Prologue

15 3 0
                                    

"Maaf, Ra. Gue nggak bisa terima perasaan lo."

Alora terdiam mendengar jawaban Darren. Kata-kata tersebut membuat dada Alora sesak seakan-akan ada sesuatu yang berat menimpa tubuhnya.

"Lo tahu 'kan kalo gue punya perasaan sama Milena?"

Double kill! Perkataan Darren membuat dada Alora semakin sesak, namun Alora tetap tersenyum dan menatap mata Darren.

"Iya dong! Gue yakin Milena juga suka sama lo, kok," ucap Alora sembari memukul pelan bahu Darren. Perkataan itu berhasil membuat Darren sedikit tersenyum.

"Beneran?"

"Iya, Ren. Siapa sih yang nggak suka sama lo?"

Akhir? Mati terbunuh di lorong.

"Ra, gue nggak suka sama lo. Gue suka sama Milena," kata Darren kepada Alora dengan wajah yang tampak frustasi.

"I know, you don't have to tell me again. Tapi Ren, gue nggak bisa," balas Alora dengan mata yang berlinang.

"Yang gue mau itu Milena, bukan lo." Darren pergi meninggalkan Alora yang menangis di ruang musik. Alora hanya duduk di lantai sambil menangis.

Akhir? Terbakar di dalam rumah.

"Ren, gue harus bilang sesuatu ke lo," kata Alora kepada Darren yang sedang meletakkan barang di lokernya. Darren menoleh ke arah Alora dan memberikan sesuatu kepada Alora. "Gue habis jadian sama Melina. Itu hadiah buat lo," ucap Darren kepada Alora sambil tersenyum.

Mendengar hal itu, Alora hanya diam membeku. Sepertinya ia terlambat. "Lo mau ngomong apa tadi?" tanya Darren dengan penuh penasaran.

"Nggak jadi, deh. Selamat ya, Ren," Alora tersenyum walaupun sebenarnya hatinya terasa sakit.

Akhir? Tenggelam di laut.

***

Sudah berapa kali aku melalui hal ini? Ah, aku ingat. Ini yang ketiga kalinya setelah aku sadar bahwa aku berada di dalam sebuah cerita novel, "A Letter For Her".

Aku menyadarinya saat aku membaca buku itu secara tidak sengaja di perpustakaan. Aku melalui hal yang sama berulang kali walaupun dengan alur yang sedikit berbeda. Namun akhir dari cerita itu akan tetap sama. Melina dan Darren akan bersama, sementara aku akan mati entah dengan cara yang seperti apa.

Aku sudah merasakan semuanya. Akhir yang seharusnya adalah aku mati terbunuh, namun karena alur yang berubah, penyebab kematianku juga berubah. Sedikit aneh, bukan?

Aku berencana untuk mengatakan semuanya kepada Darren sekarang. Aku ingin mengakhiri siklus ini selamanya.

"Ren!" panggilku kepada Darren yang baru saja keluar dari gedung sekolah. Darren menoleh ke arahku lalu berjalan mendatangiku yang berada di seberang gedung.

"Kenapa, Ra? Tumbenan," tanya Darren kepadaku. Aku tidak begitu sering bersamanya sehabis kelas.

"Gue mau ngomong sesuatu, penting."

Darren awalnya terlihat bingung, namun ia memutuskan untuk mendengarkan. "Kita ada di dalam novel," kataku dengan serius. Mata Darren membulat, ia sepertinya terkejut tetapi setelah itu ia tertawa.

"Ra, lo nggak bercanda 'kan?" tanya Darren yang mencoba menahan tawanya. Aku tetap memasang wajah seriusku.

"Ra, lo kayaknya kebanyakan baca novel aneh, deh. Jangan ngaco," kata Darren kepadaku lalu ia pergi meninggalkanku. Aku mencoba mengejarnya, namun..

Ngittt!!

Brak!

Aku tertabrak mobil. Aku sedikit tertawa karena nasibku yang memang buruk. Sepertinya benar kata Darren, aku tidak akan pernah bisa seperti Melina. Melina yang sangat beruntung, tokoh utama wanita "A Letter For Her".


Bersambung...

Kealora Fransisca Hernandez

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kealora Fransisca Hernandez

Kealora Fransisca Hernandez

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Revandra Darren Narendra

PANACEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang