Rumah

86 19 2
                                    

Hari sudah perlahan gelap, namun Taehyun masih enggan membiarkan samsak tinjunya beristirahat dari pukulan serta tendangannya yang hampir 2 setengah jam ini menemani. Seolah hal itu tak ada apa-apanya, bahkan ketika sekujur tubuhnya dibanjiri keringat Taehyun tetap saja meninju benda itu tanpa ampun.

"Taehyun, kau tak akan pulang?"

Tanya seorang teman yang kini sudah bersiap dengan tas bawaannya hendak pulang, masih melihat Taehyun di ruang latihan membuatnya bertanya-tanya hingga mengurungkan niat langsung keluar.

Laki-laki itu menoleh, menghentikan sejenak kegiatannya dengan napas memburu. "Duluan saja, biar aku yang mematikan lampu ruangan."

"Oke, jangan malam-malam. Besok kita masih ada latihan."

Selang setengah jam sejak temannya pulang, Taehyun menyerah dan langsung terkapar begitu saja di lantai yang beralaskan matras. Kaos oblong yang dipakainya basah total, rambutnya yang berponi sebatas alis sudah acak-acakan tak karuan. Sembari mengatur napas, matanya menatap langit-langit ruangan yang tinggi dengan hiasan lampu pijar. Entah apa yang dipikirkannya saat itu, namun Taehyun termenung dengan posisi terlentang cukup lama di sana.

Tak ingin lebih dulu terpergok oleh penjaga keamanan, Taehyun segera bangkit dari posisinya. Melepas sarung tinju dan handwrap, menenggak setengah botol air minum yang tersisa, lalu membilas tubuh seadanya di toilet khusus. Hingga begitu ia keluar dengan rambut basah dan sudah lebih segar dari sebelumnya, satu nada notifikasi masuk ke ponsel.

Ibu:

Kerja kelompoknya sudah selesai? Kau ada les malam ini, jangan lupa.

Kau juga senior sekarang, tahun depan mulai masuk SMA. Jangan melakukan hal-hal yang tak berguna.

Tak berguna. Seperti ibunya tahu saja apa yang berguna bagi dirinya dan yang tidak.

Taehyun menghela napas. Dimasukkannya semua barang yang tadi ia bawa ke dalam tas, lantas mematikan lampu ruangan dan pergi menuju loker untuk menaruh tasnya di sana.

Sekarang hampir pukul 7, tubuhnya yang lelah ingin rasanya langsung berbaring di kasur empuk. Benar, mungkin bolos sekali lagi tak akan membuatnya kehilangan banyak materi, dan kalau di sana dia dapat tugas, dia juga bisa mengerjakannya dengan cepat. Toh banyak teman-teman pintar yang mau membantunya.

Jadi alih-alih menuju tempat les, Taehyun memilih ke rumah Yeonjun. Selain karena itu satu-satunya tempat yang bisa ia tuju dengan aman, dia juga tahu kalau ada beberapa temannya yang lain pasti ada di sana. Rumah Yeonjun takkan pernah sepi.

"Huruf 'a' di kata resistance itu dibaca 'ə/e' dan 's'-nya dibaca 'z', dengarkan aku ya, rəzistəns."

"Ah, sepertinya aku harus banyak mendengar alat penerjemah dengan saksama."

"Biasakan membaca saja, nanti juga pelafalanmu bagus."

Benar 'kan, begitu dia tiba di rumah Yeonjun, dia bahkan dibukakan pintu oleh Hueningkai, sudah begitu dia juga menemukan Beomgyu yang sedang belajar pelafalan bahasa Inggris dengan Yeonjun. Apa dia bilang, rumah kakaknya yang satu itu tak pernah sepi sejak ada mereka.

"Oh, Taehyun! Kau sudah tiba?"

"Eum, belajar untuk kuis ya, hyung?"

"Iya, harusnya aku berlatih dari kemarin kalau tahu tema speech-nya politik. Mana untuk membuat naskahnya berjam-jam, sekarang banyak istilah yang aku tak tahu cara pengucapannya."

Taehyun hanya tersenyum kecil, lalu meminta izin pada Yeonjun untuk meminjam kaos karena selepas mandi kilat di sekolah tadi dirinya mengenakan lagi seragam sekolah. Sambil menunggu Yeonjun, Taehyun melihat lagi dua temannya yang sedang fokus belajar, entah kenapa tapi rasanya Taehyun jadi aneh sendiri tiap melihat hal ini terjadi.

Lies Within LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang