kami sudah menemukan keberadaan dua gadis itu, ternyata tak terlalu jauh sama bengkel Mas Iqbal, bengkel langganan ku juga kakak dari temen kampus ku. Aku dorong motor Rana ke bengkel yang hanya berjarak seratus meter dari tempat Rana tadi, dan kami langsung menuju Pasar Pahing, tempat biasa keluarga kami nyari kain.

Bersyukur juga, gadis ku ini pintar sekali memilih kain, jadi tak butuh waktu lama, kain kebaya berwarna ungu untuk atasan dan bawahannya sudah berada di tas khusus dari toko itu. Rupanya mereka ber lima mau pakai costume yg sama buat acara wisuda nanti.

Setelahnya, kami nongkrong di cafe, tentu sesuai keinginan para gadis itu, Cafe Dendy pilihan mereka, dasar penggila coklat dan warna ungu si Rana ini, tapi syukur nya di cafe ini banyak banget varian makanan dan minuman, jadi kita fun-fun aja.

***

Setengah hati, Separuh JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang