Jam telah berlalu, malam pun telah menapaki. Didalam gedung akademi begitu terang, hiasan lampu warna warni menambah kesan cantik pada ruangan tersebut. Siswa siswi yang kini berbalut dress dan jas memadati ruangan. Ini benar benar pesta seperti yang kebanyakn mereka harapkan.
Dipanggung kecil yang sengaja disiapkan seseorang menarik perhatian.
"Selamat malam teman-teman. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas antusias dan kerjasama kalian dalam memeriahkan acara besar kita ini. Tanpa kalian acara ini bukanlah apa-apa. Dan kini saatnya malam puncak festival, PESTA DANSA!!!" Tepuk tangan meriah menyergai seruan di pembawa acara.
"Baiklah langsung saja kita mulai, MUSIK!!"
Dan begitulah acara berjalan dengan sangan meriah.
Beralih kearah balkon sebelah kanan, seorang dengan balutan jas putih dengan beberapa aksen didepan menambah wibawa nya.
Sebenarnya pria tersebut bukan sedang menikmati pesta, namun ia sedang menunggu, seseorang yang iya yakin akan datang. Matanya tak lepas dari arah pintu masuk ruangan.
Sementara ditempat lain, seorang wanita tengah berdiri gemetar seluruh tubuhnya. Matanya selalu menatap kearah jam tangan. Detik berlalu, menit terlewati. Raut wajahnya berubah menjadi cemas, peluh keringat membasahi dahinya, menghilangkan jejak make up yang ia gunakan beberapa waktu lalu. Gaun hitam dengan burkat sederhana yang melekat ditubuhnya kini sedikit kusut.
Tepat dua jam yang lalu, ia seorang diri pergi ke tepi hutan barat daya, disana ia melihat sesuatu yang sebelumnya tidak pernah dilihatnya.
Sosok dengan mata tajam, dan tubuh menjulang tinggi bersembunyi diantara pepohonan yang rindang, dengan langkah yang hampir tak terdengar , berjalan mengikuti gerakan manusia didepannya.
Zena, gadis berbalut gaun pesta berjalan kearah hutan, terus masuk hingga dalam.
Bukan tanpa tujuan, Zena datang ketempat itu untuk memastikan kebenaran bisikan yang didengarnya hampir setiap waktu. Bisikan tersebut menyuruhnya masuk kedalam hutan barat agar dapat menemukan kebenaran yang dicarinya.
Bukan tidak mungkin, bagi Zena yang memiliki pendengaran tajam untuk tidak mendengar langkah kaki dibelakangnnya.
Zena berhenti dan dengan cepat menoleh kebelakang, dan benar saja , tepat dibelakangnya ada sosok hitam besar menjulang tinggi, dengan mata merah tajam dan gigi taring yang runcing.
Dengan tubuh gemetar, Zena berusaha mengendalikan diri dan membaca beberapa kata, hingga asap ungu kehijauan muncul dan membawanya pergi.
Namun sayang sekali, tempatnya mendarat kini sangat salah. Zena muncul tiba² didepan pintu gedung akademi, aula tempat berpesta. Beruntungnya tidak ada satu pun yang menyadari kedatangnnya.
Setelah berbenah sebentar, sembari menunggu waktu pesta dimulai , Zena menetralkan perasaannya. Menenangkan diri dan tidak membayangkan apa yang barusan dilihatnya.
Ketika pembawa acara mengatakan waktunya pesta dansa dimulai, tepat saat itu Zena membuka pintu aula. Sialnya seluruh mata memandang kearahnya, bermacam tatapan dan suara dia dengar.
Dengan langkah cepat Zena jalan menuju tempat paling dalam dari aula. Namun sayangnya, suara olok-olokan dirinya masih terdengar bersautan dipendengarannya.
Tiba-tiba, sebuah tangan menggandengnya berjalan keluar aula bagian belakang.
Suasana berbanding terbalik dengan yang ada didalam gedung, bahkan kini nyanyian hewan malam pun terdengar merdu.
"Kenapa?"
Kata tanya ia lontarkan kepada satu-satunya orang yang berdiri didepannya.
Rey berbalik, meraih kedua tangannya.
"Apa yang terjadi? Kenapa dingin sekali?"
Sesekali tangan Rey membelai rambut yang sudah tak tertata rapi.
"Cantik"
Zena melepaskan tangannya.
"Terimakasih"
"Kembali saja ya, pesta ini tidak cocok menerima kedatangan dewi secantik kamu"
Zena sedikit tersenyum mendengar rayuan Rey yang penuh niat.
"Zena ," panggil Rey
Yang dipanggil hanya diam, tiba-tiba sebuah suara kembali mengusiknya.
~cepat cari orangnya, lalu pergi~
~bos kita sudah hampir berhasil~
~ambil dulu, yang lain...~
"Zena!" Rey menaikan satu nada memanggil kembali wanita didepannya
Wajah Zena pucat pasi, tubuhnya sedingin es dikutub. Rey bingung harus bagaimana. Dengan berani ia menggendong Zena dan membawanya pergi dari gedung akademi.
Sialnya jalan satu²nya yang dapat dilewatinya adalah Aula tengah dimana banyak teman²nya yang sedang berpesta dansa.
Tidak memikirkan hal tersebut Rey membawa Zena keluar. Tepat setelahnya bisikan² yang terdengar menusuk ke telinga Zena.
Zena sadar saat sudah berada didalam mobil.
"Aduhh" keluh nya memegangi kepala
"Kenapa na?" Rey bertanya
Zena membenarkan posisi lalu mencari sesuatu didalam tasnya. Setelah menemukan Headseat ia memasang nya , itu adalah solusi terbaik saat ini agar suara² yang lain tidak masuk kedalam telinganya.
"Na? Kamu baik-baik saja kan? Apa kita perlu ke klinik?" Tanya Rey sekali lagi
"Ah, ga papa kok. Sedikit pusing." Balasnya dengan sedikit senyuman
"Ke klinik dulu aja ya" saran Rey kembali
Zena menggeleng "gak usah, anterin pulang aja" pintanya
"Tapi naa"
"Rey.."
Rey tertegun, ini pertama kalinya Zena memanggil namanya. Bukan hal aneh tapi ini benar2 terjadi, selama mereka kenal Zena bahkan belum sekalipun memanggil Rey dengan namanya.
"Oh, oke kita balik" ujar Rey akhirnya
Perjalanan pulang hanya diisi kehengingan, sesekali Rey melirik kearah Zena, namun yang dilirik hanya memejam kan matanya.
Setelah mengantarkan Zena pulang, Rey tidak langsung pulang, dia menuju kesuatu tempat.
To be continue