0.5

1.7K 212 21
                                    

"WINTER STOP!!!" Seulgi berteriak dengan penuh kewaspadaan sekaligus diselimuti ketakutan, bergerak ke sudut dan memposisikan dirinya berada paling depan diantara siswa perempuan lainnya yang menangis histeris dibelakangnya.




Winter menggeleng. Hatinya terasa begitu kacau, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Anehnya Winter justru bersemangat untuk tetap hidup dengan menghabisi lainnya.




"Yujin, kau tak apa?" Lia satu-satunya gadis yang tak berada dibelakang Seulgi. Dia dan Hoshi memeriksa keadaan Yujin yang berdarah banyak dikepala.



Lia meneguk ludah. Hoshi mendongak, menatap lekat namun sendu padanya. "Dia sudah meninggal." Lalu kalimat yang tak seharusnya didengar, Hoshi ucapkan dengan keterpaksaan meski menyakiti hati siapa saja yang mendengarnya.



"Kau gila, Winter.." Seulgi menatap pilu, ia menyayangkan cara Winter bersikap. "Winter hentikan!" pekik Seulgi tak tahan lagi.



"Kenapa unnie?" Winter bertanya balik, "apa unnie akan menyerahkan diri unnie untuk dibunuh oleh yang lainnya?"




Lalu Winter menatap Jennie. "Kau mau seseorang membunuh kekasihmu didepan matamu?" lalu pada Lia, "kita tidak akan pernah keluar dari sini."



"Tubuh kita akan terbaring bersama mayat lainnya. Membusuk dan tak dikuburkan dengan layak, keluarga kita bahkan tidak akan pernah melihat tulang belulang kita. Lalu aku harus bagaimana lagi? harus duduk dan menunggu kematian?"




Arboricolla has killed.....


Pengumuman samar kembali terdengar sepertinya telah terjadi kerusakan diruang siaran.  Entah karena apa, namun suara otomatisnya terdengar lebih pelan dan samar.



"Kalian dengar? Entah siapa yang dia bunuh, entah siapa..." kedua mata Winter berkaca, pertahannya runtuh dan sesenggukkan. "D--dia.. dia mons-ter.. yang akan membunuh kita, dia.. bukan--ukhh!"


Jleb!


"Hahhhhh!" mata Winter melotot mengeluarkan seluruh nafasnya bersamaan dengan darah muncat dari mulutnya. Teriakan orang kian histeris, ketakutan, sedih, marah tapi tak dapat melakukan maupun protes akan tindakan yang Taehyung lakukan.


Lia dan Hoshi spontan berlari ke arah Winter yang terkapar.



"Untuk memperkecil kematian, aku terpaksa melumpuhkannya. Maaf." Ucap Taehyung mencabut belati miliknya dari perut kanan Winter dan membiarkan gadis itu terkapar dilantai.




"KAU MEMBUNUHNYA SIALAN!!!" Haechan berteriak dari belakang, dia berlari dan memeriksa keadaan Winter yang bernafas lemah. "Kau baik-baik saja, Winter?"


"Winter kumohon, demi Tuhan bertahanlah!" dengan panik Haechan menyusul Hoshi melihat keadaan Winter.

Hoshi menggeleng lesu. "Pisaunya menembus bagian ginjal."

Haechan tercenung. Apa barusan yang dikatakan Hoshi, menembus ke bagian mana? apa? Haechan mengerjap lambat semua terasa menelan termasuk ucapan Hoshi yang kembali terngiang.




Pisaunya menembus bagian ginjal....



Sementara itu Winter tak dapat berbicara karena rasa sakit luar biasa diperutnya tetapi mata sayunya memandang pada satu arah, ada aura marah yang Wintet sorot ke arah tersebut.



Ke arah Taehyung.


"Tae..." lirih Jennie takut pada apa yang baru saja ia saksikan oleh mata kepalanya sendiri. Taehyung membunuh seseorang.


"Winter, bertahanlah.." ucap Haechan berusaha mencari kain disekitar dan diulurkan oleh Lia yang mendekat, menekuk lututnya didekat Winter yang sekarat.

"Winter..." seakan menyesali semua kalimatnya sebelum keadaan Winter begini, Lia mengusap pelan dahi gadis itu. "Winter jangan mati.." ucapnya parau.


"Winter..." Jennie tertegun, ia menoleh cepat pada Taehyung. "Winter, oppa.... kenapa?


"Aku tak punya pilihan, Jennie." Taehyung berujar berat, wajahnya sedih dan menjatuhkan belatinya. Dia memeluk sang kekasih dengan noda darah yang masih ada dibajunya, "tapi jika tidak begini makan akan lebih banyak yang mati karena kebrutalan Winter."



"Bukankah kau sama saja!? kau pembunuh juga!!!" suara Haechan meninggi merasa tak adil. "BIADAB KAU KIM TAEHYUNG!!!" makinya.



"Senior, tenang," Lia mencoba menengahi, meraih bahu Haechan dan mengusapnya. Saat Haechan menoleh, Lia menggeleng yang secara tak langsung mengisyaratkan bahwa mereka tak memiliki kuasa dan bisa saja bernasib sama dengan Winter apabila tak menutup mulutnya saat ini.



"Aku tak membunuhnya, aku menyelamatkan yang lain dari kebrutalan Winter." Jelas Taehyung.



Haechan menatap jasad Winter. Matanya memerah, ia menunduk dan berlari ke sudut ruangan. Duduk meringkuk dibalik sebuah kursi dan meneteskan air mata. Haechan tersadar, ia tidak bisa sesantai beberapa menit lalu.



Seulgi merosot terduduk. Air matanya tumpah, ia tutupi wajah dengan kedua tangan tetapi isak menyakitkan terdengar begitu jelas hingga siapapun tidak akan bisa untuk tidak menangis kala mendengarnya bahkan Jennie turut menangis dalam dekap kekasihnya.



Mereka hanya menghitung mundur detik-detik sebelum kematian.




Sementara itu Taehyung menekan sesuatu dibalik saku almameter miliknya, ekspresinya tertangkap berubah selama beberapa saat namun setelahnya kembali memasang wajah sedih dan mempererat pelukannya pada Jennie.







"Hampir saja," gumamnya.






-•e-t-c•-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

etcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang