Chapter 2

3 1 0
                                    

Senin pagi selalu diawali dengan sarapan bersama dan bercanda tawa ringan sebelum mereka bertujuh kembali ke rutinitasnya masing-masing. Bagi mereka bertujuh keluarga adalah tempat pulang ternyaman. Untuk itu mereka selalu berharap kepada satu sama lain, untuk tetap terbuka. Bercerita jika ada masalah atau bahkan hanya sekedar membantu yang lainnya ketika kesulitan melakukan sesuatu. Seokjin, sebagai yang tertua selalu memberi nasihat kepada adik-adiknya, untuk selalu mendukung satu sama lain. Keluarga Kim memang sehangat itu.

Setelah selesai sarapan bersama, mereka akhirnya akan berangkat menuju rutinitas masing-masing. Menyisakkan Hoseok yang jadwal mengajarnya hanya di sore hari. Dan Hoseok juga lah yang merapikan meja makan serta mencuci semua piring bekas mereka sarapan. Hoseok selalu mendapat jadwal mengajar di sore hari. Maka dari itu, Hoseoklah yang berinisiatif untuk merapikan rumah ketika ia luang. Hoseok bahagia ketika melihat rumahnya rapi dan bersih. Karena memang, ia sangat membenci hal-hal jorok. Tak heran kamar tidur Hoseok juga selalu rapi, terlebih juga wangi.

Ketika sudah selesai merapikan rumah, Hoseok sejenak merebahkan tubuhnya di sofa ruang keluarga sembari menonton acara televisi. Tak lama kemudian Hoseok pun tertidur di sofa dengan televisi yang masih menyala. Namun, tiba-tiba ia bermimpi, yang mana mimpi ini terlihat sangat nyata.

~Mimpi Hoseok~

Hoseok terbangun di pagi hari, dengan senyum yang mengembang. Hatinya menghangat melihat keluarganya makan bersama di meja makan. Keenam saudaranya, terlebih juga kedua orangtuanya. Hoseok akhirnya turun, dan langsung menuju meja makan. "Selamat pagi semua." Sapa Hoseok kepada keluarganya.
"Pagi juga." Jawab keenam saudaranya.
"Pagi, kak. Sini makan dulu. Ibu udah masak banyak." -Ibu.
"Tumben, bu, kok masak banyak?" -Hoseok
"Iya, sekali-kali gapapalah." -Ibu.
Hoseok termenung sembari menikmati menu sarapan yang dibuat oleh Ibunya tersebut. Perasaan Hoseok mendadak gelisah. Entahlah, seperti ada yang menganggu pikirannya pagi ini.
"Ayah, hari ini Ayah Ibu, Hoseok antar ya?" -Hoseok.
"Nggak perlu,nak. Ayah saja sendiri bersama ibu. Nggapapa kok. Toh memang hari ini ada meeting sama keluarga klien." -Ayah.
"Hm, padahal Hoseok juga lagi luang. Bingung mau ngapain."-Hoseok.

Tak lama setelahnya, keenam saudaranya pun berpamitan untuk rutinitasnya masing-masing. Juga disusul oleh Ayah Ibunya yang akan pergi menuju kantor, karena hari ini adalah meeting penting bagi sang Ayah.
"Kak, Ibu sama Ayah berangkat dulu ya. Kamu baik-baik di rumah. Jaga diri, ya." -Ibu.
"Hati-hati,Ayah. Jangan ngebut." -Hoseok.
Setelahnya, Hoseok memutuskan untuk masuk ke dalam rumah lagi. Namun, tiba-tiba, Hoseok mendengar suara entah darimana. Suara itu samar. Namun Hoseok hanya bisa mendengar sekilas, suara itu berkata "Kerja bagus." Hoseok tidak mengenali suara tersebut. Seingatnya, hanya dirinya sendiri yang berada di rumah. Semuanya sudah menuju rutinitas masing-masing.
Tak lama setelahnya, telepon Hoseok berdering. Nomor tidak dikenal. Hoseok mengangkat telepon itu, stagnan. Nafasnya tercekat. Ponsel yang dipegangnya terjun bebas. Ia menerima telepon dari polisi memberi kabar bahwa orangtuanya mengalami kecelakaan. Dan meninggal di tempat. Nafas Hoseok memburu. Ia teringat suara yang sempat didengarnya. Ia mencurigai sesuatu.

~Dunia nyata~

Hoseok terbangun dengan nafas tersenggal. Memori tentang kejadian orangtuanya, kembali berkeliling di pikirannya.

●Flashback● ⚠️Self harm.

Ya, Hoseoklah yang pertama kali mengetahui bahwa orangtuanya meninggal.
Hoseoklah yang terpuruk setelah kejadian itu. Ia sempat pernah hilang kendali, dengan membenturkan kepalanya ke tembok kamarnya. Karena saat itu ia berpikir bahwa kebahagiaannya telah direnggut. Untuk apa ia hidup, ketika sumber semangat dan support systemnya sudah tidak ada di dunia? Namun, akhirnya kamarnya terbuka. Disana ada Jungkook. Ia masih menginjak kelas 7.
"Bang Hoseok, kenapa? Ngapain kayak gitu? Udah bang."  -Ucap Jungkook sembari memegang bahu Hoseok dengan erat.
"Kook, mending lu keluar, lebih baik Abang mati sekarang juga."
"Bang, nggak gitu, bang. Kookie tau, kalau abang sayang banget sama Ayah Ibu. Kita semua juga sayang banget sama Ayah Ibu. Tapi kalau abang kaya gini. Abang bisa bikin Ayah sama Ibu nggak bahagia diatas sana. Masih ada kita semua yang siap jadi sumber bahagia abang. Dan, Kookie gamau kehilangan abang. Kookie sayang banget sama Bang Hoseok. Abang jangan egois, kalau Abang nggaada, siapa yang godain Kookie. Dan kalau itu terjadi, dunia Kookie pasti udah berantakan." -Ucap Jungkook dengan airmata yang terjun bebas dari matanya.
"Hos. Lu ngapain deh kayak gitu? Iya tau lu terpuruk tapi mati bukan sebuah penyelesaian." -Namjoon.
"Joon. Lu ga tau perasaan gue. Gue tau semuanya. Gue yang tau lebih awal. Dan gue juga yang punya perasaan gelisah. Andai dulu gue tetep maksa antar Ayah sama Ibu. Pasti kita semua masih bisa kumpul bareng sampai sekarang."-Hoseok dengan suara parau.
Namjoon pun mendekat ke arah Hoseok, duduk di samping Hoseok yang sedari tadi menangis sejadi-jadinya. Namjoon menepuk pelan bahu Hoseok yang nafasnya masih naik turun. Namjoon sangat tau perihal perasaan Hoseok saat ini. Namun, sebagai seorang saudara, Namjoon tidak bisa membiarkan Hoseok terus menerus larut dalam keterpurukannya.
"Hos, gue tau. Tau banget gimana perasaan elu. Cuma, kita gabisa nyalahin skenario Tuhan atas hidup kita. Itu bukan salah elu, atau salah kita semua. Bukan. Tapi, itu udah takdir. Hidup tuh perihal menerima,Hos. Lu gabisa mikir hanya dari kacamata elu. Elu masih punya gue dan yang lainnya. Gak perlu malu buat ceritain setiap suasana hati elu. Gue siap dengerin semuanya. Jadi, lu jangan pernah lakuin hal bodoh kaya tadi, ya. Nangis nggapapa. Tapi kalau buat mengakhiri hidup, gue gaakan pernah biarin itu kejadian." -Namjoon.
Hoseok pun akhirnya menyadari sesuatu bahwasannya ia memiliki enam support system lainnya. Ia mulai menghapus airmatanya. Dan kemudian mengucapkan banyak terima kasih kepada Namjoon juga Jungkook yang masih setia menemani Abangnya. Bagi Jungkook, Hoseok adalah abang yang paling ceria diantara yang lainnya. Yang paling bisa memberi bahagia. Yang paling bisa menghibur dengan lelucon anehnya. Namun, itulah yang membuat Jungkook merasa nyaman. Entah apa jadinya jika Jungkook tidak masuk ke kamar Hoseok. Mungkin, Jungkook akan dihantui rasa bersalah seumur hidupnya.
•Flashback end.•

Hoseok termenung sejenak. Teringat bagian dari mimpinya. Perihal kalimat "Kerja bagus."
"Ah mungkin cuma mimpi. Mungkin gue kangen kali ya sama Ayah Ibu. Nanti sebelum ngajar deh gue sempetin buat ke makam Ayah Ibu." -monolognya.
Namun, entah mengapa timbul rasa gelisah lagi. Pikirannya seakan-akan dipenuhi tanda tanya hanya perihal mimpinya. Disatu sisi ia mencoba untuk abai. Namun disatu sisi juga itu terus menghantui pikirannya. Bagi Hoseok, dua kata yang ia dapat dari mimpinya, merupakan sebuah kata kunci. Mungkinkah itu adalah suatu kunci dari kasus kecelakaan orang tuanya yang masih penuh tanda tanya?
Entahlah, mungkin Hoseok akan menceritakannya pada saudara-saudaranya nanti. Atau bahkan Hoseok akan tetap menyimpannya sendirian dan menyelidikinya dalam diam?

Coba tebak. Kira kira Hoseok bakal gimana? Cerita atau enggak?

Chapter 2 - END.

Hallo, maafin kalau ngga nge feel🙏
Kalau ada yang kurang bisa komen aja ya~ jangan lupa kasih vote biar aku semangat nulisnya xixixi. Thank u yang udah baca!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Dark Secret | BTS FanFiction (OT7)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang