Aku hanya seorang wanita. Iya, seorang wanita yang sudah berkepala tiga yang sedang berusaha menikmati kenyataan pahit dunia ini.
Lima tahun. Lima tahun selama masa sekolah aku harus merasakan bagaimana rasanya enggang untuk datang ke sekolah. Bagaimana perasaan ketakutan itu terus menghantuiku. Hingga keluargaku memutuskan untuk pindah ke kota sebelah dan ku pikir, aku bisa membuka lembaran baru, tapi tidak. Aku salah, ini semakin buruk.
Tulang punggung keluarga kami telah pergi. Aku yang sebagai anak satu-satunya memutuskan memendam impianku untuk berkuliah. Banting tulang untuk menghibur wanita yang telah melahirkanku. Aku ingin sekali melihat senyum sehangat matahari itu. Sangat ingin.
Karena terlalu berfokus kepada pekerjaan yang perlahan mulai berkembang. Ibu mulai tidak murung lagi. Dia mulai membuka dirinya, meskipun dia tersenyum, tapi senyuman itu tidak sama seperti dulu. Hingga aku memutus mengambil beberapa kesempatan kencan buta bersama seorang teman.
Meskipun percobaan pertama gagal, tapi yang kedua, ketiga, dan seterusnya aku akhirnya bertemu dengan seorang pria yang aku pikir kami bisa melangkah kejenjang yg lebih serius, tapi...
"Aku hamil, Al."
"... Bercanda lo ga lucu, tau ga. Ayo kita mall. Udah mau mulai fi—" Jawabannya tanpa melihatku sedikitpun dan sibuk dengan handphone-nya.
"Aku hamil. Ini, ini anak kita."
"Ga mungkin, lo kan udah minum obat waktu itu. Iya, kan?"
Aku hanya bisa mengulum bibir bawahku tak berani melihatnya.
Dia akhirnya menatapku. Perlu beberapa detik dia sadar dan menarikku dengan kasar. "Sh*t! Ikut gue!"
"M-mau kemana?"
"Ke dokter, masih tanya lagi!" Jawabnya dengan ketus.
Aku yang mendengar itu tanpa bertanya lebih lanjut merasa orang yang paling bahagia di dunia ini. Tapi...
"Usia kandungan mbaknya diperkirakan lima minggu."
Kami sekarang ditempat dimana semua wanita yang sedang hamil memeriksa kandungannya.
"Saya mau aborsi, dok." Ucap pria yang berdiri di sampingku dengan entengnya.
"Apa?! Al! Kamu gila ya!"
"Ngapain gue gila? Nih anak bawa sial tau. Coba lo pikir ya, lo hamil di luar nikah, terus lo itu cuma blablablabla..."
Aku tidak ingin mendengarnya lagi dan lekas pergi, tapi pria yang berhasil mematahkan hati itu mencegahku.
"Gugurin ga!"
"Kamu tuh kenapa sih? Ini tuh bayi kita. Kenapa kamu mau gugurin?!"
"Ugh! Lo juga kenapa ga pakai obat juga! Bukannya lo biasanya pakek obat?!"
Aku yang biasanya memang meminum vitamin dan sering kali membeli obat juga untuk mencegah kejadian tidak dinginkan terjadi, dan benar saja. Hari itu, dimana pria yang akrab aku panggil Al itu ingin melakukannya bersamaku.
"Kan aku sudah bilang. Kesehatanku akhir-akhir ini buruk dan dokter menyarankanku untuk tidak minum lagi. Kalau tidak... Kalau tidak aku ga bisa hamil lagi. Gimana kalau ini kesempatan terakhir aku hamil?!" Bentakku tak tertahankan lagi dengan sikapnya yang selalu mau menang sendiri.
"Yah udah tinggal adopsi apa susah nya sih."
Semudah itu dia mengatakannya.
"K-kamu... Al, ini anak kita."
"Anak kita, anak kita, lo mungkin diluar sana sama cowok lain kan. Lo diam-diam main dibelakangkan sama gue dan lo nyebak gue dengan alasan ini anak gue kan, iya kan?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI LEILA: tiga kemungkinan
Fantasy"Penulis ini juga ingin bahagia!!!" Hidup ini seperti roller coaster. Leila, seorang wanita yang ingin memiliki kehidupan seperti tokoh utama yang dia tulis. Hingga kejadian naas yang tidak dia ketahui bagaimana caranya dia bisa meninggal. Sekarang...