Suasana pagi hari di musim semi sangat indah, Xiao Zhan mengemudikan sedan hitam Chevrolet menyusuri jalan yang berliku. Entah berapa kali sudah ia melalui jalan-jalan itu pada hari-hari di musim semi yang lampau. Saat ia berusia sembilan atau sepuluh tahun. Menghirup udara beraroma harum rumput basah yang diselimuti embun, melewati rumah-rumah yang diselingi dengan taman-taman, barisan pohon cemara dan zaitun yang melengkapi nuansa hijau dan segar wajah kotanya. Beberapa kali pula di musim dingin ia berkeliling di kawasan ini mengendarai sepedanya di jalan-jalan yang sama, menyembunyikan tubuh kurusnya dengan nyaman di balik mantel wol tebal dan topi, melewati pemandangan yang membeku dengan tiang-tiang listrik yang dihiasi bunga-bunga es. Pucuk-pucuk pinus dan cemara yang merunduk kedinginan.
Ada suatu rasa kesendirian yang menyenangkan, kesepian yang menenangkan, terkurung dalam kabut pagi hari, menyaksikan taman dan pepohonan di tepi jalan berlarian ke belakang dengan hening, setiap kali ia mempercepat laju sepedanya kala itu.
Xiao Zhan tersenyum sendiri. Betapa ia sangat merindukan suasana ini setelah bertahun-tahun. Tetapi dia tidak memilih sepeda untuk saat ini. Mengemudi terasa lebih nyaman dan penuh privasi.
Tanpa terasa, Xiao Zhan mengemudi semakin jauh. Saat ini di sisi-sisinya adalah hamparan tanaman alfalfa yang beriak saat ditiup angin. Memantulkan sinar matahari pagi pada pucuk-pucuknya yang lembut.
Suasana mulai sepi. Dia masih terus melaju di jalanan berliku-liku, melewati dua buah mini market dan satu kedai kopi. Xiao Zhan kemudian berbelok ke sebuah jalan sepi yang di kanan kirinya adalah pepohonan cemara jenis norfolk yang berwarna hijau tua dan bentuknya yang kurang simetris memberi kesan rimbun dan teduh.
Sesaat Xiao Zhan kebingungan. Ia lalu menemukan sebuah jalan kecil yang menembus lapangan. Ada beberapa rumah di dekat jalan itu. Xiao Zhan memutar pandang berkeliling. Tiba-tiba ia melihat sosok yang dikenalnya.
"Allen," ia bergumam.
Salah satu teman masa kecilnya itu berjalan di samping seorang wanita yang berpakaian rapi, sangat elegan, berambut sebahu dan berkacamata.
Xiao Zhan menyipitkan mata. Dia membelokkan mobilnya dan melaju ke arah lain beberapa meter sebelum akhirnya berhenti di tepi jalan.
Lewat kaca spion, dia melihat Allen mengantar wanita itu hingga menaiki sebuah taksi yang tiba tidak lama kemudian. Mungkin taksi itu sudah dipesan sebelumnya. Ketika Allen kembali berjalan sendirian ke arah dari mana ia datang, Xiao Zhan mendorong pintu dan melangkah keluar.
Mendengar suara pintu mobil ditutup, Allen sontak menoleh ke arahnya.
"Tuan Muda Xiao," Allen memanggilnya.
Xiao Zhan mengangguk dan tersenyum tipis.
"Sungguh suatu kejutan melihatmu berkunjung kemari," sambung Allen, bergegas menghampiri sang tuan muda.
"Berkunjung?" Xiao Zhan mengerutkan mulutnya sehingga nampak imut.
"Aku hanya kebetulan lewat, sudah lama sekali rasanya, aku nyaris lupa jalan-jalan di sini, mungkin aku tersesat."
"Tersesat? Konyol, tidak jauh dari sini adalah rumahku. Karena kau sudah disini, ayo mampir. Kau sudah lama tak berjumpa dengan Ayah."
Xiao Zhan mengangkat sebelah alis.
"Rumahmu? Tidak, kupikir tidak di sini.""Kami pindah kemari lima tahun lalu. Kau sangat sibuk dengan hidupmu hingga tidak akan mengingat hal kecil ini."
"Ohh, ya ampun."
"Mari kita berjalan kaki saja. Jaraknya hanya tiga puluh meter, setelah tikungan itu." Allen menunjuk ke satu arah.
Xiao Zhan mengangguk, memeriksa kunci mobil sekali lagi sebelum berjalan beriringan dengan Allen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance in F
Fiksi PenggemarSetelah sekian lama berjuang demi impian menjadi pemain musik terkenal, satu panggilan pulang dari sang ibu seolah menjadi akhir dari mimpinya. Xiao Zhan diminta kembali ke kampung halaman untuk menjalankan bisnis perusahaan penghasil minuman anggur...