Sejak kejadian tadi siang di ruang pramubakti Jumat lalu, Windy jadi kepikiran. Wisnu, si Pangeran Baik Hati, Tampan, dan Rajin itu menembaknya. Menembaknya! Windy melamun sambil menatap langit-langit kamarnya, teringat kesan pertamanya dari masa orientasi, hal-hal baik yang Wisnu lakukan untuknya selama sudah saling kenal, hingga percakapan tadi. Windy yang salah tingkah sambil memeluk gulingnya itu kini menyadari, sejak kapan ia juga jadi menaruh hati pada Wisnu?
Tapi... teringat dengan tingkah Belinda yang posesif itu belum apa-apa sudah membuatnya terintimidasi... Yaudah deh, liat nanti aja kayak gimana.
* * *
Begitu masuk jam istirahat pertama di hari Senin, para murid sudah bersiap untuk sekaligus membawa barang-barang mereka ke kelas selanjutnya. Belinda lagi-lagi bangkit menghampiri meja Wisnu, sambil memberi tatapan memindai dari atas ke bawah ke arah Windy.
"Nu, di belakang sekolah katanya ada kafe baru. Pastanya recommended gitu. Pulang sekolah mampir, yuk?" ajak Belinda, tangannya hampir saja mau bergelayut ke lengan Wisnu.
"Bel, kita tuh udah bukan anak-anak lagi. Jangan suka nemplok-nemplok." tegur Wisnu. Beberapa anak yang menyimak terlihat terkejut dengan penolakan Wisnu yang lebih frontal dari biasanya. Anak-anak cowok ada yang kegirangan karena melihat itu sebagai celah untuk mendekati Belinda yang terkenal cantik dan jutek itu.
Wajah Windy jadi memerah, karena entah kenapa teguran Wisnu itu terasa seperti sebuah usaha untuk meyakinkan Windy, kalau Wisnu memang sungguh-sungguh dengan perasaannya. Karena salah tingkah, Windy buru-buru mencari tatapan Nadine dan dengan telepati mengajaknya buru-buru cabut dari ruang kelas. Dari belakangnya, ia masih bisa mendengar Belinda merengek-rengek yang tidak diambil pusing oleh Wisnu.
"Eh, itu barusan apaan?"ujar Nadine sambil membuka bungkus choki-choki.
"Apanya?"
"Itu pertama kalinya Wisnu tegas nolak Belinda, dan tadi gue mergokin dia natap lo, kayak nyari validasi."
What??? "Validasi apanya?" Windy tertawa kecil, geli dengan pilihan kata Nadine. Tapi Windy berpikir, Nadine bisa ia percayai dan ia sudah memberi kisi-kisi. "Jangan kaget ya, Din. Jangan marah juga." ujar Windy sambil siap-siap berbisik, "Jumat kemaren, Wisnu nembak gue.."
Nadine dengan keras menempuk bahu Windy, "Yang bener lo???" raut wajahnya ikut semangat, "Gue udah ada feeling nih kalo dia tuh beda kalo natap lo. Tatapan bibit-bitit seorang bucin gitu."
"Sssst."
"Terus gimana, kalian udah jadian nih?" Windy menggeleng dan Nadine kelihatan benar-benar bingung. "Lo tuh, ya. Bilang jangan sampe gue marah, ini kok gue jadinya malah pengen marah beneran sama lo. Lo nunggu apa lagi??"
"Ih, gamau ah Din. Gue takut pacaran. Apalagi pacaran sama cowo populer yang dikenal satu sekolah."
Nadine menggumamkan sumpah serapah kecil karena terlampau gemas, "Pertanyaannya cuma satu nih yang lain kagak penting. Lo suka ga sama dia?"
"Tapi kan -"
Nadine mengibaskan tangannya, tidak mengindahkan protes Windy. "Lo suka nggak sama dia?"
"Ya ampun, gue 'kan baru kenal sama dia satu semesteran -"
"Lo suka nggak sama dia?"Nadine tetap kekeuh menimpali "Hmmmm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Wisnu, Windy, dan Dua Cangkir Kopi
Teen FictionWisnu dan Windy beda dunia banget. Wisnu si cowok populer, jago olahraga dan lumayan jago di akademik. Semua orang suka Wisnu yang selalu ramah dan sopan kepada siapa aja. Beda dengan Windy yang sukanya headset-an dan pakai sweater marun di bagian l...