3. Pembawa sial

2.2K 250 20
                                    

"Sana ganti woy, tau sendiri bu beby kalo ngehukum ga nanggung"

Lulu yang tadinya sedang menyalin pr matematika Oniel lantas mengangguk, mengambil pakaian olahraganya di dalam tas kemudian bergegas pergi ke kamar ganti. Benar kata Oniel, Bu Beby cukup menyebalkan tiap memberikan hukuman.

Selesai dengan urusan pakaian, Lulu langsung bergegas kebawah menuju lapangan dimana teman temannya sudah ramai berkumpul.

Ia lalu berdiri pada bagian tengah. Mengobrol dengan Chika yang berdiri tepat dibelakangnya.

Dapat ia lihat Oniel yang sudah menempatkan diri dibarisan bagian belakang, sengaja agar tidak terlihat oleh Bu Beby.

Oniel itu tak terlalu suka berolahraga. Lebih tepatnya, ia tak pandai olahraga. Meskipun bentuk tubuhnya bagus, namun badannya kaku. Olahraga yang ia kuasai hanyalah catur.

Iya. Olahraga otak.

Pandangan Oniel kini tertuju pada lelaki tinggi dengan rambut cepak yang tengah berlari mendekat. Itu Gito. Lelaki yang menjabat sebagai ketua kelas itu sedang bertugas memanggil bu Beby selaku guru olahraga seperti biasanya, namun kali ini laki laki itu hanya datang sendiri.

Jadi kemana Bu Beby.

"Hari ini materi basket, tapi bu Beby ngga bisa ngajar. Jadi kita belajar mandiri hari ini"

Ucapan Gito tentu mengundang senyum dan sorak gembira dari teman temannya.

Guru olahraga yang tidak masuk itu artinya jam pelajaran kosong. Mereka bebas melakukan apapun asal masih di area lapangan, bahkan beberapa siswi hanya berkumpul disamping lapangan sambil membicarakan gosip panas sekolah.

Mengingat Oniel yang tak pandai olahraga, lelaki itu ingin ikut melipir dengan teman temannya yang lain. Duduk di samping lapangan yang tak terlalu panas karena terhalang pohon rindang, namun baru saja Oniel berbalik badan, Gito tiba tiba menarik lengannya, membawanya mendekati ring basket di ujung sana.

Dahinya mengernyit bingung, namun kakinya tetap melangkah mengikuti si ketua kelas.

"Git, gue mau ngadem. Ngapain sih?"

Kalimat itu meluncur kala keduanya sampai didepan ring. Tak hanya berdua. Lulu dan juga Chika ada disana.

"Main basket lah, apa lagi?"

Oniel berdecak, menatap jengah temannya itu.

"Gue mana bisa main basket"

"Tau. Makannya ini mau kita ajarin. Lo ngga cape remed mulu tiap praktek?"

Oniel mengangkat bahunya enteng. Jika diingat, remedial yang selalu ia lakukan bisa disebut mudah. Jadi sepertinya tak masalah.

"Remednya cuma ngerjain soal. Gampang"

Oniel lantas bersiap melenggang mengikuti niat awalnya tadi, namun belum sempat kakinya melangkah maju, lagi lagi Gito menahan langkahnya.

Kini dengan tarikan pada kerah belakang kaos yang Oniel kenakan. Membuat lelaki itu langsung berbalik menatap Gito dengan tatapan kesal.

"Gue tau lo pinter, tapi nilai remed cuma mentok di 7,8 sebener apapun jawabannya. Lo ngga mau dapet nilai diatas kkm apa?"

Setelah dipikir pikir, ngapain juga Oniel mikir. Engga, ini bercanda.

Setelah dipikir pikir, benar juga apa kata Gito. Nilai Oniel selalu pas pasan di mata pelajaran olahraga karena nilai remedial hanya membantu sedikit.

Waduh.Oniel jadi tergiur, tapi melihat sinar matahari yang amat terik menembus kulit hari ini membuat Oniel tetap kukuh pada niat awal.

Amazing [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang