Direktur Park Jung Hae

435 65 4
                                    

"Berhentilah menjadi dokter. Ambil alih posisiku sebagai direktur utama."

Kalimat yang keluar dari mulut Hyejin berhasil membuat hati Junghae seketika mencelos. Matanya membulat sempurna dengan bibir terkatup rapat. Ia membutuhkan waktu untuk mencerna semuanya. Direktur utama. Hal konyol macam apa yang membuatnya harus mengambil alih posisi itu. Memang dia dulu pernah belajar tentang bisnis. Tapi dia tidak sedetail itu mempelajarinya. Seorang Junghae yang berprofesi sebagai dokter tiba - tiba saja menjabat sebagai direktur utama. Bukankah hal yang sangat kontras beralih dari bidang kesehatan ke bidang bisnis.

Salah satu sudut bibir Junghae tertarik. Sesekali ia terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. Entah kenapa hari ini benar - benar konyol baginya. Menurutnya hari ini jam tidak berputar 24 jam akan tetapi dua kali lipat dari itu. Lama dan melelahkan.

"Ini semua hanya lelucon kan?"

Kedua matanya mengamati ekspresi wajah kakek dan Hyejin lekat - lekat. Tidak ada ekspresi bergurau diantara mereka. Bahkan kakeknya sekarang sedang menatap tajam dengan mata membulat kepadanya. Yang benar saja, apa kali ini ia benar - benar harus menjadi direktur utama? Bahkan dia belum menyiapkan mental untuk mendengar kabar semacam itu.

"Junghae.. aku serius." ucap Hyejin dengan sorot matanya yang tegas namun masih terkesan lembut. Junghae benar - benar merasa seperti ada bom menimpanya saat ini. Meledak. Hal itulah yang saat ini sangat tepat untuk mendeskripsikan keadaaannya.

"Perusahaan suamiku sedang mengalami kekacauan saat ini. Beberapa petinggi perusahaan melakukan penggelapan dana yang membuat saham perusahaan semakin menurun. Aku harus mengambil alih perusahaan suamiku, karena dia harus mengurus perusahaan keluarga di luar negeri."

Seketika Junghae memfokuskan pandangannya pada Hyejin. Sorot matanya berubah menjadi terkejut dengan apa yang Hyejin barusan katakan. Perusahaan milik suami kakaknya itu memang sangat besar dan bahkan sama besarnya dengan perusahaan milik kakeknya. Memiliki investasi dan kerja sama dengan pihak luar negeri membuat perusahaan itu bisa saja benar -benar kehilangan citranya apabila permasalahan internal seperti penggelapan dana tidak diselesaikan.

"Tapㅡ"

"Harusnnya kau bersyukur. Banyak yang menginginkan posisi sebagai direktur utama. Apa kau akan tetap melanjutkan profesimu sebagai dokter dan membuat perusahaan gulung tikar karena kekosongan jabatan? Pikirkanlah orang - orang disekitarmu. Berhentilah menjadi egois." belum sempat Junghae melanjutkan kalimatnya Park Taejoon lebih dulu memotongnya. Pria paruh baya itu melontarkan kata perkata penuh penekanan membuat Junghae terdiam. Rahangnya tampak mengeras dengan gigi bergemelatuk. Perkataan yang dilontarkan cukup membuat hatinya meradang. Jika jabatan direktur utama kosong hal ini benar - benar menjadi boomerang bagi keluarganya. Apakah ini waktunya dia meninggalkan profesinya sebagai dokter? Hatinya tetap teguh untuk terus tetap menjadi dokter tapi keadaan seperti memaksanya untuk melepas pekerjaan yang dia impikan sejak dulu. Junghae benar - benar putus asa dengan semua hal yang menimpanya. Cinta? Profesi yang dia impikan? Sepertinya dia benar - benar tidak berhak untuk mendapat semua itu. Pria itu menghela nafas panjang. Sesekali memejamkan mata untuk menetralkan pikirannya yang sekarang benar - benar kacau.

"Kenapa kalian tidak menyerahkan jabatan itu ke orang lain?"

"Kalau saja aku bisa membuat orang mati menjadi hidup sudah pasti aku akan menyerahkan semuanya ke Junho lagi." ucap Taejoon dengan intonasi tinggi yang cukup membuat Hyejin tersentak. Seketika dada Junghae terasa sesak ketika kakeknya itu menyebut mendiang ayahnya, Park Junho.Terhitung sudah 25 tahun ayahnya meninggal tepatnya ketika Junghae berumur 10 tahun. Apa perlu membawa nama orang yang sudah meninggal ke dalam pembahasan ini?

"Kakek." Hyejin berusaha untuk membuat kakeknya tidak berkata melantur lebih jauh lagi. Ia tau Junghae benar - benar merasa nanar sekarang.

"Jika kau tidak mau aku tidㅡ" belum sempat Hyejin melanjutkan kalimatnya dengan cepat Junghae menarik berkas di meja hadapannya, merogoh bolpoin pada kantung bajunya. Kedua sorot matanya menatap tajam, lurus ke arah Taejoon. Tatapan itu, tatapan yang sulit untuk Hyejin artikan. Dendam? putus asa? atau sedih? entah kata apa yang patut ia deskripsikan untuk tatapan Junghae saat ini. Atensi Hyejin beralih pada Junghae yang kini menandatangani berkas itu. Ada perasaan bersalah ketika melihat Junghae menandatangani berkas pergantian direktur tersebut. Tapi mau bagaimana lagi. Keadaan yang mengharuskan posisi ini.

Break The Rules Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang