𝆹𝅥 :DAY O7

297 10 0
                                    

DandelionIsara Mao × Anzu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dandelion
Isara Mao × Anzu

-------

"Hey.. Mao, aku sangat menyukai bunga dandelion seperti aku menyukai mu"

"Tetapi tidak dengan orang tua mu yang tidak menyukaiku, atau lebih tepatnya membenciku"

Gadis bersurai coklat bergumam sendiri dikamar. Memandang bunga dandelion yang sudah mekar terletak di dekat jendela, Anzu membaringkan tubuhnya di atas kasur merasa lelah.

Lelah dibandingkan dengan gadis lain. Tiada hari tanpa Anzu dibandingkan dengan gadis lain oleh ibu mertuanya, siapa sih yang tidak kesal? celotehan itu Anzu hadapi dengan penuh kesabaran.

"Apa ini?! Masakan mu tidak enak! Aku lebih memilih memakan masakan anakku daripadamu" kumat lagi, Anzu hanya menghela napas panjang.

Apa kalian tau? Anzu tidak pernah curhat kepada Mao tentang masalah ini, gadis itu takut kalau hubungan Mao dengan ibunya tidak baik. Sang ibu pun kalau anaknya sedang di rumah akan memperlakukannya Anzu dengan baik.

Kenapa tidak kabur saja? Apa yang membuatnya tetap bertahan? Isara Mao, suaminya. Anzu sangat mencintai Mao, begitu juga perasaan Mao dengan Anzu. Pemuda itu sangat menyayangi Anzu.

Sebuah langkah kaki berjalan menuju kamarnya, Anzu langsung menukar posisi tubuhnya dari tiduran menjadi duduk di atas kasur, takut jika sang ibu melihatnya malas-malasan lalu ia akan diomeli kembali.

Namun firasat gadis itu salah, Mao berdiri di depan pintu sambil membawa kantong plastik berisi makanan.

"Kenapa kau terlihat tegang seperti itu? Ada apa?"

"A-ah- Tidak ada ... Aku hanya kaget saja"

Bukannya merasa tenang, Mao malah ngotot pada Anzu untuk bercerita. Dari eskpresi-nya saat datang tampak takut dan lelah. Tetapi Anzu menolak dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.

"Beneran?" Mao memastikan, anggukan kepala sebagai jawaban.

Mao mengelus surai coklat milik Anzu, "Maaf kalau aku sering pergi untuk bekerja, bagaimana kalau Minggu kita jalan-jalan?"

"Umn, mau!"

"Nah gitu dong, sekarang, ayo tidur"

.
.
.
.
.

Paginya Mao sudah pergi untuk bekerja, gadis itu melambaikan tangannya mengatakan untuk hati-hati. Tidak lama kemudian mimpi buruknya datang kembali, sang ibu berdiri di belakang Anzu dengan tatapan tidak suka.

"Kenapa malah diam disini? Cepat bekerja!"

"Ugh.."

Dengan kesal Anzu mengambil sapu kemudian menyapu ruangan besar itu. Ini akan berakhir lama sampai menunggu Mao pulang. Selama gadis itu menyapu, tiba-tiba tangannya dengan tidak sengaja menyenggol piring yang ada di atas meja.

Prang!

Piring itu pecah berkeping-keping, Anzu mulai panik, sapu yang ada ditangannya tadi terlepas untuk memungut serpihan kaca dilintai. Belum sempat mengumpulkan semua pecahan, ibu Mao langsung datang dengan ekspresi tidak suka.

"Dasar gadis ceroboh! Kau tau harga piring ini? Aku membelinya dengan harga yang besar! Memangnya kau bisa mengganti piring ini?" selama wanita itu mengomel, Anzu sama sekali tidak menyimak dan hanya lanjut memungut serpihan kaca di lantai.

"Hey! Apa kau mendengarkan ku?!" tangannya menjambak rambut Anzu dengan kesal, dengan tidak sengaja tangan Anzu terkena kaca itu membuatnya terluka.

"Kalau aku sedang berbicara dengarkan! Mengapa anakku menikahi mu? Seharusnya dia menikah dengan Fujimoto-san!"

Ah.. nama itu kembali keluar dari mulut wanita itu, gadis yang selalu dikagumi, yang selalu jadi bahan bandingannya dengan gadis itu. Tiada hari tanpa membahasnya. Anzu sudah muak. Gadis itu melepaskan genggaman tangan wanita itu pada rambutnya. "Lepaskan!" Tangannya mendorong wanita itu sampai terjatuh.

"Baiklah.. Jika ini yang kau mau, aku akan pergi, puas?" Anzu pergi untuk berkemas-kemas, tidak mempedulikan lagi celotehan wanita itu.

Dengan berat hati ia kemas 'kan semua pakaiannya, tidak ingin meninggalkan tetapi ini pilihan satu-satunya. Ia kemudian pergi lewat belakang rumah agar tidak diomeli lagi.

"Kurasa ini akhirnya, selamat tinggal ... Mao"

.
.
.
.
.

"Aku pulang~"

Mao melangkah masuk, ia melihat kiri-kanan mencari Anzu. Sepertinya gadis itu ada dikamar. Mao melepaskan sepatunya kemudian meletakkannya di rak. Berjalan menaiki tangga.

"Anzu? Eh—"

Pemuda itu melihat kamarnya berserakan, ia memanggil-manggil nama Anzu namun tidak ada respon. Akhirnya ia pergi kebawah untuk menanyakan hal tersebut pada ibunya.

Kembali menuruni tangga, sang ibu berada di dapur tengah memasak. Panggilan dari Mao membuat wanita itu langsung berkeringat dingin.

"Ibu, apa kau melihat Anzu? Apa dia sedang pergi keluar?"

"Dia sudah pergi dari rumah"

Sejenak pemuda itu terdiam, mencerna apa yang di ucapkan oleh ibunya. Iris hijaunya membulat kaget. "Hah?! Pergi bagaimana? Apa ibu mengusirnya?!"

"Tidak, dia yang pergi sendiri. Sudah ibu bilangkan? Lebih baik kau menikah dengan Fujimoto-san! Gadis itu baru saja memecahkan piring kesayangan—"

"Setidaknya ibu tidak pergi mengusirnya!" bentak Mao.

Kenapa ia baru sadar sekarang kalau Anzu sering di banding-bandingkan sama ibunya? Seharusnya selama ini Anzu bercerita padanya, seharusnya Mao lebih perhatian pada Anzu, seharusnya semua ini tidak terjadi.

Mao merasa putus asa, tidak tau entah kemana Anzu pergi. Seperti ada yang mengguncang hatinya. Yang tersisa hanya bunga dandelion milik Anzu. Satu-satunya peninggalan Anzu.

END.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

✦ ANGST WEEK | ensemble starsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang