Arti sebuah Cinta

1.7K 16 0
                                    

Aurora menatap nanar ke arah pintu kamar yang memang sedikit terbuka. Tubuhnya membeku. Jantungnya berdebar dengan tidak beraturan.

Aurora menatap kedua orang berlawanan jenis kelamin itu, sedang bertelanjang satu sama lain. Ia paham betul, siapa pemilik punggung yang sedang membelakanginya. Bahkan lelaki itu, terlihat sedang asik melakukan aktivitasnya.

Tanpa terasa, buliran air mata jatuh membasahi kedua pipi Aurora. Kue yang sedari tadi berada di tangannya. Kini terjatuh ke atas lantai.

Bruagh!

Bunyi yang mampu mengalihkan atensi kedua orang tersebut. Tangan Aurora bergetar, dia benar-benar tidak menyangka dengan hal yang baru saja dilihatnya.

"Jordan," lirih Aurora. Ketika lelaki itu, menengok ke arah tempatnya berdiri.

Wanita yang sedang berada di bawah rengkuhan pacarnya itu, langsung menarik selimut hingga ke leher. Ketika Jordan, sudah menarik celananya hingga pinggang.

Senyum getir, terpampang jelas di wajah Aurora. Dia yang masih terdiam mematung, tanpa sadar lengannya ditarik oleh kekasihnya.

"Jo ... Jordan. Apa yang kamu lakukan. Dan, siapa wanita itu?" Dengan ucapan yang terbata-bata. Aurora memberanikan diri untuk bertanya, pada kekasihnya.

"Pacar kedua. Yang selalu menemaniku, di sini," sarkas Jordan. Tanpa memikirkan perasaan Aurora, yang hatinya sudah pecah menjadi kepingan kecil-kecil.

"Lagipula! Siapa yang nyuruh kamu buat ke sini! Aku gak pernah minta kamu, untuk ke sini." Jordan berucap sembari melipat tangannya. Tentu hal itu membuat Aurora merasa terpojokkan.

Memang benar, jika Jordan tidak pernah menyuruh Aurora untuk datang ke sini. Tapi, dia ingin memberikan sebuah kejutan.

"Kamu memang tidak pernah menyuruhku ke sini, Jo. Tapi —"

Belum sempat Aurora melanjutkan ucapannya, wanita yang bersama Jordan di kamar pun datang dan berucap, "Oh, jadi ini cewek kampung yang kata kamu gak mau nyerahin tubuhnya?"

Aurora mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang hanya terbalut oleh selimut yang tebal.

Hatinya terasa begitu sakit melihat bercak kemerahan di sekitar leher dan di bagian bawah leher wanita itu. Tanpa bertanya sekalipun Aurora tahu siapa yang sudah membuat bekas kemerahan itu pada wanita tersebut.

Mela yang merupakan wanita simpanan Jordan itu hanya memandang remeh ketika melihat wajah Aurora yang sudah berubah menjadi pucat pasi.

"Jo, kamu yang kasih tahu password apartemenmu ke dia, ya? Kok lancang banget sih masuk ke apartemen orang lain," ucap Mela menatap sinis pada Aurora.

Mela juga dengan sengaja menyentuh lengan Jordan dengan sensual dan mendekatkan tubuhnya pada Jordan.

Aurora yang melihat hal itu hanya mampu memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia tidak bisa menatap pria yang dipercayainya selama ini malah bermain di belakangnya.

"Yah aku memang kasih tahu dia. Tapi aku nggak nyangka dia bakal nekat datang ke sini," balas Jordan seraya merangkul bahu Mela.

Mela tersenyum puas mendengar jawaban dari Jordan. Perlahan Mela mengernyitkan keningnya dan menutup hidungnya. Tatapannya memeriksa penampilan Aurora dari bawah mata kaki hingga ke atas kepalanya.

"Jo, kamu nggak cium bau aneh dari dia?" sindir Mela seraya menunjuk ke arah Aurora.

Jordan mengerti maksud perkataan Mela. Dia pun menelisik penampilan Aurora sama seperti yang dilakukan oleh Mel sebelumnya.

Kernyitan tidak suka terlihat jelas di kening Jordan. "Kamu berani banget datang ke kota besar kayak gini dengan penampilan kampungan itu."

Mela tersenyum puas melihat Jordan yang mengikuti permainannya. "Benar banget, apalagi dia masuk ke apartemen kamu pakai kakinya yang kita malah nggak tahu bersih apa nggak," timpal Mela yang ikut menghina Aurora.

Aurora mengepalkan tangannya. Dia ingin kembali menangis saat ini juga. Namun Aurora tidak ingin dua manusia di hadapannya itu melihat sosok dirinya yang rapuh.

Dia tidak ingin membuat mereka semakin menghina Aurora setelah melihat Aurora menangisi pria brengsek yang sudah mengkhianatinya.

Aurora menggigit bibir bawahnya dengan sangat erat. Matanya sudah memamans namun Aurora tetap tidak membiarkan setetes air matanya mengalir ke pipinya.

Mela tertawa mengejek ketika melihat Aurora yang tidak membalas hinaan mereka sama sekali. "Apa cewek kampung ini bahkan nggak bisa ngomong?"

Jordan tersenyum miring. "Mungkin dia masih sakit hati melihat kita berdua seromantis ini," jawab Jordan mengecup kening Mela dengan sengaja.

Tatapan Aurora berubah nanar menatap kue yang susah payah dia bawa telah rusak di atas lantai apartemen Jordan.

'Kalau tahu ini terjadi, lebih baik aku makan kue itu,' lirih Aurora dalam hatinya.

Mela mendengus malas melihat tidak ada respon dari Aurora lagi. Diamnya Aurora membuatnya merasa bosan. "Ck, mau diam sampai kapan di sini? Nggak tahu kalau kami mau lanjutin kegiatan panas kami?"

"Sayang, kamu nggak boleh kayak gitu. Mungkin aja dia masih mencerna apa yang lagi terjadi. Maklum orang kampung kayak dia sulit untuk mikir cepat," ujar Jordan mengelus lengan atas Mela dengan lembut.

Aurora yang mulai geram langsung berjalan pergi dari hadapan kedua orang itu. Dia mengenakan kembali sepatu lamanya dan melangkah keluar dari apartemen Jordan.

"Dasar pria nggak tahu diri!" Maki Aurora berjalan meninggalkan gedung apartemen Jordan.

Aurora melangkah tanpa tujuan yang jelas. Dia hanya merasa apa yang dilakukannya selama ini untuk Jordan hanyalah usaha sia-sia.

"Lebih baik aku nggak pernah datang ke sini," lirih Aurora dengan air mata yang sudah mengaliri kedua pipinya.

Dia memang memaki-maki Jordan, namun hatinya tetap merasa begitu sakit setelah mengetahui rasa cinta tulusnya dikhianati oleh kekasihnya. Ah, mungkin sekarang sudah menjadi mantan kekasihnya.

Aurora dengan kasar menghapus air matanya. "Aku nggak boleh nangis. Pria itu nggak berhak mendapat air mataku."

Tatapan Aurora berubah menjadi tajam. Kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya.

Aurora berhenti melangkah. Dia sudah membulatkan tekadnya untuk membuktikan bahwa dirinya lebih layak daripada wanita simpanan Jordan itu.

"Mereka bilang aku kampungan? Huh! Lihatlah, aku akan buktiin kalau aku nggak kampungan." Aurora mengedarkan pandangannya. "Mending aku ke club sekarang. Bukankah itu pilihan yang bagus?"

(Bukan) Wanita MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang