"Hey, Caera."
"Eh, hai Alan." Alan menghampiri Caera, duduk di sebelah gadis berambut hitam legam itu. Keduanya duduk di depan kelas, di sebuah bangku panjang tempat keduanya berkenalan kemarin. "Gue dengar dengar kemarin lo debat sama Lucy ya?"
"Iya, dia gak terima gue jadi ketua kelas. Kata dia, sistem voting nya curang. Padahal memang gak jelas sistemnya. Terus perkara buang sampah aja nyalahin orang, karena menurut dia ketua kelas itu leyeh leyeh doang. Padahal, kebersihan kelas itu kan kewajiban seluruh penghuni kelas, bukan cuma anggota struktur organisasi."
Caera mendumal panjang lebar, mukanya tertunduk. Wajah ayu nan rupawan yang awalnya ceria berubah menjadi kecut, ia kesal karena perdebatan kemarin. "Pelan pelan Cae, lo ngomongnya terlalu cepat. Walaupun kata kata lo mudah diserap, tapi tetap aja."
"And finally, I found someone who great in Indonesian." Caera menatap Alan bingung, jadi pria ini ingin memberikan opini atau ingin bersyukur karena bertemu seseorang yang bagus dalam berbahasa Indonesia? Ah sudahlah, terserah Alan saja, "Maksud gue, lo keren banget dari cara pengucapannya."
"Malah kemana mana pembahasannya." Caera memutar matanya lalu menopang dagunya di sebuah meja yang memang disediakan oleh pihak sekolah, "Gini, kenapa gak Lucy aja yang disuruh jadi ketua kelas? Dia ceramah terus dari kemarin."
"Lama lama gue jengkel sendiri deh," Caera menatap kosong pada langit yang saat itu terang benderang. "By the way, kayaknya kita se frekuensi."
"Gue juga mikirnya gitu, kirain gak bakal ada yang sepemikiran sama gue di kelas. Datanglah elo, sang penyelamat." Caera tertawa kecil, pria di sampingnya ini mampu membuat suasana hati Caera membaik. "Lo omongin dong, apapun tentang lo."
"Kayaknya lo orang spesial, hehe."
Caera tengah melamun di sofa balkon kamarnya, memikirkan ucapan Alan tadi siang di sekolah. "Spesial apanya? Emang aku nasi goreng?"
Ting!
Sebuah notifikasi menyadarkan Caera dari lamunannya, notifikasi itu berasal dari nomor tidak dikenal. Tapi sepertinya Caera tahu siapa orang tersebut.
+62 857××××
| Caera
| Ini gue, Alan
| Add contact gue ya
seen
26/07/22ok |
gue add nya alan aja atau gimana? |
seen26/07/22
| Terserah
| Alan sayang juga boleh
read
26/07/22Wajah Caera berubah menjadi merah, ia menyembunyikan wajah ayunya di bantal sofa. Caera, Caera, bagaimana bisa ia tersipu malu dengan hal sekecil itu?
Alandra IPA 1
| Gue gak tau mau bahas apa
| By the way, nama lo bagus
seen
26/07/22thanks! |
nama lo juga bagus |
oh iya, kalau misalnya pakai sistem vote |
nya lucy, menurut lo siapa yang cocok jadi
ketua?
seen
26/07/22| Antara lo sama Lucy
| Kenapa gue harus jadi wakil sih
| Gue kan pengen jadi bendahara biar bisa korup
seen
26/07/22alan |
sesat |
gausah ditemenin |
seen
26/07/22| Ga lah
| Harus amanah
seen
26/07/221 bulan kemudian uangnya menghilang |
seen
26/07/22| Tau aja
| Buat beli baso
seen
26/07/22wkwk parah |
eh gue disuruh tidur sama ayah |
nightt |
seen
26/07/22| night
| have a nice dream
| eh
| don't have a nice dream
seen
26/07/22lalu apa? |
seen
26/07/22| have a great dream
seen
26/07/22BRAK!
"Caera?! Kamu ngapain?!"
"Ayah! Kakak jatuh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja
RomansaLangit senja memang selalu indah, tetapi kisah Caera Senjani dan Alandra Delangit tak melulu seindah langit senja. *** About Caera Senjani, Alandra Delangit, and their story. © yena4riie, 2022