MP'07

1K 84 0
                                    

"Apa yang kau rencanakan, Jay?"

Seseorang yang dipanggil 'Jay' itu menghentikan langkahnya, kemudian berbalik untuk menatap ayahnya yang duduk disofa dengan segelas kopi hitam yang asapnya masih mengepul.

"Apalagi? Aku ingin bertemu dengan adikku."

"Lalu, setelah bertemu?"

Jay menaruh jari telunjuknya didagu, berpura-pura sedang berpikir. "Mungkin aku akan menculiknya atau mungkin membawanya untuksendiri diriku sendiri?"

SPLASH!

JLEB!

Sedikit lagi saja, jika bukan karena refleksnya yang bagus, belati yang sekarang tertancap didinding itu akan menggores pipi mulus Jay.

"Sentuh seujung jari saja putraku, aku pastikan detik itu juga tanganmu akan hilang!"

Jay berdecak kesal lalu memutar bola matanya. "Aku juga putramu kalau kau lupa."

"Sudahlah, berbicara dengan tua bangka sepertimu hanya akan membuang waktu berhargaku." Setelah berkata seperti itu, Jay melenggang pergi. Menghiraukan suara ayahnya di belakang sana yang sekarang memaki dan meneriakkan namanya.

--o--

Menoleh ke kiri lalu ke kanan, Baekhyun harus memastikan jika situasi cukup aman untuk mengambil barang yang dimaksud oleh orang yang menelponnya

Ingin tahu apa pekerjaan Baekhyun? Dia hanya seorang kurir, tapi dengan bayaran yang tinggi, karena yang diantarnya bukan barang biasa, dia mengantar barang-barang terlarang, seperti narkoba atau bahkan senjata ilegal.

"Nak, apa yang kau lakukan malam-malam begini ditempat seperti ini?"

Baekhyun berjengit kaget, lalu dia mendengus. Nak? dia sudah rapi memakai pakaian ala-ala CEO dan masih ada saja yang mengiranya seorang anak remaja.

"Aku bukan anak kecil, ahjumma."

Ahjumma itu tertawa, menepuk-nepuk pundak Baekhyun lalu meminta maaf atas kesalahannya. "Maaf, ahjumma kira kau anak remaja yang sedang tersesat."

"Ini sudah malam, kau sebaiknya pulang."

Baekhyun menangangguk mengiyakan dengan senyuman yang terkesan dipaksakan. Setelah memastikan ahjumma itu benar-benar pergi, tangan lentik Baekhyun meraih cepat barang itu.

"Ini yang terakhir, aku tidak akan mau melakukan pekerjaan ini lagi."

Baekhyun bersunggguh-sungguh, dia benar-benar sudah muak dengan tempat yang dipilih oleh para klien-nya yang kadang tidak masuk akal.

Karena saat ini saja, Baekhyun ada ditempat yang membuatnya tidak habis pikir. Orang gila mana yang menyimpan narkoba dalam wadah khusus untuk abu orang-orang yang sudah meninggal?

--o--

Melirik jam yang melingkar indah ditangannya, lalu helaan nafas lagi dan lagi Mark hembuskan.

"Jika kau pulang dalam keadaan babak belur lagi, awas saja!"

CKLEK!

Mark menoleh pada pintu apartement-nya yang terbuka dan menampilkan sosok yang sudah ditunggunya sedari tadi.

"Lee Jeno!"

Sosok yang ditunggu Mark terlihat menegang, lalu seperti orang bodoh sosok itu tertawa sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya.

"Kau kemana saja! Ini sudah terlambat dari jam pulang sekolahmu, Jeno!"

"Lihat! Sekarang sudah jam berapa!?"

Jeno seketika merasa gugup, lalu dia menjawab pertanyaan kakaknya walau suaranya terdengar gagap. "Dua."

Mark mengangguk, lalu melemparkan tatapan penuh selidik pada Jeno yang tak lain adalah adiknya. "Pagi atau siang?"

"Pagi."

"Pulang sekolah jam berapa?"

"Jam sembilan--eh jam 2! Iya jam 2!" Jeno semakin berkeringat dingin ketika tatapan kakaknya semakin tajam menghunus padanya. "Tadi pulang lebih awal."

"Jujur atau hyung hukum?"

"Oke, fine!" Jeno mendengus, bersidekap dada lalu memberanikan diri untuk membalas tatapan tajam kakaknya.

"Sebenarnya aku bolos, jam sembilan kabur dari sekolah dengan cara melompati pagar belakang. Kau tahu belajar itu sangat membosankan, Hyung!"

"Lalu setelah itu kau kemana?"

"Niat sih mau ke warnet tapi ditengah jalan ada tikus-tikus kurang belaian."

"Jadi?"

Jeno menelan ludahnya susah payah, aura di sekelilingnya terasa sangat mencekam. "Jadi aku memutuskan tidak jadi ke warnet dan seperti yang hyung lihat, Jeno babak bel---"

BUGH!

"Akh!" Jeno terkesiap, karena kakaknya tiba-tiba menerjang tubuhnya hingga keduanya jatuh ke lantai, tubuhnya terasa sakit sekali karena membentur lantai dengan keras.

Belum cukup dengan itu kakaknya malah menggelitik pinggangnya hingga menimbulkan rasa geli, membuat Jeno tertawa terpingkal-pingkal.

"Ungh, hyung cukup! hentikan! Haha ini geli, aktingmu buruk sekali hyung."

"Benarkah?" Mark menghentikan aksinya, lalu menatap wajah adiknya yang memerah karena ulahnya. "Kau tahu betul aku tidak bisa memukul adik kecilku."

"Aku tidak selemah itu!" Jeno mendorong tubuh Mark agar menyingkir, tapi nihil tubuh kakaknya tidak bergerak seincipun. "Aku sudah bilang diponselkan."

"Setelah aksi marah-marahmu kau harus pukul aku!"

"Dan setelahnya dady akan membunuhku, begitu?" Mark tidak akan terjebak dengan akal licik adiknya.

"Bagaimana kau tahu rencanaku?"

"Ini sudah yang ke sepuluh kalinya kau merencanakan untuk menyingkirkan hyung." Mark tetap bergeming diposisinya yang menindih tubuh adiknya, tidak peduli seberapa kuat usaha Jeno itu semua akan sia-sia. "Kenapa kau ingin sekali menyingkirkan hyung?"

"Karena ibumu!"

"Sudah ku duga." Mark kemudian bangkit, lalu membantu adiknya untuk berdiri juga. "Sudahlah, kita harus segera beristirahat."

"Karena besok kita akan menguras banyak tenaga."

"Ya, kau benar hyung." Jeno merangkul pundak Mark, lalu menyeret tubuh kakaknya menuju satu ruangan yang merupakan kamar keduanya

"Besok Jae hyung akan tamat! HA! HA! HA!"

MAFIA PARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang