01 › bermula.

664 79 9
                                    

semi baku.
start writing 13 September 2022.

disease
my heart hurts but yours stopped beating

Ashkala Renjian, pemuda kelahiran Jakarta itu tengah duduk ditepi ranjang dengan tangan kanan tertancap infus itu berulang kali menghembuskan nafas gelisah karena sudah sejam lalu ia menerima pesan dari seseorang yang katanya ingin datang menemuinya. Namun, sampai sekarang orang itu belum juga datang.

"Maaf.. Jia, tadi macet." Suara seorang pemuda menyapa indra pendengaran serta indra pengelihatan Renjian.

Jia memutar mata malas menganggapi pemuda yang kini sudah membuka plastik putih bawaannya, "Sudah aku katakan agar Kak Ryan saja dan kamu tidak perlu repot untuk datang ke rumah."

"Kak Ryan sedang ada urusan dengan Tim Futsalnya, akuㅡ"

"Lalu, kamu bolos latihan Basket lagi?"

Jia mendecak samar saat menerima beberapa obat dari tangan Gamara Elcakra yang sama sekali tidak menggubris perkataannya, ia pasrah dan memilih meminum langsung semua obat dalam sekali tegukan. "Jangan bolos lagi, aku merasa tidak enak dengan teman-temanmu.. apalagi kamu kapten Tim Basket." Ujarnya.

alis Gamara tertaut, "Kenapa kamu justru mementingkan urusanku? Sekarang kamu pentingkan kesehatan kamu dulu, kalau sudah sembuh baru mengomel."

"Loh.. kok kamu mengomel?" Jia mengejek sambil tertawa disela-sela dadanya yang terasa nyeri.

"Kamu istirahat dulu yang cukup, katanya ingin kembali sekolah?" Gamara mengalihkan tawa Jia.

"Iya nih, Ayah sudah memberi ijin.. tetapi dengan syarat aku harus sembuh!" Sungut Jia diakhir kalimatnya.

Gamara yang sudah duduk dikursi sebelah ranjang Renjian hanya tertawa pelan sebagai respon. "Sembuh ya? Aku yakin kamu bisa sembuh, kamu cukup rajin checkup sama minum obat." Ujar Gamara teduh dan tulus mengusap surai hitam Jia.

"Tapi, kenapa aku tidak yakin ya? Rasanya aku sudah mau menyerah saja setiap kambuh."

gerakan tangan Gamara yang tadinya aktif mengusap pelan surai Renjian pun terhenti. Netra teduhnya memandang wajah pucat tapi tetap terlihat cantik itu, bibir Gamara ingin sekali mengucapkan kalimat semangat. Namun, mendadak kelu saat terpaku pada tatapan sayu si submissive yang benar-benar menandakan sebuah penyerahan.

"Kalau nanti aku menyerah dan tidak kuat lagi.. tolong ya, jangan tahan aku."

terhenyak, Gamara membuang muka dari atensinya yang tadinya tertuju penuh pada Renjia, "Kamu ngomong apa?"

"Aku lelah, setiap hari meminum obat yang ibaratnya seperti hidupku ini bergantung pada obat."

"Jia, sudah bicara buruknya? Kamu tidak ingin membuat Ayah dan Kakak serta Gamara.. sedih, kan? Kita semua itu sayang kamu." Celetuk orang yang sejak tadi berdiri diambang pintu saat Renjian mulai mengeluh.

"Kak.. bukan begitu." Sontak Jia langsung duduk melihat sang Kakak yang masih menggunakan sragam SMA masuk ke dalam kamarnya, "Kakak baru pulang? Gimana latihannya?" alihnya.

"Biasa aja." Hendryan Algatra, Kakak dari Jia itu beralih pada temannya, Gamara Elcakra. "Gam, sorry ngerepotin lo." ujarnya karena merasa merepotkan temannya itu.

"Santai, Yan, kayak sama siapa aja."

"Ya, yaudah deh calon adek iparㅡahk!"

"Tutup mulut lo." Sambar Gamara sebelum Ryan menyelesaikan kalimatnya, bahkan ia sampai menginjak sepatu Ryan agar temannya itu tidak menyelesaikan kalimatnya.

Disease› detakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang