"loving you might be a crime but hating you is a sin..."
***
Berada di belakang panggung. Semua member saling berpelukan. Tidak terkecuali Chenle dan Jaemin. Setelah saling berterima kasih kepada para semua staff, para member mulai berpencar untuk menemui keluarga masing-masing. Chenle pergi bersama Renjun untuk menemui kedua keluarga mereka.
Mereka berbincang cukup lama sebelum Renjun berkata kepada kedua keluarga, "Ah aku dan Chenle harus kumpul lagi dengan member..." setelah mendapat persetujuan, Renjun dan Chenle mulai pergi mencari yang lain.
Senyum sumringah yang sedari tadi mewarnai wajah Chenle telah luntur. Ia menunduk selama berjalan. Renjun menatap Chenle, mulutnya membuka dan menutup tetapi tidak berhasil mengeluarkan satu suara pun. Ketika Renjun memantapkan untuk berbicara, ia malah melihat Jaemin dan berhenti.
Melihat Renjun berhenti, Chenle juga ikut berhenti. Saat ia menegakkan kepalanya dan menatap ke depan, matanya melebar.
"Hyung, aku harus ke toilet..." ucap Chenle tergesa-gesa saat melihat Jaemin berada tidak jauh disana bersama dengan keluarganya.
Renjun menaikkan alisnya. Walau ia tahu alasan kegelisahan Chenle saat ini, ia masih tidak bisa tidak berkata, "Apa kamu yakin? Di depan ada orang tua Jaemin, kita harus menyapanya."
Chenle menggelengkan kepalanya. Ia berkata dengan lemah, "Aku...tidak bisa."
Renjun menatap iba pada Chenle. Ia menepuk lembut kepala Chenle. "Baiklah kamu bisa pergi. Aku hanya akan bilang bahwa kamu sakit perut," godanya, mencoba mencairkan kegugupan Chenle.
Chenle tersenyum. Ia berbisik, "Terimakasih, Hyung."
Sesampainya di toilet, Chenle langsung berjalan menuju wastafel. Ia menghidupkan keran, menampung air itu dengan tangannya, lalu membasuh wajahnya dengan kasar. Ia membasuh mukanya berkali-kali hingga percikkan air itu membasahi kerah bajunya. Matanya tertutup dan dadanya naik-turun. Chenle mengangkat kepalanya, menyebabkan bulir-bulir air turun ke dagunya dan jatuh ke wastafel. Tangannya mencengkeram tepi wastafel dengan kuat hingga kuku-kuku jarinya memutih.
Untuk sementara waktu, Chenle menutup matanya. Bola matanya berkedut dan bulu matanya bergetar, jelas menunjukkan kegelisahan yang tersembunyi di balik kelopak itu.
Bernafas, batin Chenle. Bernafas, Chenle. Bernafas. Ia mengulangi kata itu terus-menerus seolah merapal mantra, berusaha untuk menghipnotis dirinya sendiri.
Ketika ia merasa sedikit lebih tenang, Chenle akhirnya memberanikan diri untuk membuka mata dan menatap dirinya di depan cermin.
Kacau. Begitulah Chenle menilai penampilan dirinya sendiri. Poninya yang sebelumnya tertata kini jatuh lepek di dahinya, ia terlihat lemah.
Heh. Chenle tersenyum miris. Pecundang, umpat Chenle pada dirinya sendiri.
Chenle menghirup nafas tajam lalu menghembuskannya dengan kasar. Adegan-adegan di panggung tadi kembali terputar ulang dalam kepalanya terutama saat ia berada di dalam kotak ketika mereka saling berhadapan... saat Chenle mengutarakan perasaannya dengan berani...
Chenle mendecih. "Apanya yang mengutarakan... Aku hanya berani mengungkapkannya lewat tatapanku padanya. Bagaimana mungkin dia menangkap apa maksud di balik itu..." sinis Chenle. Bahkan jika Jaemin Hyung menyadarinya, aku yakin dia hanya akan berpura-pura seolah ia tidak tahu... Ia bahkan tidak melihatku lagi setelahnya, sambung Chenle dalam hati.
Entah kenapa memikirkan itu saja membuat dadanya sesak.
Tetapi hanya itu yang bisa Chenle lakukan. Hanya melakukan hal itu saja sudah menguras seluruh keberaniannya. Chenle menundukkan kepalanya lagi. Bibirnya digigit begitu kuat mencoba mentransfer rasa sakit di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TALK TO YOU, IN MY DREAM | JAEMLE
FanfictionCinta Chenle kepada Jaemin begitu banyak hingga rasanya begitu menyakitkan...